Washington. Dukungan pemerintah AS untuk etanol telah menyebabkan peningkatan produksi jagung, dan kenaikan tajam dalam impor kedelai. Sebuah laporan yang dirilis oleh ekonom Purdue University for the Farm Foundation menyatakan, permintaan untuk biofuel di AS mendorong harga makanan tinggi tahun ini. Menurut prediksi, harga pangan tidak mungkin kembali turun untuk dua tahun lagi.
Kenaikan dalam impor kedelai China juga menempatkan tekanan pada harga dan pasokan, kata laporan itu.
Sejak tahun 2005, semakin banyak petani AS beralih ke jagung dan kedelai dari tanaman lainnya. Petani di negara-negara lain juga telah beralih ke jagung, namun permintaan terus berkembang.
"Pada tahun 2005, kami menggunakan sekitar 16 juta hektare untuk memasok semua etanol di Amerika Serikat dan impor kedelai China," kata Wallace Tyner, salah satu penulis.
Departemen Pertanian AS melaporkan awal bulan ini bahwa penyuling etanol AS untuk pertama kalinya membutuhkan jagung lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk peternakan.
Butuh 27% dari tanaman jagung tahun lalu untuk memenuhi permintaan untuk etanol jagung. Pusat Pengembangan Pertanian dan Pedesaan di Iowa State University telah memperkirakan bahwa 40% dari tanaman jagung AS kini digunakan untuk membuat ethanol.
Disisi lain China, yang telah membangun cadangan kedelai sejak harga pangan global meningkat pada 2008, merupakan negara yang paling diuntungkan.
Namun laporan tersebut berfokus kuat pada mandat pemerintah AS untuk produksi etanol dan US$ 6 miliar dalam subsidi tahunan untuk kilang etanol. Para penulis memperingatkan ada saja tidak cukup tersedia lahan pertanian untuk beralih ke jagung dan kedelai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar