JAKARTA. Pemerintah telah menyiapkan bantuan langsung kepada masyarakat miskin jika kenaikan harga BBM subsidi dilakukan. Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri mengestimasi pemberian 'BLT' dilakukan selama 8 bulan.
Hal ini disampaikan Salim Segaf usai Rakor bersama Menko Ekonomi Hatta Rajasa di kantor Bappenas, Jakarta, Jumat (24-2).
"(Pemberian BLT) sekitar delapan bulan. Teknisnya kita lihat nanti," katanya.
Salim menjelaskan, pemerintah akan mengkomunikasikan rencana pemberian BLT kepada DPR. Pemberian BLT apakah Rp 100 ribu atau nilai lain, masih terus digodok pemerintah.
"Kita belum final dan perlu dibicarakan dengan DPR juga. Tapi kalau yang miskin itu, harus ditingkatkan penghasilannya. Kalau tidak kasihan juga," tuturnya.
"(Anggaran BLT) Mungkin jumlahnya bisa bertambah atau berkurang," tegasnya.
Pemerintah pun masih memerlukan waktu untuk merumuskan kelompok sasaran BLT secara rinci. "Itu nanti kita putuskan. Kita kan masih punya waktu. Kalau awal April kan masih sebulan lagi," ucap Salim.
Angka BLT Rp 100 ribu, lanjut Salim, sangat cukup bagi masyarakat miskin. "Saya pikir untuk masyarakat miskin lumayan kan. Jadi masih bisa lah. Saya pikir angka itu akan mengarah ke situ kalau diputuskan," imbuhnya.
Penyaluran BLT pun nantinya melalui BUMN dengan jaringan distribusi luas hingga pelosok. Layaknya PT Pos Indonesia (Persero) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).
Lalu bagaimana teknis pemberian BLT?
"Pertama, data mereka ada yang di bawah garis kemiskinan. Kalau di Kemensos itu, namanya peserta program keluarga harapan. Itu pasti masyarakat miskin. By name, by address. Datanya akurat," pungkasnya.
Kenaikan BBM, Hatta Bungkam Sebelum Lapor ke DPR
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengaku, kenaikan harga BBM subsidi mungkin terjadi. Namun ia bungkam soal kenaikan BBM ini sebelum pemerintah melapor ke DPR Selasa pekan depan.
"Jangan mendahului pembahasan bersama DPR," kata Hatta.
Apakah kenaikan maksimal Rp 1.500 per liter, Hatta kembali bungkam. Draft rancangan kenaikan BBM juga belum diserahkan kepada Komisi VII DPR.
"Ini jangan sesuatu sebelum. Ini adalah kewenangan pemerintah dengan DPR," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar