“Selama ini persepsi bertani itu di lahan yang luas, padahal di lahan sempit juga bisa dilakukan. Tentunya dengan menggunakan media tumbuh seperti polibag atau kantongan plastik yang banyak ditemukan di sekitar kita,” katanya kepada wartawan, di sela-sela acara Pendidikan dan latihan Kader Pertanian HKTI Sumut, Kamis (12/1) di Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Jalan T Amir Hamzah, Medan.
Hadir sebagai nara sumber, Kepala Dinas Pertanian Sumut M Roem diwakili Boedhy Shandjaya, Dekan Fakultas Pertania Universitas Al Washliyah (Univa) Medan M Idris, dan dari HKTI Sumut dibawakan oleh Wakil Ketua Tatty Habib Nasution serta Wakil Sekretaris Dony Parlin Sipayung.
Didampingi Ketua HKTI Medan Rinaldi Amri, Zaman Gomo Mendrofa mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan komoditas yang akan dikembangkan. “Untuk lahan sempit, yang cocok dikembangkan misalnya buah-buahan, sayur mayur, dan bumbu dapur seperti sereh,kunyit dan jahe,” jelasnya.
Dengan begitu, kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi yang akhirnya dapat menghemat biaya belanja ibu-ibu. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi sekarang ini yang semuanya serba mahal, menuntut kita untuk berhemat.
“Itulah sebabnya, kami dari HKTI baik propinsi maupun Kota Medan memberikan diklat tentang pemanfaatan agribisnis pekarangan secara ekonomis,” katanya sembari menambahkan pemberian diklat ke daerah-daerah akan dilakukan HKTI secara rutin sekali sebulan.
Pihaknya juga berharap, para pejabat dan politisi bisa memberikan diklat seperti ini guna membangun perekonomian masyarakat yang lebih baik lewat pemanfaatan pekarangan rumah.
Ketua HKTI Kota Medan Rinaldi Amri juga mengatakan, apa yang dilakukan HKTI ini sangat sederhana namun manfaatnya sangat besar jika peserta yang hadir benar-benar melaksanakannya. Karena banyak hal yang bisa dilakukan dengan lahan yang sempit, tidak hanya menanam sayur mayur, beternak ikan pun bisa dilakukan.
Apalagi saat ini harga ikan sangat mahal. Dan, beternak ikan misalnya lele tidak menghabiskan biaya besar. Pakan bisa diambil di pasar-pasar tradisional seperti sayur mayur yang memang tidak dijual lagi. “Jadi, kita berharap masyarakat tani khususnya masyarakat perkotaan yang tidak memiliki lahan luas bisa berkarya paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” kata Rinaldi.
Sementara itu, Tatty Habib Nasution dengan materinya Pemanfaatan Pekarangan dengan menanam sayur dengan pupuk organik mengatakan, bertanian ala perkotaan tidak harus biaya besar. Cukup dengan memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya, botol plastik bekas minuman bisa dimanfaatkan sebagai wadah pembibitan sayur mayur seperti bayam, kangkung dan sawi.
Setelah berumur sekitar 11 hari dipindahkan ke polibag atau kantongan plastik yang berukuran besar. Sedangkan untuk pupuk atau pestisidanya cukup dengan memanfaatkan sampah rumah tangga, seperti batang sayur, tulang-tulang ikan, dan nasi sisa. Yang semuanya dikubur di dalam tanah, dalam tempo sebulan, sudah bisa dijadikan pupuk. Sedangkan sayur yang ditanam tadi, dalam tempo 23 hari, bisa dipanen.
Sedangkan M Idris dengan makalahnya ‘Agribisnis Tanaman Pekarangan’ mengatakan, pemilihan komoditas sangat penting dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga dan kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan.
Komoditas untuk pekarangan antara lain, sayur mayur, rempah-rempah, obat dan buah, seperti pepaya, belimbing, jambu biji, sirsak dan srikaya. Dan, pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak. “Jadi, pilihannya tergantung kebutuhan kita. Namun, pada prinsipnya itulah komoditas yang bisa kita kembangkan di lahan pekarangan atau lahan yang sempit,” ujarnya.
Hadir sebagai nara sumber, Kepala Dinas Pertanian Sumut M Roem diwakili Boedhy Shandjaya, Dekan Fakultas Pertania Universitas Al Washliyah (Univa) Medan M Idris, dan dari HKTI Sumut dibawakan oleh Wakil Ketua Tatty Habib Nasution serta Wakil Sekretaris Dony Parlin Sipayung.
Didampingi Ketua HKTI Medan Rinaldi Amri, Zaman Gomo Mendrofa mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan komoditas yang akan dikembangkan. “Untuk lahan sempit, yang cocok dikembangkan misalnya buah-buahan, sayur mayur, dan bumbu dapur seperti sereh,kunyit dan jahe,” jelasnya.
Dengan begitu, kebutuhan rumah tangga bisa terpenuhi yang akhirnya dapat menghemat biaya belanja ibu-ibu. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi sekarang ini yang semuanya serba mahal, menuntut kita untuk berhemat.
“Itulah sebabnya, kami dari HKTI baik propinsi maupun Kota Medan memberikan diklat tentang pemanfaatan agribisnis pekarangan secara ekonomis,” katanya sembari menambahkan pemberian diklat ke daerah-daerah akan dilakukan HKTI secara rutin sekali sebulan.
Pihaknya juga berharap, para pejabat dan politisi bisa memberikan diklat seperti ini guna membangun perekonomian masyarakat yang lebih baik lewat pemanfaatan pekarangan rumah.
Ketua HKTI Kota Medan Rinaldi Amri juga mengatakan, apa yang dilakukan HKTI ini sangat sederhana namun manfaatnya sangat besar jika peserta yang hadir benar-benar melaksanakannya. Karena banyak hal yang bisa dilakukan dengan lahan yang sempit, tidak hanya menanam sayur mayur, beternak ikan pun bisa dilakukan.
Apalagi saat ini harga ikan sangat mahal. Dan, beternak ikan misalnya lele tidak menghabiskan biaya besar. Pakan bisa diambil di pasar-pasar tradisional seperti sayur mayur yang memang tidak dijual lagi. “Jadi, kita berharap masyarakat tani khususnya masyarakat perkotaan yang tidak memiliki lahan luas bisa berkarya paling tidak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya,” kata Rinaldi.
Sementara itu, Tatty Habib Nasution dengan materinya Pemanfaatan Pekarangan dengan menanam sayur dengan pupuk organik mengatakan, bertanian ala perkotaan tidak harus biaya besar. Cukup dengan memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya, botol plastik bekas minuman bisa dimanfaatkan sebagai wadah pembibitan sayur mayur seperti bayam, kangkung dan sawi.
Setelah berumur sekitar 11 hari dipindahkan ke polibag atau kantongan plastik yang berukuran besar. Sedangkan untuk pupuk atau pestisidanya cukup dengan memanfaatkan sampah rumah tangga, seperti batang sayur, tulang-tulang ikan, dan nasi sisa. Yang semuanya dikubur di dalam tanah, dalam tempo sebulan, sudah bisa dijadikan pupuk. Sedangkan sayur yang ditanam tadi, dalam tempo 23 hari, bisa dipanen.
Sedangkan M Idris dengan makalahnya ‘Agribisnis Tanaman Pekarangan’ mengatakan, pemilihan komoditas sangat penting dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan pangan, gizi keluarga dan kemungkinan pengembangannya secara komersial berbasis kawasan.
Komoditas untuk pekarangan antara lain, sayur mayur, rempah-rempah, obat dan buah, seperti pepaya, belimbing, jambu biji, sirsak dan srikaya. Dan, pada pekarangan yang lebih luas dapat ditambahkan kolam ikan dan ternak. “Jadi, pilihannya tergantung kebutuhan kita. Namun, pada prinsipnya itulah komoditas yang bisa kita kembangkan di lahan pekarangan atau lahan yang sempit,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar