Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tidak sabar dengan upaya para menterinya untuk mengatasi melambungnya harga daging sapi di pasaran menjelang perayaan Idul Fitri dan meminta agar dalam beberapa hari mendatang telah ada perubahan.

"Saya kira instruksi saya sudah sangat jelas, wapres juga sangat jelas, Menko Perekonomian juga sudah memimpin beberapa pertemuan, tapi implementasinya lama, terus terang saya tidak sabar, sama dengan tidak sabarnya rakyat," kata Presiden di Jakarta, Sabtu.

Menanggapi melambungnya harga daging sapi di pasaran, di sejumlah daerah dilaporkan tembus di atas Rp90.000 per kilogramnya, Presiden Yudhoyono mengumpulkan sejumlah menteri terkait guna membahas masalah tersebut di Bandara Halim Perdanakusuma setibanya dari melakukan kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Rapat ini harus `action oriented`, saya ingin dalam hitungan hari harus sudah ada perubahan, kita ingin tetapkan sasaran dan kita capai," katanya seraya meminta para menterinya memantau pasar dan media sosial.

Ia menilai urusan harga daging sapi masih berputar di masalah birokrasi dan perizinan.

"Saya berbicara dengan Mendag kemarin, izin dimana? Di sini, disini, lah (ternyata di --red) negara kita sendiri kok. Kalau izinnya ke New York, ke Jenewa mungkin lama. Urusan kita kok. tidak boleh saling melempar, tidak boleh birokrasi terlalu lama di Pertanian, Bulog," ujarnya.

Menurut Presiden, sebelum keputusan untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) diambil, Wakil Presiden Boediono dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa telah mengingatkan agar stabilitas harga dijaga.

Ia memaklumi kenaikan harga musiman menjelang Hari Raya Idul Fitri, misal untuk harga cabai.

Presiden menilai asalkan kenaikannya tidak berlebihan maka wajar para petani setahun sekali mendapatkan penghasilan yang lebih.

"Tapi urusan daging sapi ini bukan `seasonal` (musiman--red) dan sudah lama kita berteriak-teriak, sudah lama kita membahasnya," ujarnya dalam rapat yang dihadiri oleh antara lain Wakil Presiden Boediono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mensesneg Sudi Silalahi, Menperin MS Hidayat, Mentan Suswono, Seskab Dipo Alam, Menkeu Chatib Basri, Mendag Gita Wirjawan, dan Kepala Badan Urusan Logistik-Bulog Sutarto Alimuso.

Presiden meminta pebisnis besar dilibatkan guna mencari penyelesaian dari harga daging sapi tersebut.

"Ajaklah mereka untuk menyelesaikan jangan hanya berorientasi dengan kepentingannya sendiri. Jangan pula pebisnis besar main mata entah dengan unsur pemerintah, unsur manapun, yang membuat susah," ujarnya.

Sementara itu Menteri Perdagangan Gita Wirjawan pada Jumat (12/7) mengatakan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) akan memasok sebanyak 800 ton daging sapi beku asal Australia dengan menggunakan angkutan udara supaya bisa masuk ke pasar dalam waktu dekat.

Gita mengatakan, daging sapi beku sebanyak 800 ton tersebut merupakan bagian dari total alokasi kuota untuk Bulog sebanyak 3.000 ton daging sapi beku yang importasinya dikhususkan untuk operasi pasar demi menciptakan stabilitas harga daging sapi.

"Pasokan dari angkutan udara akan memakan waktu dua sampai tiga hari, sementara itu untuk sisanya (2.200 ton), akan dikirimkan melalui jalur laut," ujar Gita seraya menambahkan bahwa daging sapi beku yang dikirim melalui angkutan laut dan akan masuk di Pelabuhan Tanjung Priok, akan memakan waktu pengiriman selama 10 hingga 15 hari.

Sementara itu sebanyak 27 perusahaan penggemukan sapi yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo), menyediakan 109 ribu ekor sapi siap potong untuk menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri 2013, yang terdiri dari 99 ribu sapi eks impor dan 10 ribu ekor sapi lokal.

Sekitar 50 ribu ekor atau 46 persen sapi siap potong tersebut akan didistribusikan ke rumah potong yang ada di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan sisanya tersebar untuk distribusi di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera.

Stok sapi bakalan pada 1 Juli 2013 mencapai 146.747 ekor terdiri dari 117.747 ekor atau sebanyak 79,7 persen merupakan sapi bakalan eks impor dan 30.000 ekor atau sebanyak 20,3 persen adalah sapi lokal.

Penyebaran populasi sapi bakalan impor berada di wilayah Sumatera Utara sebanyak 13,8 persen, 34,3 persen di wilayah Lampung, 38,7 persen di wilayah Jawa Barat, dan 13,2 persen di wilayah Banten, sementara khusus untuk Jawa Timur hanya penggemukan sapi lokal.