MAKASSAR. Lahan pertanian, khususnya persawahan, mulai mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang berkepanjangan. Hal ini mengakibatnya puluhan ribu lahan pertanian yang tersebar di beberapa kabupaten di Sulsel terancam mengalami puso.
Di Kabupaten Sidrap dan Pinrang yang luas areal persawahannya mencapai 103 ribu hektare, 48 ribu hektare mengalami kekeringan sejak.
"Artinya, dua kabupaten ini akan kehilangan 268,8 ribu beras. Tapi itu tidak seberapa," jelas Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Sulsel Rahman Tayang, Sabtu (24/9).
Padahal, dua daerah ini merupakan sentra produksi beras di Sulsel, yang mampu memproduksi beras sebanyak 20% dari total produksi beras Sulsel sebanyak 4,4 juta ton pada 2010 lalu. Produktivitas berasnya rata-rata 5,6 ton per hektare.
Sementara, di Kabupaten Jeneponto, dari ratusan hektare areal persawahan yang ada, 26 ribu hektare di antaranya mengalami kekeringan.
Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Jeneponto menunjukkan gagal panen akibat kemarau yang berkepanjangan terjadi di 83 desa dari sebelas kecamatan di Jeneponto.
Kepala Dinas Pertanian Jeneponto Mahlil Sikki mengakui jika perairan di daerahnya tidak banyak membantu untuk mengaliri persawahan para petani, karena lahan yang ada di Jeneponto tidak hanya untuk persawahan tapi juga untuk lahan pertanian lainnya.
Sayangnya, pihaknya belum bisa menuturkan berapa besar penurunan produksi peras akibat kemarau ini.
Hal yang serupa terjadi di Kabupaten Pangkep, setidaknya 6 ribu hektare areal persawahan di sana mengalami kekeringan dan mengakibatkan puso.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Pangkep Muhammad Jafar mengatakan, pemerintah sudah mengimbau petani untuk tidak menanam padi dulu, tapi banyak yang memedulikan imbauannya.
"Akibatnya, ya gagal panen itu. Tapi dibandingkan musim sebelumnya, kualitas produksi di musim ini lebih baik. Cuma memang ada beberapa yang puso karena tidak dialiri air irigasi," ungkap Jafar.
Untuk musim tanam tahun ini, Pemkab Pangkep memprediksi, hanya sekitar 3 ribu hektare sawah yang bisa ditanami padi, tapi petani tetap menanam hingga mengakibatkan ada 6 ribu hektare yang puso.
Dijelaskan Jafar, selama ini, pemkab telah membantu petani dengan mesin pompa untuk mengantisipasi kekeringan itu, utamanya mereka yang dekat dengan sumber air seperti sungai atau danau.
"Yang masalah karena air yang akan disedot tidak ada," tandasnya.
BLOG Ricky Untuk Pertanian. Blog ini memuat tentang pertanian secara umum dan ada tambahan dari berita pertanian, tips ampuh berhubungan dengan pertanian, lowongan kerja bidang pertanian dan resep makanan-minuman dari hasil pertanian. Yang pasti Pertanian Untuk Negeriku Tercinta Indonesia.
Tampilkan postingan dengan label dampak kekeringan pada pertanian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dampak kekeringan pada pertanian. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 24 September 2011
Kamis, 22 September 2011
Berita Pertanian : Tanaman palawija mati kekeringan di Grogol Cilegon
Cilegon. Sebanyak 25 hektare tanaman palawija di Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Provinsi Banten mati akibat kekeringan sehingga petani mengalami kerugian hingga jutaan rupiah setiap hektar.
"Saya mengalami kerugian jutaan rupiah, karena tanaman palawija belum waktunya panen sudah mengering, karena tidak ada air," kata salah seorang petani kacang tanah, kacang panjang, jagung dan kacang hijau, Humaedi, warga Grogol, Minggu.
Senada diungkapkan , warga Grogol lainnya, Fadil yang mengungkapkan, kemarau tahun ini adalah yang paling parah dalam 10 tahun terakhir karena tanaman palawija yang tidak banyak membutuhkan air juga sampai mati.
"Seperti biasa, setelah panen padi saya langsung menanam sayuran seperti kacang panjang, tomat dan cabai. Tapi sekarang tanaman saya mati sebelum masa berbuah," katanya.
Dirinya berharap pemerintah daerah memperhatikan nasib petani yang ada di wilayahnya karena hampir semua petani di Cilegon menggunakan areal tadah hujan. "Kami sangat berharap pemerintah daerah memperhatikan sektor pertanian meski Cilegon sudah ditetapkan sebagai kota industri dan perdagangan," katanya.
Ia memimpikan , pemerintah daerah membuat saluran irigasi atau sumur-sumur, sehingga kesulitan petani di saat kemarau dapat terbantu.
"Kalau musim kemarau, lahan pertanian di Grogol menjadi tidak produktif," katanya.
Terpisah, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Grogol Suherman menjelaskan, di wilayah tugasnya, terdapat 25 hektare sawah tadah hujan. Ia mengakui lahan pertanian itu menjadi tidak produktif di saat musim kemarau.
"Tapi biasanya kalau ada hujan warga menanam sawah itu dengan berbagai tanaman sayuran dan palawija, karena kemaraunya panjang akhirnya tidak produktif," katanya.
Dia menjelaskan, ada empat gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Grogol dengan anggota kelompok mencapai 14 kelompok tani. Jika pada musim hujan, 25 hektare sawah tersebut bisa menghasilkan rata-rata enam ton gabah per hektare.
"Soal permintaan warga kami belum bisa mengusulkan adanya irigasi atau pengadaan sumur ke pemerintah daerah karena belum ada usulan resmi dari warga. Kalau memang mau sebaiknya disampaikan dalam Musrenbang," katanya. (ant)
"Saya mengalami kerugian jutaan rupiah, karena tanaman palawija belum waktunya panen sudah mengering, karena tidak ada air," kata salah seorang petani kacang tanah, kacang panjang, jagung dan kacang hijau, Humaedi, warga Grogol, Minggu.
Senada diungkapkan , warga Grogol lainnya, Fadil yang mengungkapkan, kemarau tahun ini adalah yang paling parah dalam 10 tahun terakhir karena tanaman palawija yang tidak banyak membutuhkan air juga sampai mati.
"Seperti biasa, setelah panen padi saya langsung menanam sayuran seperti kacang panjang, tomat dan cabai. Tapi sekarang tanaman saya mati sebelum masa berbuah," katanya.
Dirinya berharap pemerintah daerah memperhatikan nasib petani yang ada di wilayahnya karena hampir semua petani di Cilegon menggunakan areal tadah hujan. "Kami sangat berharap pemerintah daerah memperhatikan sektor pertanian meski Cilegon sudah ditetapkan sebagai kota industri dan perdagangan," katanya.
Ia memimpikan , pemerintah daerah membuat saluran irigasi atau sumur-sumur, sehingga kesulitan petani di saat kemarau dapat terbantu.
"Kalau musim kemarau, lahan pertanian di Grogol menjadi tidak produktif," katanya.
Terpisah, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Grogol Suherman menjelaskan, di wilayah tugasnya, terdapat 25 hektare sawah tadah hujan. Ia mengakui lahan pertanian itu menjadi tidak produktif di saat musim kemarau.
"Tapi biasanya kalau ada hujan warga menanam sawah itu dengan berbagai tanaman sayuran dan palawija, karena kemaraunya panjang akhirnya tidak produktif," katanya.
Dia menjelaskan, ada empat gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Grogol dengan anggota kelompok mencapai 14 kelompok tani. Jika pada musim hujan, 25 hektare sawah tersebut bisa menghasilkan rata-rata enam ton gabah per hektare.
"Soal permintaan warga kami belum bisa mengusulkan adanya irigasi atau pengadaan sumur ke pemerintah daerah karena belum ada usulan resmi dari warga. Kalau memang mau sebaiknya disampaikan dalam Musrenbang," katanya. (ant)
Senin, 12 September 2011
Berita Pertanian : Ratusan Hektare Tanaman Palawija Puso
BANYUMAS. Ribuan hektare (ha) lahan di Banyumas, Jawa Tengah, dianggurkan oleh petani akibat kekeringan. Sementara itu, ratusan ha sawah lainnya yang ditanami palawija puso akibat kemarau.
Berdasarkan pantauan mediaindonesia.com di sejumlah kecamatan di Banyumas, Senin (12/9), sawah-sawah yang kekeringan dibiarkan tanpa tanaman. Sawah yang dianggurkan itu antara lain berada di Kecamatan Somagede, Banyumas, dan Patikraja.
Salah seorang warga Desa Sokawera, Kecamatan Somagede, Sardi, 43, mengungkapkan sawahnya memang sengaja dianggurkan. "Sawah di sini banyak yang dianggurkan, tidak ditanami palawija. Lebih baik menunggu musim hujan saja, sekalian nanti langsung tanam padi," jelasnya.
Sementara itu, di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Patikraja, Karto Miharjo, 48, mengungkapkan lahan sawah di desa setempat pada umumnya merupakan tadah hujan. Oleh karena itu petani tidak berani menanam palawija, apalagi padi.
"Kalau (tanaman) padi jelas sangat membutuhkan air. Tetapi palawija biasanya tahan kering. Namun demikian petani tidak berani menanam, kerena takut tidak ada hujan. Padahal tanaman palawija juga masih membutuhkan air meski jumlahnya sedikit," katanya.
Berdasarkan pantauan mediaindonesia.com di sejumlah kecamatan di Banyumas, Senin (12/9), sawah-sawah yang kekeringan dibiarkan tanpa tanaman. Sawah yang dianggurkan itu antara lain berada di Kecamatan Somagede, Banyumas, dan Patikraja.
Salah seorang warga Desa Sokawera, Kecamatan Somagede, Sardi, 43, mengungkapkan sawahnya memang sengaja dianggurkan. "Sawah di sini banyak yang dianggurkan, tidak ditanami palawija. Lebih baik menunggu musim hujan saja, sekalian nanti langsung tanam padi," jelasnya.
Sementara itu, di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Patikraja, Karto Miharjo, 48, mengungkapkan lahan sawah di desa setempat pada umumnya merupakan tadah hujan. Oleh karena itu petani tidak berani menanam palawija, apalagi padi.
"Kalau (tanaman) padi jelas sangat membutuhkan air. Tetapi palawija biasanya tahan kering. Namun demikian petani tidak berani menanam, kerena takut tidak ada hujan. Padahal tanaman palawija juga masih membutuhkan air meski jumlahnya sedikit," katanya.
Langganan:
Postingan (Atom)