Jakarta. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menilai kenaikan harga eceran tertinggi (HET) untuk pupuk urea bersubsidi sebesar 12,5% per 1 Januari 2012 dari sebelumnya Rp 1.600 per kg menjadi Rp1.800 per kg akan memberatkan petani.
"Petani yang mempunyai lahan kecil atau kurang dari 0,3 hektare akan kesulitan dengan naiknya harga pupuk bersubsidi sebesar 12,5 persen. Kalau untuk petani yang mempunyai lahan lebih dari 1 hektare tentu tidak masalah karena diimbangi dengan hasil panen," kata Winarno di Jakarta, Rabu (4/1).
Winarno mengatakan walaupun kenaikan hanya Rp200 per kg, namun akan mempengaruhi konsumsi pupuk sehingga hasil panen tidak maksimal yang akan berdampak pada hasil panen. "Bagi petani kecil, kenaikan Rp 100 atau Rp 200 per kg akan berpengaruh karena penghasilan yang tidak sesuai dengan pengeluaran," sebut dia.
Apalagi, lanjut dia, tata niaga hasil pertanian di dalam negeri cukup buruk sehingga menyulitkan petani untuk menjual hasil pertaniannya. "Satu sisi pemerintah meminta pada petani untuk terus menanam, namun di sisi lain pemerintah tidak menyediakan jalur distribusi untuk penjualan hasil pertanian," keluh lelaki berusia 55 tahun ini.
Salah seorang petani di Batu Sangkar, Sumatera Barat, Januar, mengeluhkan kenaikan harga pupuk urea bersudsidi ini karena akan semakin memberatkan petani. "Kenaikan sekecil apapun tentunya bagi petani sangat memberatkan," ujar Januar.
Sebelum adanya kenaikan harga saja, kata Januar, membeli dengan harga Rp 85.000 per satu kantong dengan berat 50 kilogram atau dengan kata lain dia membeli dengan harga Rp 1.700 perkg. Menurut Januar, harga pupuk urea bersubsidi di daerahnya memang melebihi HET, karena di antar langsung oleh pedagang ke tempat.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan, mengatakan kenaikan harga pupuk bersudsidi tidak akan merugikan petani karena meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP).
Kenaikan NTP mengindikasikan harga jual produk pertanian lebih cepat daripada kenaikan ongkos. Sepanjang 2011, NTP terus meningkat dari di bawah 100 menjadi 105,64. (ant)
Winarno mengatakan walaupun kenaikan hanya Rp200 per kg, namun akan mempengaruhi konsumsi pupuk sehingga hasil panen tidak maksimal yang akan berdampak pada hasil panen. "Bagi petani kecil, kenaikan Rp 100 atau Rp 200 per kg akan berpengaruh karena penghasilan yang tidak sesuai dengan pengeluaran," sebut dia.
Apalagi, lanjut dia, tata niaga hasil pertanian di dalam negeri cukup buruk sehingga menyulitkan petani untuk menjual hasil pertaniannya. "Satu sisi pemerintah meminta pada petani untuk terus menanam, namun di sisi lain pemerintah tidak menyediakan jalur distribusi untuk penjualan hasil pertanian," keluh lelaki berusia 55 tahun ini.
Salah seorang petani di Batu Sangkar, Sumatera Barat, Januar, mengeluhkan kenaikan harga pupuk urea bersudsidi ini karena akan semakin memberatkan petani. "Kenaikan sekecil apapun tentunya bagi petani sangat memberatkan," ujar Januar.
Sebelum adanya kenaikan harga saja, kata Januar, membeli dengan harga Rp 85.000 per satu kantong dengan berat 50 kilogram atau dengan kata lain dia membeli dengan harga Rp 1.700 perkg. Menurut Januar, harga pupuk urea bersubsidi di daerahnya memang melebihi HET, karena di antar langsung oleh pedagang ke tempat.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan, mengatakan kenaikan harga pupuk bersudsidi tidak akan merugikan petani karena meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP).
Kenaikan NTP mengindikasikan harga jual produk pertanian lebih cepat daripada kenaikan ongkos. Sepanjang 2011, NTP terus meningkat dari di bawah 100 menjadi 105,64. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar