"Menanam nenas jauh lebih menguntungkan dibanding komoditas hortikultura lainnya. Selain perawatannya mudah dan murah, harga jual nenas juga tinggi. Dan, dalam sehari saya bisa menjual buah nenas sekitar 30 buah dengan harga jual rata-rata Rp 5.000. Tidak hanya itu, nenas Pakpak dari dulu sudah sangat terkenal sehingga tidak sulit untuk memasarkannya."
Menurut Jamiatul, dengan sistem penjualan langsung yang dilakukannya sendiri laba yang diperoleh jauh lebih banyak ketimbang menjualnya dengan agen atau pedagang pengumpul. Buah-buah nenas yang dipanen dari kebunnya itu dipajangnya persis di depan rumahnya yang memang berada di pinggir jalan raya.
"Kalau kita menjual langsung, harga yang kita buat bervariasi tergantung dari besar kecilnya buah. Kalau ukurannya besar, harganya bisa Rp 7.000 - Rp 8.000 per buah tapi kalau ukurannya kecil biasanya saya jual Rp 10.000 untuk tiga buah," aku pria berusia 45 tahun ini.
Namun, bila dirata-ratakan harga nenas yang dijualnya Rp 5.000 per buah. Dengan harga tersebut, dalam sebulan ia bisa memperoleh pendapatan berkisar Rp 4,16 juta atau berkisar Rp 50 juta dalam setahun. "Uang yang diperoleh lumayan, bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak dan sisanya untuk ditabung," katanya tersenyum.
Biasanya kata dia, pembeli yang datang ke "kios"nya adalah pendatang dari luar daerah Pakpak Bharat, seperti dari Medan untuk dijadikan oleh-oleh. "Mereka (pembeli-red) yakin kualitas nenas yang kita jual tidak akan mengecewakan tidak seperti nenas-nenas dari daerah lainnya yang rasanya terkadang asam," ujarnya.
Budidaya nenas sudah dilakukan bapak dua putra dan tiga putri ini sejak lima tahun silam. Tingginya harga jual nenas dan selalu stabil membuat Jamiatul meninggalkan tanaman kopi ateng yang sebelumnya dibudidayakannya.
Menurutnya, tanaman kopi banyak risiko terutama soal harga yang selalu fluktuatif mengikuti harga luar negeri dan cenderung turun di samping tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk membeli pupuk dan obat-obatan. Apalagi saat ini, tanaman kopi banyak diserang hama dan penyakit sehingga produksinya menurun.
"Tadinya, tidak semua lahan kopi saya gunakan untuk menanam nenas, hanya sebagian saja. Tapi, karena menanam nenas jauh lebih ringan perawatannya maka tanaman kopi yang adapun saya bongkar semuanya dan saya alihkan ke tanaman nenas. Jadi, nenas yang saya tanam sekarang ini masih 4.000 pokok," terang Jamiatul.
Bicara tentang budidaya, Jamiatul mengaku, menanam nenas sangat mudah dan nyaris tanpa biaya yang berarti. Dengan menggunakan bibit lokal unggul, nenas yang ditanam sudah dapat berproduksi saat berumur 1,5 tahun. "Keunikan dari menanam nenas ini adalah anakannya atau tunas-tunas baru yang terus tumbuh. Jadi, kita tidak susah lagi untuk menanamnya kembali saat nenas sudah dipanen. Jumlah anakan yang tumbuh juga banyak dan anakan itu akan berbuah," sebutnya.
Biasanya kata dia, ukuran buah pada anakan pertama, kedua dan ketiga akan lebih besar untuk selanjutnya, ukuran buah berkurang. Namun, soal rasa dan aroma tidak akan berpengaruh, artinya rasa dan aroma nenas Pakpak Bharat tetap manis, renyah dan wangi.
Sedangkan terhadap pupuk yang diberikan, Jamiatul mengaku untuk saat ini tanaman nenasnya belum diberi pupuk dan hanya mengandalkan unsur hara yang ada di dalam tanah saja. Hanya saja yang menjadi masalah selama ini adalah serangan hama berupa tikus dan musang. Tapi itu juga menurutnya tidak terlalu berarti.
Sementara untuk penyakit sejauh ini belum ada. "Intinya, biaya produksi yang saya keluarkan selama menanam nenas ini hanya tenaga dan biaya pestisida untuk membasmi gulma atau rumput. Itu juga tidak terlalu sering dan besar," akunya.
Jadi kata Jamiatul lagi, membudidayakan nenas sangat-sangat menguntungkan tidak seperti tanaman hortikultura lainnya seperti jeruk atau juga tanaman perkebunan seperti kopi yang membutuhkan biaya besar di samping perawatan yang butuh perhatian.
Mengenai bibit yang digunakan, ia mengaku menggunakan bibit nenas lokal. "Nenas Pakpak Bharat dari dulu sudah terkenal dengan rasanya yang manis dan renyah serta aromanya yang wangi. Jadi, kalau untuk bibit saya menggunakan bibit nenas lokal. Apalagi, nenas Pakpak Bharat sudah dipatenkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai produk unggulan lokal Sumatera Utara dalam hal ini Kabupaten Pakpak Bharat," ujarnya.
Puluhan Juta Rupiah tiap Panen
Berdasarkan data yang diperoleh, dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, luas tanaman nenas sejak tahun 2006 hingga 2010 mengalami peningkatkan meskipun tidak signifikan. "Memang penambahan luasnya tidak signifikan, namun dengan adanya peningkatan tersebut menandakan bahwa masyarakat mulai tertarik untuk membudidayakan nenas," kata Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu, belum lama ini.
Didampingi Asisten Administrasi dan Pembangunan Sustra Ginting, dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Mukhtar AW, Bupati mengatakan, luas tanaman nenas tahun 2006 hanya berkisar 55 hektare dengan produksi yang dihasilkan mencapai 287 ton.Kemudian tahun 2007, luas tanaman nenas bertambah menjadi 57 hektare dengan total produksi 304 ton, tahun 2008 menjadi 60 hektare dengan produksi 301 ton. Dan pada tahun 2009, luas tanaman nenas bertambah menjadi 69 hektare dengan produksi 307 ton. Sedangkan untuk tahun 2010 luasnya meningkat menjadi 80 hektare dengan total produksi 299 ton.
"Kalau untuk produksi yang diperoleh tahun 2010 ada penurunan dibanding tahun 2007, karena tanaman belum menghasilkan. Tapi dari segi luas pertanaman terus bertambah dari tahun ke tahun," kata Mukhtar menambahi.
Mengenai sentra pengembangan nenas, Mukhtar mengatakan, hampir menyebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat namun pertanaman yang paling luas ada di Kecamatan Salak. Siempat Rube dan Sitellu Tali Urang Jehe. "Inilah daerah yang menjadi sentra tanaman nenas di Kabupaten Pakpak Bharat," sebutnya.
Terhadap pengembangan nenas di kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi itu, Mukhtar mengatakan, untuk tahun 2012, pihaknya telah memprogramkan pengembangan bibit nenas seluas 2 hektare."Selain itu kami juga telah mengusulkan untuk perluasan tanaman nenas seluas 40 hektare pada tahun 2012 mendatang serta pemberian sarana produksi seperti pupuk organik," jelasnya.
Mukhtar juga menyebutkan, sistem budidaya yang dilakukan tidaklah rumit dalam arti tidak membutuhkan perawatan intensif. Namun, untuk tetap mempertahankan bobot buah dengan ukuran rata-rata 3 - 4 kg per buah, tanaman harus dipupuk terutama dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang.
Di samping itu, tunas-tunas baru atau anakan nenas yang baru muncul yang jumlahnya bisa berkisar antara tiga hingga empat tunas per rumpun harus dipangkas sebagian. "Jangan semua tunas baru itu dibiarkan berbuah, karena hasilnya terutama dari segi ukuran akan kecil.
Sebaiknya, untuk menghasilkan buah dengan ukuran besar hingga mencapai 6 kg per buah, sebaiknya satu atau dua tunas saja yang dibiarkan untuk berbuah," jelasnya.
Kebiasaan petani selama ini, kata Mukhtar, semua tunas atau anakan yang muncul dibiarkan untuk berbuah. Jadinya, ukuran buah mengecil dan itu ditambah lagi dengan tanaman yang tidak diberi pupuk. "Boleh-boleh saja, semua tunas itu dijadikan untuk berbuah, tapi dengan catatan tanaman harus diberi pupuk," kata Mukhtar lagi.
Dikatakannya, dalam satu hektare, nenas dapat ditanam sebanyak 10.000 batang dengan jarak tanam 1 x 1 meter. Dan, biasanya tanaman mulai berproduksi setelah berumur 1,5 tahun. Jadi, dengan jumlah tanaman 10.000 batang dan berat buah rata-rata 4 kg per buah, maka produksi yang diperoleh bisa mencapai 40 ton.
"Dengan harga katakanlah Rp 5.000 per buah dikali dengan 10.000 buah maka omzet yang diperoleh petani bisa mencapai Rp 50 juta per hektare. Sedangkan pada periode berikutnya, nenas dapat dipanen enam bulan sekali. Bayangkan, betapa besarnya omzet yang diperoleh dari menanam nenas ini," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar