Tampilkan postingan dengan label lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lampung. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Maret 2011

Berita Pertanian : Minat Menanam Jarak Turun






Bandar Lampung. Minat menanam jarak pagar turun drastis akibat tingginya biaya produksi dibandingkan keuntungan. Padahal, jarak pagar kini mulai dicari kembali oleh industri.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Masgandi, ditemui di sela-sela rapat koordinasi peningkatan produksi tanaman pangan, Selasa (8/3) di Bandar Lampung, mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) tidak lagi mendapat perhatian. ”Biaya pemeliharaan dan produksi (biji jarak) lebih mahal daripada hasil yang diperoleh. Petani banyak yang beralih ke komoditas lainnya,” tuturnya.

Akibat tidak seimbangnya biaya perawatan dengan hasil yang diperoleh, tanaman-tanaman bibit jarak pagar di Kebun Percobaan Natar tidak lagi mendapatkan perhatian khusus karena tidak ada biaya. Bahkan, berdasarkan pantauan, kebun itu terlihat tidak terawat.

Namun, sejak ada permintaan khusus dari PT Jedo Indonesia, dua bulan terakhir, tanaman ini direvitalisasi. PT Jedo Indonesia, produsen bahan bakar nabati, berani membeli biji jarak pagar Rp 1.500 per kilogram. Padahal, beberapa tahun lalu, harga biji jarak sangat jatuh, yaitu Rp 200 per kilogram, tidak lebih mahal daripada harga singkong Rp 600 per kilogram. Akibatnya, banyak petani yang awalnya menanam jarak beralih komoditas lain, seperti kakao dan singkong.

Maulana Taufik, Koordinator PT Jedo Indonesia Areal Lampung, mengungkapkan, di Lampung, kini tidak lagi mudah ditemui petani membudidayakan jarak pagar. Padahal, dahulu, Lampung merupakan salah satu daerah percontohan pengembangan jarak pagar.

”Saya keliling sana-sini di Lampung, biji jarak susah didapat. Petani-petani masih trauma menanam (jarak) karena dulu tidak ada yang beli. Akibatnya, mereka banyak ganti ke kakao dan singkong,” tuturnya.

Padahal, ungkapnya, PT Jedo Indonesia tengah mencari pasokan biji jarak pagar sebesar 15 ton per bulan. Saat ini baru terpenuhi 10 persen di antaranya. Apabila pasokan ini terpenuhi, perusahaan energi alternatif ini berencana mendirikan pabrik pengolahan minyak jarak di Lampung. Saat ini, pabrik terdekat berada di Malingping, Banten.

Pasar tak jelas

Selain di Lampung, tanaman jarak pagar di lahan seluas 2,5 hektar di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dibongkar petani. Mereka menilai tanaman itu tidak menjanjikan karena harga buah jarak rendah dan pasarnya tidak jelas.

Kepala Bidang Kehutanan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Kudus, Suharsanto, di Kudus, mengatakan, harga buah jarak kering antara Rp 700-Rp 1.000 per kilogram. Hal itu membuat petani meninggalkan jarak dan kembali menanam ketela pohon dan jagung.

Masih di Jawa Tengah, petani di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Susilo, mengatakan, sudah dua tahun ini tanaman jarak kurang lagi dikembangkan petani. Padahal, awalnya benih jarak banyak diberikan gratis ke petani. Tanaman jarak meski bukan tanaman hamparan, hanya sebagai tanaman sela, tetapi masa panennya ternyata lama.

Kepala Desa Tanggungharjo Sugiyono mengatakan, wilayah Kecamatan Ngaringan pernah ditetapkan sebagai sentra tanaman jarak pada 2007. Ketika tanaman ini berkembang luas, harga komoditas jagung juga tengah naik seiring dengan jagung sangat dibutuhkan para pengolah pabrik pakan.

Secara terpisah, Tumiran, dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang juga selaku anggota Dewan Energi Nasional, menilai ketidaksiapan aparat pemerintah sebagai salah satu penyebab tidak optimalnya produksi BBN. Perencanaan pemerintah masih parsial dan sektoral. ”Perencanaan produksi BBN harus secara terintegrasi,” kata Tumiran.

Proses integrasi produksi BBN mencakup kesiapan teknologi dan bahan baku. Ditunjang pula mekanisme produksi yang mampu bersaing dengan bahan bakar konvensional. (kompas)

Selasa, 18 Januari 2011

Berita Pertanian : Tanaman Kakao Petani di Lampung Diserang Penyakit

Lampung. Memasuki awal tahun 2011 ini, penyakit yang menyerang tanaman kakao di Kecamatan Katibung, Merbaumataram, dan Kecamatan Way Sulan, Kabupaten Lampung Selatan, masih terjadi.

Padahal, tanaman berbuah polong ini sudah mulai berbunga dan berbuah cukup lebat.

Selain mengakibatkan hasil produksi merosot tajam, serangan penyakit ini berpengaruh pada tingkat harga karena biji buah yang terserang penyakit memengaruhi mutu dan akibatnya harga pun rendah.

Dari hasil konfirmasi dengan beberapa pekebun di tiga wilayah ini diketahui paling tidak ada tiga jenis penyakit yang menyerang komoditas ekspor ini. Yaitu penyakit busuk buah, penyakit bintik hitam pada kulit buah, dan layu daun. Yang paling banyak menyerang adalah penyakit busuk buah yang ditandai dengan berubahnya warna buah dari hijau menjadi cokelat kehitaman dan pada akhirnya mengering. Serangan ini tidak terbatas pada buah yang masih kecil saja, juga terjadi pada buah yang sudah besar dan tua.

"Jika satu pohon sudah ada buah yang terkena serangan ini dapat dipastikan buah yang lain pada pohon yang bersangkutan akan tertular juga walaupun buah yang pertama terkena itu sudah dibuang dari pohonnya," kata Rahman, salah seorang pekebun kakao di Katibung.

Penyakit kedua yang juga menyerang buah kakao adalah timbulnya bintik hitam pada kulit buah yang jumlahnya hampir meliputi seluruh kulit buah tersebut. Apabila sudah tanaman sudah terkena, dampaknya perkembangan buah menjadi tidak normal. Kendati tetap berkembang sampai matang tapi kerdil. "Pada saat dibelah bijinya lengket pada kulit dan mutunya kurang bagus karena tidak bernas atau kepet," kata Muharjo, pekebun di Merbaumataram.

Penyakit lainnya yang juga menyerang tanaman ini adalah kering daun yang terjadi secara mendadak dan dalam tempo yang singkat. Serangan ini ditandai dengan menguningnya warna daun kemudian berubah menjadi cokelat dan kering. Serangan ini menjalar ke bagian cabang pohon yang lainnya, sehingga akhirnya dalam satu pohon akan mengalami nasib serupa. "Jika dahannya dipotong, kayu dahan itu bagian dalam kelihatan menghitam atau mati. Upaya kami menghadapi penyakit ini hanya dengan memotong dahan yang kena serangan dengan harapan tidak menjalar ke bagian pohon yang lainnya," kata Muslih, pekebun di Way Sulan.

Para pekebun mengatakan bahwa hingga saat ini mereka belum mampu mengatasi penyakit tersebut. Pencegahan dan pemberantasan dengan obat-obatan hanya berdasar informasi dari para penjual obat-obat pertanian dan perkebunan. sehingga lebih cenderung bersifat coba-coba. Mereka menduga timbulnya berbagai macam penyakit tersebut berkaitan erat dengan turunnya hujan sepanjang tahun ini. (lampung post)