Medan. Memasuki musim panen raya sejak awal tahun 2012, harga komoditas jagung di tingkat petani di Sumatera Utara (Sumut), mengalami lonjakan menjadi Rp 2.400 per kg atau meningkat sekitar 33,33% dari sepekan sebelumnya senilai Rp 1.800 per kg. Kenaikan harga ini diperkirakan membuat pabrikan mengurangi pasokan jagung impor untuk kebutuhan pakan ternak. Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagi) Sumut, Jemaat Sebayang mengatakan, sejak sepekan ini harga jagung mengalami kenaikan dan ini merupakan keuntungan besar bagi petani. Apalagi saat ini sudah memasuki panen raya ini di mana produksi akan melimpah dan cukup memenuhi kebutuhan pabrikan pakan ternak.
"Ini hasil perjuangan kami yang meminta pabrikan mengurangi pasokan jagung impor untuk kebutuhan mereka. Dan diharapkan selama panen raya, impor dihentikan dahulu," ujarnya kepada MedanBisnis, Kamis (19/1).
Dikatakannya, impor jagung yang masuk di Sumut semakin melonjak dan tanpa pengawasan. Untuk itu, pemerintah harusnya membatasi jumlah impor agar harga jual dipetani bisa dinikmati. "Kami meminta impor pasca panen di stop. Yakni di bulan Januari hingga Maret dan Juli hingga September. Jika harga jagung jatuh saat masa panen, keengganan petani bertanam komoditas itu dikhawatirkan semakin besar dan itu menyulitkan pemerintah sendiri," katanya.
Selain itu, tambah Jemaat, petani jagung Sumut juga meminta agarpemerintah menetapkan harga referensi jagung kembali. Karena, selama tiga tahun belakangan ini, pemerintah belum ada menetapkan patokan harga jagung, sehingga bisa menekan aksi spekulasi pedagang yang bisa menekan harga.
Petani kata dia, membutuhkan modal setidaknya Rp 10 juta per ha. Modal ini pinjaman dengan bunga 5% per bulan atau sekitar 25% hingga panen.
Sementara berdasarkan data Dinas Pertanian Sumut, produksi jagung hingga Desember 2011 mencapai 1.239.178 ton dari realisasi panen seluas 243.645 ha dan tanam 249.233 ha. Angka ini menurun dibandingkan Angka Ramalan (Aram) III 2011 mencapai 1.240.528.
Kasubdis Bina Program Dinas Pertanian Sumut, Lusyantini mengatakan, target produksi pada Aram ini memang turun dibandingkan Angka Tetap (Atap) 2010 sebanyak 1.377.716 ton atau naik sebesar 211.170 ton dibandingkan produksi jagung tahun 2009. "Peningkatan tersebut disebabkan kenaikan luas panen sebesar 27.040 ha atau 10,91%, dan hasil per ha juga mengalami kenaikan sebesar 3,05 kwintal per ha atau 6,48%," jelasnya.
Untuk Aram III, produksi jagung pada tahun 2011 diperkirakan sebesar1.240.528 ton, turun sebesar 137.190 ton dibanding produksi Atap tahun 2010. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 31.052 ha atau 11,30%, sedangkan hasil per ha mengalami kenaikan sebesar 0,76 kwintal per ha atau 1,52%.
Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sumut, Bethman Siagian menyatakan, semua produksi jagung di Sumut dan di Indonesia telah diserap pengusaha pakan ternak. Namun pasokannya masih kurang atau hanya mampu memenuhi 60% dari kebutuhan. Kondisi ini membuat perusahaan harus mengambil jagung impor dalam melengkapi kekurangannya.
"Karena kuranglah, makanya diimpor. Kami pun tidak mau impor karena banyak risiko dan sedikit sulit meski sekali-sekali terkadang harga jagung impor lebih murah dibandingkan lokal," ujarnya.
Diakui Bethman, pihaknya tidak akan melakukan impor kalau petani sedang memasuki musim panen raya karena produksi yang dihasilkan petani banyak dan mencukupi kebutuhan pabrik. Sayangnya, produksi melimpah tersebut tidak bertahan lama bahkan tidak terjadi pada setiap bulan.
"Kebutuhan kita perbulan harus terus dipenuhi sekitar 50.000 ton," jelas Bethman. Kalau kebijakan impor jagung dihentikan, tambahnya, akan berimbas terhadap kenaikan harga unggas, pakan ternak dan ini akan memberatkan masyarakat konsumen. Lagian, produksi jagung yang diperoleh petani tidak semuanya digunakan untuk pakan ternak saja, namun digunakan kebutuhan industri lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar