PEKANBARU. Rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 1 April mendatang diprediksi akan menyengsarakan kehidupan petani kelapa sawit di Indonesia.
Apalagi sistem perkebunan yang berbasis penguasaan oleh perseorangan itu akan membuat petani sawit dan pekerja perkebunan menanggung biaya tinggi dari kenaikan harga BBM.
"Kami menyikapi hal ini karena dampaknya sangat menyengsarakan petani kelapa sawit dan buruh perkebunan hingga masyarakat adat," kata Koordinator Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto kepada mediaindonesia.com di Pekanbaru, Riau, Senin (26/3).
Menurutnya, pemiskinan umum dari implikasi penaikan harga BBM terhadap etani terjadi karena ketimpangan sistem agraria. Pasalnya, selama beberapa periode kekuasaan pascareformasi, penaikan harga BBM tidak pernah diikuti dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) Sawit yang dihasilkan petani.
Dampak lanjut dari penaikan harga BBM itu bagi petani kelapa sawit akan memperbesar biaya indek K (potongan pabrik untuk TBS milik petani dalam rangka biaya pengolahan dan pengangkutan crude palm oil/CPO). Itu diatur dalam penentuan harga komoditas kelapa sawit dan menguntungkan perusahaan perkebunan.
"Dalam proses itu, pengusaha perkebunan akan melibatkan petani sawit menanggung biaya tinggi dari penaikan BBM tersebut melalui Indek K," jelas Mansuetus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar