Dirjen Hortikultura Kementan Hasanuddin
Ibrahim di Jakarta, Selasa (19/3) mencontohkan, bawang merah, komoditas
yang harganya melambung belakangan ini, hanya ditanam saat musim kering
sementara periode Juli-September merupakan masa panen komoditas
tersebut. "60% produksi nasional dipenuhi di periode Juli-September.
Kalau sedang panen, Indonesia bahkan bisa ekspor bawang merah," katanya.
Demikian juga, lanjutnya, kebutuhan cabai besar sebagian masih harus dipasok impor karena masa panennya hanya jatuh di periode Juli-Oktober. Komoditas lainnya yang masih membutuhkan impor adalah kentang granola yang masa panennya jatuh pada Juli-September.
Oleh karena itu, menurut Dirjen Hortikultura, pihaknya merekomendasikan agar skema impor produk hortikultura dilakukan dengan cara buka-tutup untuk melindungi petani lokal. Skema tersebut, harus disesuaikan dengan pola panen masing-masing komoditas.
"Kami merekomendasikan impor hortikultura dengan sistem buka tutup. Saat sedang panen kerannya ditutup, sedangkan saat tidak panen kerannya dibuka," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Hasanuddin, keran impor bawang merah sebaiknya hanya dibuka sejak bulan November hingga Mei. Meskipun masih harus dilakukan impor, secara umum komoditas bawang merah, cabai merah dan kentang termasuk dalam kategori yang sudah masuk tahap swasembada.
Sementara itu khusus untuk komoditas bawang putih, pihaknya mengakui, Indonesia sulit bergantung pada pasokan dalam negeri. "Sulit untuk memenuhi kebutuhan nasional hanya dari pasokan dalam negeri. Saat ini, jumlah petani yang menanam bawang putih sudah semakin sedikit," katanya.
Menurut Hasanuddin, bawang putih harus ditanam di kondisi cuaca tertentu agar hasilnya bagus, selain itu komoditas ini harus melewati musim salju dengan suhu ekstrim agar bisa berproduksi secara maksimal.
Meski demikian, lanjutnya, bawang putih bisa diproduksi di Indonesia asalkan ditanam di ketinggian 1.000 mdpl (meter di atas permukaan laut). Menurutnya, pasokan dalam negeri hanya mampu memenuhi 5-10 persen kebutuhan nasional. "Itu pun untuk memenuhi kebutuhan industri jamu karena aroma bawang putih Indonesia tiga kali lebih kuat dibandingkan bawang putih impor," katanya. (ant)
Demikian juga, lanjutnya, kebutuhan cabai besar sebagian masih harus dipasok impor karena masa panennya hanya jatuh di periode Juli-Oktober. Komoditas lainnya yang masih membutuhkan impor adalah kentang granola yang masa panennya jatuh pada Juli-September.
Oleh karena itu, menurut Dirjen Hortikultura, pihaknya merekomendasikan agar skema impor produk hortikultura dilakukan dengan cara buka-tutup untuk melindungi petani lokal. Skema tersebut, harus disesuaikan dengan pola panen masing-masing komoditas.
"Kami merekomendasikan impor hortikultura dengan sistem buka tutup. Saat sedang panen kerannya ditutup, sedangkan saat tidak panen kerannya dibuka," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Hasanuddin, keran impor bawang merah sebaiknya hanya dibuka sejak bulan November hingga Mei. Meskipun masih harus dilakukan impor, secara umum komoditas bawang merah, cabai merah dan kentang termasuk dalam kategori yang sudah masuk tahap swasembada.
Sementara itu khusus untuk komoditas bawang putih, pihaknya mengakui, Indonesia sulit bergantung pada pasokan dalam negeri. "Sulit untuk memenuhi kebutuhan nasional hanya dari pasokan dalam negeri. Saat ini, jumlah petani yang menanam bawang putih sudah semakin sedikit," katanya.
Menurut Hasanuddin, bawang putih harus ditanam di kondisi cuaca tertentu agar hasilnya bagus, selain itu komoditas ini harus melewati musim salju dengan suhu ekstrim agar bisa berproduksi secara maksimal.
Meski demikian, lanjutnya, bawang putih bisa diproduksi di Indonesia asalkan ditanam di ketinggian 1.000 mdpl (meter di atas permukaan laut). Menurutnya, pasokan dalam negeri hanya mampu memenuhi 5-10 persen kebutuhan nasional. "Itu pun untuk memenuhi kebutuhan industri jamu karena aroma bawang putih Indonesia tiga kali lebih kuat dibandingkan bawang putih impor," katanya. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar