Medan. Hingga
kini, masih banyak petani yang menggunakan pestisida dalam jumlah
mengkhawatirkan guna memacu produksi tinggi khususnya di Kabupaten Karo.
Hal tersebut bisa dilihat dari porsi biaya produksi untuk pestisida
mencapai 50%.
“Karena itu, peran penyuluh pertanian
sangat diharapkan memberikan penyadaran tentang bahaya penggunaan
pestisida secara berlerbihan,” kata Dosen Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara (FP USU), Prof Maryani Cyccu Tobing dalam seminar
nasional Peranan Pers dalam Pembangunan Pertanian Berwawasan Lingkungan
dalam Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan di
Aula Soeratman FP USU, Kamis (21/2) di Medan.Dikatakannya, ketergantungan petani di Karo sebagai sentra produksi hortikultura Sumatera Utara (Sumut) terhadap pestisida sangat besar. Dalam pengendalian hama dan penyakit pada tanaman sayuran, petani menghabiskan 50% biaya produksi hanya untuk pestisida.
Bahkan dalam penggunaannya, dosisnya melebihi dari yang direkomendasikan. Dari masa penanaman hingga panen, petani bisa memberikan pestisida sebanyak 16 kali. Banyaknya dosis yang digunakan bisa ditemukan di buah-buah yang saat ini dijual di pasar ataupun di supermarket di Medan.
“Produk yang dipasarkan itu masih ‘berbedak’. Mungkin banyak yang tak tahu kalau itu adalah fungisida, bayangkan kalau itu dikonsumsi masyarakat," ujarnya.
Selain itu, kata Cyccu tak jarang petani melakukan pencampuran 3 jenis pestisida sekaligus padahal jika dilihat dari sisi fungsinya memiliki kesamaan. Dengan banyaknya penggunaan pestisida, yang paling dirugikan adalah petani. Sementara yang mendapatkan keuntungan paling besar, adalah perusahaan pembuat pestisida.
"Petani juga seringkali salah, hamanya di atas, yang disemprot di bawah. Bahkan ada juga yang walaupun tidak tahu ada penyakit atau tidak, tetap saja diberi pestisida," katanya.
Ia menjelaskan, ada kesalahan pemahaman di tingkat petani yang menganggap bahwa produk yang baik adalah yang cantik, mulus dan tanpa cacat. Padahal, produk yang demikian menunjukkan adanya penggunaan pestisida.
Pihaknya pernah melakukan penelitian terhadap 500 orang petani cabai di Karo berkaitan penggunaan pestisida. Dalam temuannya, penggunaan pestisida untuk cabai mencapai 100%. Sementara, untuk tomat 98%, kentang 89% dicampur dengan bahan lain.
Menurutnya, situasi tersebut cukup mengkhawatirkan karena sangat berpengaruh terhadap masa depan pertanian hortikultura di Kabupaten Karo, yang selama ini dikenal sebagai sentra produksi hortikultura yang sangat penting di Indonesia, khususnya di Sumut.
Untuk mengajak petani agar tidak terus menggunakan pestisida, harus ada peran aktif dari penyuluh dalam memberikan pengetahuan dan berbagi pemahaman dengan petani tentang dampak penggunaan pestisida. Pasalnya, penyuluh memiliki fungsi yang langsung bersentuhan dengan petani di lapangan untuk memberikan pendampingan kepada petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar