JAKARTA. Kementerian Pertanian mengungkapkan 90% biaya usaha pertanian ditanggung oleh para petani sendiri. Sementara itu sekitar 7% dari biaya usaha tani dibiayai dari sektor informal seperti rentenir.
"Sedangkan keterlibatan bank dalam pembiayaan usaha tani hanya satu hingga dua persen," kata Direktur Pembiayaan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Mulyadi Hendiawan, di Jakarta, Sabtu (8/10).
Selama ini, petani sulit mengakses kredit usaha perbankan karena masih terkendala persyaratan yang mewajibkan bankable maupun feasible.
"Petani skala kecil sulit untuk memenuhi persyaratan itu. Oleh karena itu, program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) lamban realisasinya ke petani," katanya.
Karena itu, menurut Mulyadi, peran petani sangat besar dalam membiayai usaha tani yang dijalankan.
Dalam temu koordinasi kehumasan yang digelar Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian di Yogyakarta, Mulyadi menyatakan, realisasi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) untuk 2011 hingga Juli mencapai Rp1,171 triliun atau 13,4% dari plafon Rp8,753 triliun.
Untuk Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) sebesar Rp1,811 triliun atau 4,7 persen dari plafon yang disediakan sebanyak Rp38,603 triliun.
Sedangkan realisasi Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) sebesar 7,2% dari plafon Rp3,822 triliun atau sebesar Rp0,27 triliun.
Selain di bidang pembiayaan, menurut Direktur Pengelolaan Air Irigasi Ditjen PSP, Prasetyo Nuchsin, peran aktif petani juga terlihat dalam kegiatan pengembangan infrastruktur pengairan sawah.
Infrastruktur pengairan sawah, tambahnya, yakni Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Perdesaan (JIDES), Pengembangan Tata Air Mikro (TAM), air tanah dangkal, air permukaan, embung/dam parit, sumur resapan, Pengembangan PIP, Pemberdayaan P3A (Paguyuban Petani Pemakai Air), Sekolah Lapang Iklim dan air tanah dalam.
Dari sejumlah kegiatan pengelolaan air irigasi tersebut hampir semua dilaksanakan oleh petani, hanya SL Iklim dan Air tanah dalam yang dilakukan secara kontraktual dengan swasta.
"Wujud partisipasi masyarakat ini bisa berupa penyediaan material atau bangunan, tenaga kerja serta dana," katanya.
Prasetyo mengakui, dengan minimnya anggaran yang disediakan negara saat ini, maka kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur pertanian kurang dari 10 persen.
"Untuk itu jangan berharap pada pemerintah dalam mengembangkan jaringan irigasi persawahan," katanya. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar