Tampilkan postingan dengan label ekspor udang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekspor udang. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Juni 2011

Berita Pertanian : Ekspor Udang Lampung Turun

BANDAR LAMPUNG. Realisasi ekspor udang Lampung mengalami penurunan. Sejak awal 2011, ekspor udang terus merosot. Penurunan ini bertambah tinggi seiring dengan tidak beroperasinya PT Aruna Wijaya Sakti (AWS).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, ekspor udang beku Lampung pada awal Januari mencapai 2.034 ton dengan nilai 17,005 juta dolar AS. Pada Februari, ekspor turun menjadi 1.509 ton dengan nilai hanya 13,462 juta dolar. Sedangkan Maret, ekspor menjadi 2.165 ton dengan nilai 20,269 juta dolar.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung Ishak, Senin (6-6), mengatakan kebijakan PT AWS menghentikan sementara produksinya turut memperparah ekspor udang asal Lampung. Penutupan tersebut diperkirakan akan menurunkan ekspor udang hingga 20 ribu ton.

Saat ini luas tambak eks Dipasena tersebut mencapai 16 ribu hektare dengan produksi rata-rata 4 ton per hektare setiap kali panen. Dalam setahun petambah rata-rata bisa memanen 2—3 kali.

Selain karena tidak berproduksinya PT AWS, penurunan ekspor udang ini disebabkan banyak tambak yang terserang penyakit dan virus. "Banyak tambak yang terserang virus sehingga sejak awal tahun jumlah ekspor mengalami penurunan," kata Ishak.

Pasta Udang Kecil

Ekspor udang beku asal Indonesia dikirim ke negara-negara tujuan ekspor, seperti Kanada, China, Jerman, Jepang, Amerika, Vietnam, dan Inggris. Selain udang beku, Lampung juga mengekspor pasta udang kecil. Pasta udang ini diekspor ke Belgia, Jerman, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Spanyol, Inggris, dan Amerika.

Ishak mengatakan ekspor pasta udang ini masih relatif kecil dibandingkan dengan udang beku. Meskipun demikian, ekspor pasta udang kecil mengalami peningkatan. Ia berharap ekspor pasta udang ini bisa terus ditingkatkan, apalagi pasar pasta udang ini masih terbuka lebar. Pasalnya, banyak negara yang membutuhkan pasta udang.

Ekspor pasta udang kecil ini pada Januari 2011 mencapai 613.836 kg dengan nilai sebesar 5,883 juta dolar. Sedangkan pada Februari mencapai 983.026 kg dengan nilai 9,680 juta dolar. Pada Maret 2011, volume ekspor mencapai 1.107.396 kg dengan nilai sebesar 11,423 juta dolar.

"Diharapkan ekspor pasta udang dapat terus meningkat mengingat kebutuhan pasar udang di luar negeri cukup tinggi, sementara produksi dan ekspor masih kecil," kata Ishak.

Senin, 11 April 2011

Berita Pertanian : Sulsel Target Produksi Udang Capai 26.774 Ton

MAKASSAR. Sulsel terus menggenjot produksi udangnya untuk program kebangkitan udang dengan Better Management Practice (BMP). Tahun ini, Sulsel menargetkan produksi sebesar 26.774 ton.

Demikian diungkapkan Kepala Bidang Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, Sulkaf Latief, dalam rapat evaluasi perkembangan kerjasama Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) dan Pemprov Sulsel di Hotel Santika, Rabu, 6 April.

Hadir pada kesempatan tersebut Project Coordinator ACIAR untuk pengembangan Udang Sulsel, Dr Richard Callinan, Prof Peter Edwards, (Penilai Kemajuan Proyek ACIAR), Dr Ageng Herianto (Project Coordinator Pengembangan Udang Sulsel dari UGM), juga Arief Taslihan dari BBAP (Balai Budidaya Air Payau) Jepara, dan M Natsir Amin, dari BBAP Takalar.

Pencapaian 2010 sebut Sulkaf, 92,90 persen dari target 23.918 ton atau sekitar 22.220,2 ton. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari pencapaian 2009. Pada 2009, pencapaian sebesar 82,9 persen dari target 21.498 ton. Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel sendiri kata Sulkaf, telah melakukan pembinaan pembudidaya sebanyak 228 kelompok. Pada 2009, sebanyak 112 kelompok tersebar di 18 kabupaten kota dengan jumlah paket bantuan sarana produksi sebanyak 1.830 paket.

Sedangkan pada 2010, kelompok yang dibina 106 kelompok di 19 kota dengan jumlah paket bantuan 1.910 paket. "Pada 2011, paket bantuan sarana produksi 1.020 pake," jelasnya.

Dr Richard Callinan, didampingi Ageng Herianto menjelaskan, proyek BMP ini sudah berjalan empat tahun, pihaknya mengkonsentrasikan pembudidayaan udang rakyat di Sulsel dan Jateng untuk udang windu. Masalah utama pembudidayaan udang windu kata Richard adalah penyakit yang tidak tertanggulangi. "Kita mengemas hasil penelitian dari India untuk diadaptasikan ke Indonesia," paparnya.

Hal pertama yang diliat kata dia, bukan produksi, tapi penyakit khususnya penyakit bintik putih. Jika penyakit itu sudah tertanggulangi maka produksi udang dengan sendirinya akan meningkat. Budidaya udang itu sebut Richard, lahannya sudah tidak ideal karena kondisi lingkungan.

"Kita mau sesuaikan dulu dengan kondisi lingkungan. Kata kuncinya menyesuaikan pada tebarnya. Petani maunya menebar sebanyak-banyaknya, tapi kita harus sesuaikan dulu dengan lokasinya," sahutnya.

Penyakit bintik putih sudah dikenal tahun 90-an tapi belum ada obatnya. Jika penyakit ini menyerang dalam waktu dua tiga hari udang akan habis. Porgram budidaya ini sendiri diberlakukan di Pinrang, Barru, dan setelah itu ke Pangkep. Udang windu idealnya dua ekor per meter persegi. Udang windu ini potensial di Pangkep, Barru, Pinrang, dan Bone. Juga didukung Sinjai, Bulukumba dan Luwu Raya.

Kamis, 10 Februari 2011

Berita Pertanian : Akibat Virus, Ekspor Udang Sumut Turun

Medan. Penurunan nilai ekspor udang di Sumatera Utara (Sumut) masih terus terjadi akibat tingginya serangan virus. Padahal permintaan masih tetap ada, namun produksi yang menipis mengakibatkan pamor udang terus hilang.

Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdis Perdagangan Luar Negeri (PLN) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Fitra Kurnia, mengatakan, permintaan udang dari negara luar masih ada namun karena pasokan terbatas Sumut tidak mampu memenuhi semua permintaan buyer. "Kalau untuk ekspor udang memang terus turun, karena produksi lokal saja tidak mencukupi," ujarnya, Selasa (8/2) di Medan.

Berdasarkan data surat keterangan asal (SKA) nilai realisasi ekspor udang tahun 2010 mengalami penurunan hingga 8,56% dengan nilai US$10,133 juta dan volume 10.133 ton dibanding tahun 2009 dengan nilai US$ 79,077 juta dan volume 12.123 ton. Sedangkan untuk negara tujuan ekspor masih dikirim ke Amerika, Jepang, Itali, Hongkong, Perancis dan Belgia.

Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, ekspor udang dan ikan Sumut mengalami penurunan sebesar 0,87% dengan nilai ekspor mencapai US$ 181,7 jura, sedangkan tahun 2009 sebanyak US$ 183,2 juta. "Buyer terbesar dari Sumut yakni Inggris dam Amerika Serikat dikhawatirkan akan beralih ke komoditi China. Apalagi, diketahui bahwa China mengandalkan harga murah," ungkapnya.

Kepala Sub Dinas Bina Produksi dan Teknologi Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Robert Napitupulu mengatakan, serangan virus pada udang windu sebenarnya telah dilakukan. Tapi persoalannya semua aspek baik teknis, lingkungan dan sosial juga ikut bepengaruh.

"Penyebab virus dan penyakit nya sudah bisa diatasi, tapi masih diperlukan pencegahan dan perlindungan yang harus dilakukan masyarakat dan pihak terkait," katanya.

Perlindungan produksi dari serangan virus dibutuhkan dari pelaku-pelaku usahanya baik dari awal budidaya hingga masa pasca panen. Jadi, jangan berhenti dijalan, karena biasanya di seperempat perjalanan usaha, pelaku budidaya melupakan pencegahan datangnya virus.

"Dengan perubahan iklim dan lingkungan ini, seharusnya menjadi lebih efektif lagi bagi pelaku usaha untuk melindungi produksi budidaya udangnya terhadap penyakit dan virus yang datang," kata Robert.

Untuk penyebab utama serangan virus, lanjutnya, difaktori adanya pencemaran lingkungan dan masyarakat tidak cepat melakukan antisipasi. Padahal virus sangat sensitif menyerang produk hasil laut seperti ikan dan udang.

"Produksi udang naik, tapi tidak signifkan. Tahun ini kita harapkan produksi ikan dan udang rata-rata bisa naik sekitar 10 hingga 20 persen dari pencapaian produksi tahun lalu sebanyak 26.000 ton," harapnya.

Dimana, pembinaan teknis terus dilakukan di setiap Kabupaten/kota penghasil ikan dan udang. Selain itu, yang sifatnya informasi perbaikan akan disampaikan dan pemberian kredit usaha pada petani skala kecil sehingga bisa mengembangkan produksi budidayanya."Pelaku usaha skala kecil selalu terkendala modal dan ini menjadi prioritas utama pemerintah membantu dalam meningkatkan produksi termasuk udang," pungkasnya. (MB)