Tidak ada tawar-menawar lagi, mau tak mau petani harus menggunakan pupuk organik sekarang juga! Hanya pupuk organik satu-satunya jalan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia tanah serta mengembalikan kesuburan lahan pertanian yang saat ini telah jenuh akibat penggunaan pupuk nonorganik yang secara terus-menerus dengan jumlah yang relatif tinggi.
Itulah kalimat tegas yang disampaikan Kepala Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara (Sumut) Musfal, Selasa (14/11) di ruang kerjanya, Jalan Jenderal AH Nasution, Medan.Penegasan itu terkait dengan semakin parahnya kondisi kesuburan lahan pertanian baik lahan sawah maupzun lahan kering yang ada di propinsi ini. Padahal, Sumut adalah salah satu propinsi penyangga ketahanan pangan nasional. “Kalau tidak segera diperbaiki sedini mungkin maka produksi pertanian Sumut akan terus menurun. Sementara biaya produksi semakin membengkak,” katanya lagi.
Penurunan produksi pertanian itu menurut Musfal, gara-gara degradasi lahan yang disebabkan oleh pemberian pupuk nonorganik yang tak beraturan atau tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sementara petani jarang sekali mengembalikan bahan organik itu ke lahan.
Padahal, bahan organik sangat mudah didapat, seperti dari jerami padi. Jerami hasil panen dapat dikomposkan untuk selanjutnya ditaburkan ke lahan. Namun, yang terjadi di tingkat petani adalah membakar jerami padi tersebut dengan mengesampingkan efek yang ditimbulkan. Abu hasil bakaran jerami itu justeru dapat merusak sifat fisik, kimia dan biologi tanah di samping matinya mikroba tanah sebagai pengurai bahan organik.
“Kalau jerami dibakar yang tinggal hanya abu dan kandungan abu dominan adalah kalium sedangkan kandungan bahan organiknya sudah hilang,” jelasnya.
Makanya, saat ini program pemerintah adalah pengembalian bahan organik melalui penggunaan pupuk organik khususnya pupuk organik granular/butiran (POG).
Secara umum, kondisi tanah pertanian sudah menumpuk atau terfiksasi (terikat-red) khususnya unsur P dan K. Nah, karena sudah terikat maka tanaman tidak bisa mengambilnya untuk memenuhi kebutuhan tanaman. “Sebetulnya, hara di dalam tanah bukan miskin hanya saja tanaman tidak bisa mengambilnya karena sudah terfiksasi tadi. Dan, untuk bisa mengambilnya adalah dengan menambahkan bahan organik dengan pemberian pupuk organik,” jelasnya.
Alasan itulah yang menyebabkan mengapa penggunaan pupuk organik di Kabupaten Karo cukup besar. Pupuk organik kata Musfal, bila sudah dimasukkan ke dalam tanah dalam prosesnya akan mengeluarkan asam-asam organik yang berfungsi melarutkan P dan K yang terfiksasi tadi terlepas dan terlarut di dalam air sehingga bisa diambil tanaman melalui akarnya. “Makanya, sekarang ini dianjurkan menggunakan bahan organik dalam proses budidaya pertanian,” terang Musfal.
Tingkat keparahan lahan pertanian yang paling tinggi menurut dia, adalah pada lahan kering seperti hortikultura. Salah satu contohnya adalah Kabupaten Karo. Itu terlihat dari tingginya penggunaan pupuk organik di daerah penghasil hortikultura terbesar di propinsi ini tiap kali akan menanam.
“Rata-rata, seorang petani di Karo menghabiskan empat hingga lima ton pupuk organik per hektare. Tanpa penggunaan pupuk organik, produksi yang akan dihasilkan tidak seperti yang diharapkan atau dengan kata lain rendah. Dan, itu ditambah lagi dengan penggunaan pupuk konvensional, seperti urea, TSP dan KCl dalam jumlah yang berlebih lagi,” ujarnya.
Akibatnya, biaya produksi tinggi sementara hasil panen yang diperoleh sama dengan hasil panen sebelumnya. Jika cost sudah tinggi, maka nilai jualnya pun akan tinggi, kalau tidak petani akan merugi. “Inilah, salah satu penyebab produk pertanian kita sulit bersaing dengan produk luar negeri khususnya dari segi harga. Produk yang kita tawarkan selalu lebih tinggi dibanding impor punya,” kata Musfal.
Musfal mengatakan, banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pupuk organik, diantaranya, bisa melepaskan bahan organik yang terfiksasi, mengnadung unsur hara yang lengkat khususnya unsur mikro yang diperlukan oleh tanaman umumnya padi sawah seperti unsur Cu (cuprum) dan Zn.
Umumnya, kata dia, lahan sawah yang terfiksasi sangat tinggi yang disebabkan kekurangan unsur Cu dan Zn. “Kadar bahan organik di dalam tanah biasanya diukur dengan nilai C organik. Dan, sesuai dengan Permentan, nilai C organik tanah lebih besar dari 12% sedangkan nilai C/N (tingkat kematangan bahan organik) yang dianjurkan antara 15 – 25 persen. Dan, untuk mengetahui kadar C ataupun C/N bisa diukur dengan menggunakan alat,” kata Musfal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar