JAKARTA. Pemerintah telah melakukan impor beras sebesar 500 ribu ton beras dari Vietnam. Ini dilakukan karena menilai stok beras dalam negeri minim.
Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmad Pambudi menilai permasalahannya bukan pada menjaga stok dan kestabilan harga beras.
Tapi, pemerintah telah ketergantungan pada impor.
Sesuai data yang dirilis Bulog (29/7), Bulog melakukan impor sebesar 1,3 juta ton pada Maret 2011. Dari impor beras tersebut, Bulog meraih keuntungan Rp893 miliar. Pundi-pundi keuntungan tersebut akan kian membumbung.
Pasalnya, Bulog telah melakukan impor beras Vietnam sebesar 500 ribu ton, dan akan mengimpor beras dari Thailand.
"Pemerintah tidak seharusnya impor beras. Kita mampu 3 kali swasembada beras pada tahun 1984, 2003-2004, dan 2006. Dan mengapa saat ini tidak?" ungkapnya.
Impor beras, lanjut Rachmat, akan memberi tekanan terhadap seluruh komoditas dalam negeri. Selain itu, impor beras akan menambah jumlah pengangguran di Indonesia. "Bila pemerintah mengimpor beras sebesar 1,5 juta ton beras, setara dengan 2,5 juta ton gabah kering giling (GKG) bila rendemen sekitar 60%. Produksi tersebut didapat dari 500 ribu hektar jika asumsi tingkat produksi 5 ton/ha. Dan bila dalam proses produksi beras itu, dari hulu hingga hilir mempekerjakan 10 orang, sekitar 5 juta kesempatan kerja hilang," paparnya.
Tragisnya lagi, kata Rachmad, impor beras memberi efek psikologis buruk pada petani. Impor beras seringkali membuat harga beras turun pada saat panen.
"Bila harga turun Rp100/kg. Maka kerugian petani untuk produksi panen raya sebesar 65 GKG juta ton, mencapai Rp6,5 triliun. Seluruh sektor perberasan tentu akan mengurangi kapasitasnya akibat kerugian tersebut," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar