Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) akan mendorong pengembangan sentra hortikultura di Indonesia Timur menjadi alternatif pemasok sayuran untuk pasar ekspor. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP), Zaenal Bachruddin, di Jakarta, Jumat (25/11) mengakui, saat ini kegiatan peningkatan pasokan sayuran dan buah berorientasi ekspor masih fokus pada empat propinsi yakni, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Ke depan kami akan mendorong pengembangan sentra hortikultura di Indonesia Timur seperti Sulawesi Selatan sebagai alternatif pemasok sayuran untuk pasar ekspor," katanya.
Untuk itu, lanjutnya, sudah mulai dirintis dengan ekspor perdana sayur buncis dari Sulawesi Selatan ke Singapura bulan lalu. Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan produksi sayuran dan buah di propinsi tersebut terus meningkat, apalagi sudah ada penerbangan reguler Garuda yang langsung dari Makassar menuju Singapura. "Ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana transportasi," katanya.
Pada kesempatan tersebut Zaenal menyatakan, masih adanya sejumlah hambatan yang menyebabkan penurunan daya saing ekspor produks hortikultura (buah dan sayuran) Indonesia di pasar internasional.
Beberapa hambatan tersebut antara lain produk yang kurang memenuhi standar yang dipersyaratkan negara tujuan ekspor seperti kesegaran dan keamanan pangan, buruknya infrastruktur jalan di sentra produksi, dan sarana pelabuhan yang kurang mendukung.
Selain itu, tambahnya, juga masih tingginya tarif kargo angkutan udara bagi ekspor produk hortukultura. "Faktor-faktor tersebut akhirnya bermuara pada inefisiensi yang mengakibatkan harga jualnya tinggi, meski potensi sumberdaya alam Indonesia melimpah," katanya.
Namun, kata dia, negara-negara produsen hortikultura lainya seperti China, Vietnam, Thailand dan Malaysia justru memberikan kemudahan dan insentif tinggi bagi pengusaha yang akan ekspor.
Dia mencontohkan, Thailand memberikan bunga bank hanya 6% dan Taiwan 1%. "Padahal pasar menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Sebab kegiatan apapun tergantung pasar," katanya.
Karena itu, tambahnya, pemerintah berusaha memfasilitasi petani dan pengusaha agar bisa berjalan bersama. Selama ini negara lain lebih baik dalam memfasilitasi petani maupun pengusahanya. "Dengan Undang-undang Perlindungan Petani diharapkan akan ada kebijakan makro yang berpihak terhadap permodalan petani," ujarnya.
Sementara itu Direktur Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen PPHP Nazaruddin menyatakan, untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura nasional pemerintah telah mengembangkan sejumlah strategi yakni Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices dan Good Distribution Practices.
"GAP atau praktek budidaya yang baik meliputi pemilihan bibit tanaman buah yang unggul, pemeliharaan yang intensif serta perlindungan terhadap hama dan penyakit," katanya pada Temu Koordinasi Kehumasan yang digelar Ditjen PPHP di Bandung.
Sedangkan GMP atau penanganan dan pengolahan yang baik antara lain meminimalisir kerusakaan saat setelah pasca panen, meningkatkan nilai tambah, mempertahankan tekstur, citarasa dan nilai nutrisi. Kemudian pengemasan untuk memperpanjang daya simpan, kemudahan distribusi dan menyiasati panen raya.
Sementara GDP yakni strategi pemasaran antara lain dengan survei pasar, pembenahan sistem distribusi, infrastruktur pemasaran serta menjaga kontinuitas produk. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar