JAKARTA. Pemerintah kukuh akan melakukan impor beras, meski produksi beras diperkirakan surplus hingga 4% sampai akhir tahun 2011.
Ada pertentangan kepentingan diantara instansi pemerintah dari kebijakan impor tersebut. Hal tersebut ditegaskan pengamat pertanian Bustanul Arifin. Kebijakan impor beras seharusnya dilakukan setelah mendengar masukan dan pendapat dari berbagai kalangan termasuk petani, pengamat, dan dewan ketahanan pangan.
"Kami tidak pernah diajak diskusi oleh pemerintah soal importasi ini. Karena itu, saya sendiri tidak tahu harus berkomentar apa," kata Bustanul saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/7).
Menurut Bustanul, pemerintah seharusnya tidak melakukan impor. Sebab, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (1/7) menyebutkan produksi beras berdasarkan Angka Ramalan II naik 2,4 persen.
"Kalau surplus seharusnya kita tidak impor. Jika memang asumsi datanya benar, berarti ada persoalan dalam penyerapan Bulog yang disebabkan oleh perencanaan awal pemerintah yang tidak baik," jelasnya.
Dia meminta pemerintah lebih baik berkaca pada kinerja masing-masing di kementerian. "Jangan buat masyarakat bingung. Tidak ada artinya kalau masyarakat disuguhi data surplus beras dari BPS, tapi seminggu kemudian ada keputusan untuk mengambil kebijakan impor," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memastikan keran impor akan dibuka tahun ini. Selain dari Thailand dan Vietnam, impor beras juga tengah dijajaki diambil dari Pakistan dan India.
"Intinya yang paling penting adalah kami sudah pasti akan melakukan impor supaya stok Bulog aman," ungkap Mari.
Impor dari kedua negara alternatif tersebut, kata dia, akan dilakukan melalui MoU (nota kesepahaman) seperti importasi dari Thailand maupun Vietnam secara G to G. Meskipiun importasi beras dilakukan secara G to G, namun dalam realisasasinya dilakukan secara Business to Business.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar