Medan.
Permintaan pupuk PIM Organik yang diproduksi oleh PT Pupuk Iskandar Muda
(PIM) untuk kebutuhan pupuk organik bersubsidi di Sumatera Utara
(Sumut) mulai meningkat sejak diluncurkan Februari 2012.
“Ada beberapa kabupaten
di Sumatera Utara yang sudah mengajukan permintaan terhadap pupuk PIM
Organik, seperti Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Asahan,
Padangsidimpuan dan Samosir. Bahkan, untuk Kabupaten Tapanuli Utara
(Taput) tepatnya di Siborong-borong sudah menebus sebanyak 50 ton.
Sedangkan Kabupaten Deliserdang sudah memesan sebanyak 27 ton,” kata
Kepala Penjualan Wilayah (KPW) PT PIM Aliussani
Jumat (25/5) di Kantor PT PIM, Jalan Gajah Mada, Medan.
Menurut
Aliussani, dengan adanya permintaan dari para distributor yang menjadi
mitra kerja dalam pendistribusian pupuk bersubsidi, menunjukkan bahwa
pupuk PIM Organik mulai dikenal konsumen dalam hal ini petani.
“Untuk
tahun ini kami hanya menargetkan penjualan pupuk PIM Organik sekira 50
persen atau sekitar 20.000-an ton saja dari SK Gubernur untuk alokasi
pupuk organik di Sumut tahun 2012 sebanyak 46.800 ton. Selebihnya
dipasok oleh produsen pupuk lain yang selama ini telah mendistribusikan
pupuk organik untuk kebutuhan subsidi,” jelasnya.
Begitupun, kata
Aliussani, untuk lebih mengenalkan pupuk PIM Organik kepada petani,
pihaknya masih akan terus melakukan demplot di sejumlah daerah terutama
daerah yang menjadi basis atau sentra tanaman pangan. “Demplot itu
sangat penting agar petani mengetahui betapa besarnya manfaat penggunaan
pupuk organik bagi kesuburan tanah serta tanaman,” ujarnya.
Secara
umum, terang dia, sifat fisik, kimia tanah pertanian di Sumut sudah
sakit (terdegradasi). Sakit karena penggunaan pupuk konvensional atau
non organik yang diberikan petani secara terus menerus dan dalam waktu
yang sangat lama. Dan, itu tidak diimbangi dengan pemberian pupuk
organik sebagai pembenah tanah.
“Jadi, tak ada alasan lagi bagi
petani untuk menunda penggunaan pupuk organik. Karena pupuk organik
satu-satunya cara menyembuhkan lahan yang sakit itu. Bila lahan sehat
maka produksi yang akan diperolehpun lebih baik,” kata Aliussani.
Itu
juga yang menjadi alasan bagi PT PIM untuk turut memproduksi dan
memasarkan pupuk organik di samping mendukung program pemerintah dalam
penerapan pemupukan berimbang dan berwawasan lingkungan. Dengan harapan,
ketergantungan petani terhadap pupuk konvensional bekurang. Yang
akhirnya, menekan biaya produksi serta meningkatkan produksi yang
dihasilkan petani. “Dan, yang paling penting lagi, produk-produk
pertanian yang dihasilkan lebih sehat karena sudah terhindar dari bahan
kimia sintetik,” ujarnya.
Pengembangan pupuk organik oleh lembaga
BUMN menurutnya dimulai pada tahun 2008, yang dituang dalam Peraturan
Menteri Pertanian No.76/Permentan.O.T.140/12/2007 dengan mengalokasi-kan
pupuk organik untuk tanaman pangan sebanyak 345.000 ton yang produksi
dan distribusinya diserahkan kepada PT Petrokimia Gresik, Pupuk
Kalimantan Timur Pusri dan Pupuk Kujang Cikampek. “Barulah pada tahun
2011 PT PIM memproduksi pupuk organik dengan nama PIM Organik,” kata
Aliussani.
Pupuk organik yang diproduksi bekerjasama dengan PT
Agro Energi Indonesia menurut Aliussani memiliki beberapa keunggulan
diantaranya, dapat memperbaiki kualitas dan struktur tanah, sehingga
dapat meningkatkan daya serap dan simpan air, mempercepat perkembangan
tanaman, memberikan unsur hara makro dan mikro untuk merangsang
pertumbuhan tanaman serta memberikan antibody bagi tanaman sehingga
tahan terhadap serangan hama penyakit
“PIM Organik yang dihasilkan
ini berbentuk granul sehingga mudah diaplikasikan, kadar air rendah
(4-15%) sehingga lebih efisien dalam pengangkutan dan penyimpanan,
dikemas dalam kantong yang kedap air,” terang Aliussani.
BLOG Ricky Untuk Pertanian. Blog ini memuat tentang pertanian secara umum dan ada tambahan dari berita pertanian, tips ampuh berhubungan dengan pertanian, lowongan kerja bidang pertanian dan resep makanan-minuman dari hasil pertanian. Yang pasti Pertanian Untuk Negeriku Tercinta Indonesia.
Selasa, 29 Mei 2012
Berita Umum : Lapindo tidak Serius Hentikan Semburan Lumpur
SIDOARJO. PT Lapindo
Brantas dinilai tidak serius menutup semburan lumpur di Porong,
Sidoarjo, Jawa Tomur. Apalagi sejak dinyatakan sebagai bencana alam
keinginan untuk menutup semburan dilupakan.
Kondisi ini juga berdampak pada soal penanganan sosial pada korban Lumpur Lapindo. Pendapat tersebut disampaikan Pakar Geologi ITS Amin Widodo di Surabaya.
Menurut Amin, saat terjadi semburan seharusnya bisa dilakukan penutupan, apalagi saat itu berbagai pakar telah mencurahkan tenaga da pikirannya mencari cara menutup semburan.
"Namun setelah dilakukan berbagai peneltiain dan upaya penutupan tiba-tiba dinyatakan sebagai bencana, akhirnya ada kesan malas meneruskan penutupan itu," katanya, Selasa (29/5).
Secara teknis, katanya, semburan bisa ditutup, namun kondisi tersebut berubah ketika akhirnya dinyatakan sebagai bencana maka keinginan untuk menutup menjadi hilang. Ia mengatakan konsentrasi penanganan hanyalah sebagai bantuan sosial yang dilakukan oleh Lapindo terhadap korban.
"Kan dianggap sebagai bantuan sosial, akhirnya penanganan yang sebenarnya menjadi kacau, termasuk proses penutupan sampai sekarang tidak diatasi," katanya.
Meski semburan sekarang sudah berkurang, namun bila ada keinginan kuat menutup semburan lumpur tidak ada kata terlambat. "Bisa dilakukan kapanpun kalau ada kemauan kuat, tinggal niat baik dan keinginan PT Lapindo untuk menyelesaikan ganti rugi sekaligus keingian menutup semburan itu kembali," ujarnya.
Kondisi ini juga berdampak pada soal penanganan sosial pada korban Lumpur Lapindo. Pendapat tersebut disampaikan Pakar Geologi ITS Amin Widodo di Surabaya.
Menurut Amin, saat terjadi semburan seharusnya bisa dilakukan penutupan, apalagi saat itu berbagai pakar telah mencurahkan tenaga da pikirannya mencari cara menutup semburan.
"Namun setelah dilakukan berbagai peneltiain dan upaya penutupan tiba-tiba dinyatakan sebagai bencana, akhirnya ada kesan malas meneruskan penutupan itu," katanya, Selasa (29/5).
Secara teknis, katanya, semburan bisa ditutup, namun kondisi tersebut berubah ketika akhirnya dinyatakan sebagai bencana maka keinginan untuk menutup menjadi hilang. Ia mengatakan konsentrasi penanganan hanyalah sebagai bantuan sosial yang dilakukan oleh Lapindo terhadap korban.
"Kan dianggap sebagai bantuan sosial, akhirnya penanganan yang sebenarnya menjadi kacau, termasuk proses penutupan sampai sekarang tidak diatasi," katanya.
Meski semburan sekarang sudah berkurang, namun bila ada keinginan kuat menutup semburan lumpur tidak ada kata terlambat. "Bisa dilakukan kapanpun kalau ada kemauan kuat, tinggal niat baik dan keinginan PT Lapindo untuk menyelesaikan ganti rugi sekaligus keingian menutup semburan itu kembali," ujarnya.
Label:
hentikan,
lapindo,
lumpur lapindo,
lumpur sidoharjo
Minggu, 27 Mei 2012
Tips bagi Pembenci Sayur
WALAUPUN membenci atau
menikmatinya, Anda memang tidak bisa menyangkal akan kebutuhan sayuran
bagi tubuh. Sayuran nyatanya merupakan makanan penting untuk menunjang
kesehatan kita.
Makan sayuran adalah cara termudah untuk meningkatkan kesehatan disebabkan kandungan antioksidannya. Namun, bagi Anda yang kurang doyan menyantap sayur, tenang saja, Anda masih bisa menikmati sayuran dengan menyiasatinya agar terasa lezat. Berikut tipsnya:
a. Tambahkan sayuran ke hidangan favorit Anda
Anda suka mi? Tambahkan sayuran seperti sawi, brokoli, atau tauge sebagai campuran mi. Atau, Anda suka makaroni dan keju? Tumis saya sayuran seperti asparagus, jamur, brokoli, dan tomat dalam minyak zaitun. Tambahkan adoanan ke macaroni dan keju, tentu akan lezat.
b. Potong tipis
Campur semua sayuran yang Anda suka ke dalam mangkuk salad. Ada banyak sayuran yang akan cocok dibuat salad seperti bawang bombay, lobak, wortel parut, ketimun iris tipis, kembang kol, atau kacang hijau. Cara yang baik untuk bisa menikmatinya yakni dengan mengirisnya benar-benar tipis.
c. Selipkan ke camilan
Selipkan sayuran ke makanan ringan Anda seperti di roti. Tambahkan sayuran parut atau cincang seperti kemangi segar, zucchini, irisan kol, dan tomat.
d. Minum sayuran
Siapkan jus buatan versi Anda sendiri dengan menambah jus botolan. Misalkan saja blender wortel dengan jus mangga atau jeruk.
e. Panggang saja
Panggang beberapa sayuran dan tambahkan bumbu favorit Anda atau hanya garam dan merica. Pastikan untuk menyikatnya dengan minyak zaitun sebelum memanggang. Potongan besar jamur dan terong yang dipanggang tentu akan terasa lezat.
Makan sayuran adalah cara termudah untuk meningkatkan kesehatan disebabkan kandungan antioksidannya. Namun, bagi Anda yang kurang doyan menyantap sayur, tenang saja, Anda masih bisa menikmati sayuran dengan menyiasatinya agar terasa lezat. Berikut tipsnya:
a. Tambahkan sayuran ke hidangan favorit Anda
Anda suka mi? Tambahkan sayuran seperti sawi, brokoli, atau tauge sebagai campuran mi. Atau, Anda suka makaroni dan keju? Tumis saya sayuran seperti asparagus, jamur, brokoli, dan tomat dalam minyak zaitun. Tambahkan adoanan ke macaroni dan keju, tentu akan lezat.
b. Potong tipis
Campur semua sayuran yang Anda suka ke dalam mangkuk salad. Ada banyak sayuran yang akan cocok dibuat salad seperti bawang bombay, lobak, wortel parut, ketimun iris tipis, kembang kol, atau kacang hijau. Cara yang baik untuk bisa menikmatinya yakni dengan mengirisnya benar-benar tipis.
c. Selipkan ke camilan
Selipkan sayuran ke makanan ringan Anda seperti di roti. Tambahkan sayuran parut atau cincang seperti kemangi segar, zucchini, irisan kol, dan tomat.
d. Minum sayuran
Siapkan jus buatan versi Anda sendiri dengan menambah jus botolan. Misalkan saja blender wortel dengan jus mangga atau jeruk.
e. Panggang saja
Panggang beberapa sayuran dan tambahkan bumbu favorit Anda atau hanya garam dan merica. Pastikan untuk menyikatnya dengan minyak zaitun sebelum memanggang. Potongan besar jamur dan terong yang dipanggang tentu akan terasa lezat.
Petani Memilih Konversi daripada Bertahan Jadi Petani Sawah
Medan.
Tingginya konversi lahan pertanian yang terjadi saat ini ternyata juga
tidak terlepas dari peran petani itu sendiri. Banyak petani yang lebih
memilih untuk melakukan konversi lahan sawahnya ke komoditas lain yang
dianggap lebih bernilai jual tinggi, semisal kelapa sawit.
Peneliti
dari Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra), Iswan Kaputra , Kamis (24/5) di ruangannya Jalan Bahagia By Pass, Medan
mengatakan, tingginya laju konversi lahan pertanian umumnya disebabkan
masifnya roda pembangunan properti. "Ini sangat mengkhawatirkan,
bisa-bisa lahan yang produktif untuk pertanian semakin habis," katanya.
Di Serdang Bedagai (Sergai) misalnya, ia pernah melakukan penelitian kepada sebanyak 80 petani yang mana ditemukan 8 orang atau 10 %nya lebih memilih untuk melakukan konversi ke pertanian atau perkebunan, khususnya kelapa sawit. Ini bukannya tanpa alasan, menurutnya, perkebunan kelapa sawit bisa jauh lebih menguntungkan daripada persawahan. Apalagi, jika menilik luasan lahan persawahan petani yang sempit sulit untuk mendongkrak pendapatan petani lebih tinggi. "Dengan lahan yang kurang dari 0,5 hektare, petani kesulitan keluar dari kemelut," katanya.
Dikatakannya, untuk bertani sawah, petani harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Pendapatan yang diperolehnya saat panen nyaris tidak mencukupi menutupi biaya produksi dari awal penanaman, perawatan, pemupukan sampai masa panen dan pemasaran. "Adapun keuntungan tidak seberapa," katanya.
Lain halnya jika lahan persawahan yang dikelola petani selama ini, menurutnya pendapatannya akan menjadi lebih tinggi jika diganti dengan pertanaman monokultur. Kelapa sawit menjadi komoditas favorit petani yang hendak melakukan konversi karena jaminan keuntungan yang panjang sejak usia produktif hingga berusia 25 tahun.
Selain kelapa sawit, kata Iswan, komoditas perkebunan lain yang menjadi incaran petani adalah karet karena dinilai lebih menguntungkaan daripada sawah.
Menurutnya, ada hal penting yang tidak boleh dilupakan, di antaranya bahwa pertanaman monokultur bukannya tanpa risiko. Kelapa sawit menyerap cukup banyak air dalam pertumbuhannya. Sementara karet lebih sedikit. Namun yang juga penting diperhatikan adalah secara alamiah pertanaman monokultur berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi. "Sistem monokultur, khususnya untuk kelapa sawit ini akan membuat suhu menjadi lebih panas," katanya.
Di Serdang Bedagai (Sergai) misalnya, ia pernah melakukan penelitian kepada sebanyak 80 petani yang mana ditemukan 8 orang atau 10 %nya lebih memilih untuk melakukan konversi ke pertanian atau perkebunan, khususnya kelapa sawit. Ini bukannya tanpa alasan, menurutnya, perkebunan kelapa sawit bisa jauh lebih menguntungkan daripada persawahan. Apalagi, jika menilik luasan lahan persawahan petani yang sempit sulit untuk mendongkrak pendapatan petani lebih tinggi. "Dengan lahan yang kurang dari 0,5 hektare, petani kesulitan keluar dari kemelut," katanya.
Dikatakannya, untuk bertani sawah, petani harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Pendapatan yang diperolehnya saat panen nyaris tidak mencukupi menutupi biaya produksi dari awal penanaman, perawatan, pemupukan sampai masa panen dan pemasaran. "Adapun keuntungan tidak seberapa," katanya.
Lain halnya jika lahan persawahan yang dikelola petani selama ini, menurutnya pendapatannya akan menjadi lebih tinggi jika diganti dengan pertanaman monokultur. Kelapa sawit menjadi komoditas favorit petani yang hendak melakukan konversi karena jaminan keuntungan yang panjang sejak usia produktif hingga berusia 25 tahun.
Selain kelapa sawit, kata Iswan, komoditas perkebunan lain yang menjadi incaran petani adalah karet karena dinilai lebih menguntungkaan daripada sawah.
Menurutnya, ada hal penting yang tidak boleh dilupakan, di antaranya bahwa pertanaman monokultur bukannya tanpa risiko. Kelapa sawit menyerap cukup banyak air dalam pertumbuhannya. Sementara karet lebih sedikit. Namun yang juga penting diperhatikan adalah secara alamiah pertanaman monokultur berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi. "Sistem monokultur, khususnya untuk kelapa sawit ini akan membuat suhu menjadi lebih panas," katanya.
Pemerintah akan benahi tata niaga bawang
Jakarta. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan segera membenahi
tata niaga bawang merah mengingat tingginya disparitas harga antara di
tingkat produsen dan konsumen.
"Disparitas harga di tingkat produsen dan konsumen terlihat tinggi. Kami sangat ingin mengupayakan agar disparitas ini mengecil dan harga bawang dapat stabil di tingkat harga yang menguntungkan petani dan tidak memberatkan konsumen," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam kunjungan ke daerah penghasil bawang, Brebes, Jawa Tengah, Jumat.
Mendag menekankan, tata niaga bawang merah harus menguntungkan semua pihak, baik petani maupun konsumen.
Pada kesempatan itu, Mendag meninjau secara langsung perkembangan harga dan produksi bawang merah di Brebes. Mendag mengungkapkan bahwa saat ini harga bawang merah cenderung meningkat seiring belum masuknya masa panen raya.
Panen raya tiba pada bulan Juni hingga September, sedangkan pada periode Maret-Mei biasanya produksi bawang berada pada titik terendah.
Berdasarkan data Paguyuban Petani Agropolitan, harga bawang merah di tingkat produsen di Brebes, pada 24 Mei 2012 tercatat Rp9.500/kg, sedangkan harga rata-rata di pasar tradisional Brebes tercatat Rp11.000/kg.
Sementara itu, harga bawang merah secara nasional di tingkat eceran pada minggu ke-4 Mei 2012, berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik (BPS), tercatat Rp18.690/kg.
Dalam membenahi tata niaga komoditas bawang merah, pemerintah akan mengusahakan agar produksi tidak terlalu terkonsentrasi pada bulan tertentu. Kemudian, pengembangan budidaya bawang merah akan disesuaikan dengan wilayah yang memiliki potensi sehingga tidak terkonsentrasi di satu daerah.
Pemerataan produksi bawang merah dan waktu panennya akan menyeimbangkan supply dan demand yang menciptakan harga yang wajar baik tingkat petani maupun konsumen.
Selanjutnya, efisiensi biaya produksi bawang merah, khususnya di Kabupaten Brebes, akan ditingkatkan, sehingga di satu sisi budidaya menguntungkan petani, namun di sisi lain harga di tingkat pengecer tidak terlalu tinggi.
Proses produksi yang efisien akan meningkatkan daya saing bawang merah lokal terhadap bawang merah impor.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Gunaryo, menekankan bahwa pemerintah akan mengatur agar masa impor bawang merah tidak tumpang tindih dengan masa panen raya.
“Kami akan mengusahakan agar impor dilakukan pada saat tingkat produksi bawang merah dalam negeri mengalami defisit, sehingga harga tetap stabil dan kebutuhan konsumen tetap dapat dipenuhi,” imbuhnya.
Menurut Gunaryo, pengolahan bawang merah guna meningkatkan nilai tambah juga sangat penting dilakukan. Strategi ini juga dapat mencegah jatuhnya harga pada masa panen dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah dengan harga terjangkau karena bawang merah dibuat lebih tahan lama.
Brebes merupakan sentra produksi bawang merah yang berperan penting terhadap produksi bawang merah nasional.
Pada 2010, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 400.501 ton, atau 79,09 persen dari total produksi bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah yang jumlahnya 506.357 ton.
Terhadap produksi bawang nasional yang jumlahnya 1.048.934 ton, Brebes menyumbangkan 38,18 persen dari total produksi.
Sentra produksi bawang nasional sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, di mana kontribusinya sebesar 80,73 persen (846.793 ton) terhadap total produksi bawang merah nasional.
Produksi bawang merah nasional pada 2010 naik 8,68 persen dibandingkan tahun 2009, menjadi 1.048.934 ton dari 965,164 ton.
Sementara berdasarkan roadmap bawang merah Kementerian Pertanian, perkiraan kebutuhan bawang merah pada 2012 sebesar 1.060.820 ton, yang terdiri dari 886.120 ton untuk konsumsi langsung, 99.700 ton untuk benih, 25.000 untuk industri, dan 50.000 untuk ekspor. (ant)
"Disparitas harga di tingkat produsen dan konsumen terlihat tinggi. Kami sangat ingin mengupayakan agar disparitas ini mengecil dan harga bawang dapat stabil di tingkat harga yang menguntungkan petani dan tidak memberatkan konsumen," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam kunjungan ke daerah penghasil bawang, Brebes, Jawa Tengah, Jumat.
Mendag menekankan, tata niaga bawang merah harus menguntungkan semua pihak, baik petani maupun konsumen.
Pada kesempatan itu, Mendag meninjau secara langsung perkembangan harga dan produksi bawang merah di Brebes. Mendag mengungkapkan bahwa saat ini harga bawang merah cenderung meningkat seiring belum masuknya masa panen raya.
Panen raya tiba pada bulan Juni hingga September, sedangkan pada periode Maret-Mei biasanya produksi bawang berada pada titik terendah.
Berdasarkan data Paguyuban Petani Agropolitan, harga bawang merah di tingkat produsen di Brebes, pada 24 Mei 2012 tercatat Rp9.500/kg, sedangkan harga rata-rata di pasar tradisional Brebes tercatat Rp11.000/kg.
Sementara itu, harga bawang merah secara nasional di tingkat eceran pada minggu ke-4 Mei 2012, berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik (BPS), tercatat Rp18.690/kg.
Dalam membenahi tata niaga komoditas bawang merah, pemerintah akan mengusahakan agar produksi tidak terlalu terkonsentrasi pada bulan tertentu. Kemudian, pengembangan budidaya bawang merah akan disesuaikan dengan wilayah yang memiliki potensi sehingga tidak terkonsentrasi di satu daerah.
Pemerataan produksi bawang merah dan waktu panennya akan menyeimbangkan supply dan demand yang menciptakan harga yang wajar baik tingkat petani maupun konsumen.
Selanjutnya, efisiensi biaya produksi bawang merah, khususnya di Kabupaten Brebes, akan ditingkatkan, sehingga di satu sisi budidaya menguntungkan petani, namun di sisi lain harga di tingkat pengecer tidak terlalu tinggi.
Proses produksi yang efisien akan meningkatkan daya saing bawang merah lokal terhadap bawang merah impor.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Gunaryo, menekankan bahwa pemerintah akan mengatur agar masa impor bawang merah tidak tumpang tindih dengan masa panen raya.
“Kami akan mengusahakan agar impor dilakukan pada saat tingkat produksi bawang merah dalam negeri mengalami defisit, sehingga harga tetap stabil dan kebutuhan konsumen tetap dapat dipenuhi,” imbuhnya.
Menurut Gunaryo, pengolahan bawang merah guna meningkatkan nilai tambah juga sangat penting dilakukan. Strategi ini juga dapat mencegah jatuhnya harga pada masa panen dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah dengan harga terjangkau karena bawang merah dibuat lebih tahan lama.
Brebes merupakan sentra produksi bawang merah yang berperan penting terhadap produksi bawang merah nasional.
Pada 2010, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 400.501 ton, atau 79,09 persen dari total produksi bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah yang jumlahnya 506.357 ton.
Terhadap produksi bawang nasional yang jumlahnya 1.048.934 ton, Brebes menyumbangkan 38,18 persen dari total produksi.
Sentra produksi bawang nasional sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, di mana kontribusinya sebesar 80,73 persen (846.793 ton) terhadap total produksi bawang merah nasional.
Produksi bawang merah nasional pada 2010 naik 8,68 persen dibandingkan tahun 2009, menjadi 1.048.934 ton dari 965,164 ton.
Sementara berdasarkan roadmap bawang merah Kementerian Pertanian, perkiraan kebutuhan bawang merah pada 2012 sebesar 1.060.820 ton, yang terdiri dari 886.120 ton untuk konsumsi langsung, 99.700 ton untuk benih, 25.000 untuk industri, dan 50.000 untuk ekspor. (ant)
Kementan Turunkan 100 Profesor Riset ke Perbatasan
Bogor.
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian pada tahun ini menurunkan 100 profesor riset ke
kawasan perbatasan serta daerah tertinggal di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Litbangtan Haryono di Bogor, Jumat (25/5) mengatakan, para profesor riset tersebut ditugaskan untuk melakukan penelitian guna menggali potensi, khususnya sektor pertanian, di wilayah-wilayah itu.
"Mereka nantinya diharapkan mampu mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi teknologi seperti apa yang diperlukan di kawasan perbatasan serta daerah tertinggal itu," katanya di sela Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian 2012.
Haryono mengatakan, fokus penelitian yang dilakukan di wilayah perbatasan serta daerah tertinggal tersebut tidak hanya menyangkut upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan namun juga dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Saat ini, tambahnya, baru 8-12 wilayah yang ditempatkan para profesor riset tersebut antara lain kawasan perbatasan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan untuk Papua dan Maluku belum dengan pertimbangan lokasinya terlalu sulit.
"Mereka rencananya ditempatkan di wilayah perbatasan maupun daerah tertinggal tersebut selama 10 hari, nantinya akan disusul oleh peneliti senior dan peneliti muda," katanya.
Salah satu kegiatan penelitian padi yang akan dilakukan yakni pengembangan padi di lahan rawa maupun lahan kering yang saat ini dinilai belum optimal.
Menurut Haryono, lahan rawa maupun lahan kering memiliki potensi produksi yang cukup tinggi karena bisa meningkat antara 2-3 ton per hektare. Sedangkan peningkatan produktivitas padi di Jawa, saat ini sudah optimal hanya sekitar 0,1-0,2 ton per hektare.
Pada tahun ini pemerintah menargetkan produksi padi sebanyak 72,02 juta ton gabah kering giling yang mana pada 2014 diharapkan terdapat suplus 10 juta ton beras. (ant)
Kepala Badan Litbangtan Haryono di Bogor, Jumat (25/5) mengatakan, para profesor riset tersebut ditugaskan untuk melakukan penelitian guna menggali potensi, khususnya sektor pertanian, di wilayah-wilayah itu.
"Mereka nantinya diharapkan mampu mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi teknologi seperti apa yang diperlukan di kawasan perbatasan serta daerah tertinggal itu," katanya di sela Rapat Kerja Badan Litbang Pertanian 2012.
Haryono mengatakan, fokus penelitian yang dilakukan di wilayah perbatasan serta daerah tertinggal tersebut tidak hanya menyangkut upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan namun juga dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Saat ini, tambahnya, baru 8-12 wilayah yang ditempatkan para profesor riset tersebut antara lain kawasan perbatasan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan untuk Papua dan Maluku belum dengan pertimbangan lokasinya terlalu sulit.
"Mereka rencananya ditempatkan di wilayah perbatasan maupun daerah tertinggal tersebut selama 10 hari, nantinya akan disusul oleh peneliti senior dan peneliti muda," katanya.
Salah satu kegiatan penelitian padi yang akan dilakukan yakni pengembangan padi di lahan rawa maupun lahan kering yang saat ini dinilai belum optimal.
Menurut Haryono, lahan rawa maupun lahan kering memiliki potensi produksi yang cukup tinggi karena bisa meningkat antara 2-3 ton per hektare. Sedangkan peningkatan produktivitas padi di Jawa, saat ini sudah optimal hanya sekitar 0,1-0,2 ton per hektare.
Pada tahun ini pemerintah menargetkan produksi padi sebanyak 72,02 juta ton gabah kering giling yang mana pada 2014 diharapkan terdapat suplus 10 juta ton beras. (ant)
Selasa, 22 Mei 2012
Media Tumbuh Sayuran Organik, Pot dan Polybag
Jika dasarnya memang
petani, atau memiliki kedekatan secara budaya dengan dunia pertanian,
lahan sesempit apapun dan di mana pun akan bisa disulap menjadi lahan
pertanian yang memiliki nilai ekonomi. Lahan pekarangan yang umumnya
tidak dilirik sebagai lahan pertanaman sayuran maupun buah-buahan, di
lokasi ini (Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan-red) bisa ditemui
dengan mudah. Dan, itu di halaman rumah warga. Siapa pun yang tertarik
untuk membeli, bisa langsung datang dan memetiknya sendiri.
Di gang-gang kecil, tanaman pare merambat di bambu yang dibentuk menyerupai kanopi. Buah pare yang masih kecil, maupun yang sudah layak untuk dipetik menggantung di tangkai. Bahkan 1 - 2 buah tampak sudah menguning tanpa sempat dipetik. Tidak hanya itu saja, yang tidak menggunakan rak bambu, pot-pot dan polibag diletakkan di tanah, umumnya untuk tanaman cabai merah dan terung.
Menurut Ketua Kelompok Tani Sedar, Marioto, geliat masyarakat menanam sayuran di pekarangan rumah menggunakan pot dan polibag dilakukan oleh kaum ibu yang mulai terbuka wawasannya untuk menambah pemasukan keluarga dengan cara sederhana dan menyenangkan.
Aktivitas kaum ibu yang selama ini hanya berkumpul dan tak menghasilkan, kini bisa membuktikan bahwa keberadaan mereka sangat produktif. Bekumpulnya kaum ibu, yang seringkali ‘ngrumpi’, aktivitas itu tetap terjadi namun dengan topik yang bertambah, yakni membicarakan bagaimana cara menanam sayuran yang baik, bagaimana cara mengatasi serangan ulat maupun bagaimana cara membuat pupuk organik.
Kaum ibu, lanjut Marioto, memiliki peran sangat besar untuk membuat kampungnya lebih asri dengan tanaman sayuran. Selain tanaman sayuran yang sudah layak untuk dikonsumsi, di samping rumah pasti juga ada tanaman sayuran yang masih bibit dan belum dipindahkan ke pot maupun polibag.
Semangat kaum ibu untuk memanfaatkan pekarangan rumah ini cukup membantu meringankan kebutuhan keluarga. Umumnya suami mereka bekerja sebagai petani di sawah yang mana hasil produksinya relatif lebih lama daripada sayuran. Kebutuhan keluarga tidak bisa menunggu sampai padinya memasuki masa panen. Tuntutan kebutuhan itu terus muncul setiap saat dan harus dipenuhi secepatnya.
"Dari pemanfaatan pekarangan dengan menanam sayuran ini, kebutuhan harian bisa diselesaikan, ini bisa disebut sebagai kerja sama dan bahu membahu dalam keluarga secara sederhana," katanya.
Ia menjelaskan, hasil dari pemanfaatan pekarangan tersebut, masyarakat dapat menjual sayurannya kepada masyarakat lain yang membutuhkan sayuran untuk dimasak. Masyarakat tidak perlu pergi ke pasar karena di tetangganya sudah ada sayuran segar yang bisa dibeli secara langsung.
Pola seperti ini bukan saja dapat membangun ekonomi warga secara swadaya dari sisi peemenuhan kebutuhan, namun juga dapat membangun silaturahmi yang hangat di masyarakat. Interaksi yang intens di masyarakat dibangun dari jual beli sayuran. "Ini juga salah satu bentuk sosialisasi yang efektif untuk menjelaskan sayuran sehat yang dihasilkan dari pekarangan sendiri," katanya.
Keberhasilan dalam menyosialisasikan pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayuran yang sehat tersebut bisa dilihat dari bertambahnya masyarakat yang kemudian ikut menanam sayuran di rumahnya.
Dikatakan Marioto, sebelumnya masyarakat tidak yakin pola tanam dengan pemanfaatan pekarangan rumah untuk pertanian dapat menambah pemasukan keluarga. Masyarakat saat itu meragukan karena pembeli sayuran akan lebih praktis dengan pergi ke pasar daripada mendatangi tetangganya yang menanam sayuran.
Apalagi setelah tahu bahwa model pertanamannya tidak menggunakan pupuk kimia. masyarakat umumnya menilai bahwa pupuk kimia adalah hal yang mutlak digunakan agar tanaman dapat tumbuh dengan maksimal.
Menurutnya, di awal percobaan, hanya 25 kepala keluarga yang mau melakukan itu. Namun,setelah pertaniannya berhasil tumbuh dan mendatangkan rupiah, kemudian muncul ketertarikan dari masyarakat lain untuk ikut mengembangkannya. Hingga kini sudah 45 kepala keluarga yang memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami dengan sayuran.
Dikatakannya, jika sebelumnya pekarangan rumah masyarakat didominasi dengan tanaman hias dan tanaman lain yang tidak memiliki nilai ekonomis, kini sebagian besar juga dipenuhi dengan tanaman sayuran yang mana dari sisi pemandangan juga tak kalah menarik dengan tanaman hias. "Dan tenyata terbukti dapat menambah pemasukan keluarga," katanya.
Berita Umum : Nenek Lumpuh Rawat 2 Anak Terbelakang Mental
PONOROGO - Meski dalam kondisi lumpuh, seorang
perempuan lanjut usia di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tetap merawat
dua anaknya yang menderita keterbelakangan mental.
Seorang anaknya mengurung diri dan hidup bersama kambing, sementara satu lainnya takut bertemu orang lain.
Toerah (70), warga Dusun Krajan, Desa Ngrandu, Kecamatan Kauman, Ponorogo, terserang stroke sejak lama. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di atas kursi. Kondisinya semakin parah setelah suaminya bernama Senen, meninggal dunia setahun lalu.
Setengah tubuh perempuan berusia 70 tahun itu tidak bisa digerakkan. Untuk berpindah tempat, dia harus merangkak. Toerah mengaku sudah berobat hingga hartanya habis.
”Sudah dua tahun lebih sakit. Dulu, setiap hari berobat. Di dokter sempat empat hari,” ucap Toerah terbata-bata, Selasa (22/5/2012).
Dalam kondisi miskin dan lumpuh, dia masih harus merawat dua anaknya, Bibit (30) dan Slamet Purnadi (25), yang mengalami keterbelakangan mental.
Bibit mengurung diri dan hidup bersama empat ekor kambingnya di dalam kandang. Anak pertamanya itu jarang sekali keluar kandang. Dia tak bicara sama sekali. Adik dan tetangga yang harus memberi makan Bibit.
Sementara kondisi Slamet tidak jauh berbeda. Sehari-hari dia memasak dan tak pernah keluar rumah. Bibit dan Slamet sulit berkomunikasi dan takut bertemu dengan orang lain.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kelurga Toerah banyak dibantu para tetangga secara bergiliran.
Suriah, tetangga Toerah, mengaku yang dikhawatirkan nantinya nasib Bibit dan Slamet jika ibunya meninggal. “Siapa yang akan mengurusi anaknya nanti kalau ibunya sudah enggak ada? Kasihan,” ujarnya.
Seorang anaknya mengurung diri dan hidup bersama kambing, sementara satu lainnya takut bertemu orang lain.
Toerah (70), warga Dusun Krajan, Desa Ngrandu, Kecamatan Kauman, Ponorogo, terserang stroke sejak lama. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di atas kursi. Kondisinya semakin parah setelah suaminya bernama Senen, meninggal dunia setahun lalu.
Setengah tubuh perempuan berusia 70 tahun itu tidak bisa digerakkan. Untuk berpindah tempat, dia harus merangkak. Toerah mengaku sudah berobat hingga hartanya habis.
”Sudah dua tahun lebih sakit. Dulu, setiap hari berobat. Di dokter sempat empat hari,” ucap Toerah terbata-bata, Selasa (22/5/2012).
Dalam kondisi miskin dan lumpuh, dia masih harus merawat dua anaknya, Bibit (30) dan Slamet Purnadi (25), yang mengalami keterbelakangan mental.
Bibit mengurung diri dan hidup bersama empat ekor kambingnya di dalam kandang. Anak pertamanya itu jarang sekali keluar kandang. Dia tak bicara sama sekali. Adik dan tetangga yang harus memberi makan Bibit.
Sementara kondisi Slamet tidak jauh berbeda. Sehari-hari dia memasak dan tak pernah keluar rumah. Bibit dan Slamet sulit berkomunikasi dan takut bertemu dengan orang lain.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kelurga Toerah banyak dibantu para tetangga secara bergiliran.
Suriah, tetangga Toerah, mengaku yang dikhawatirkan nantinya nasib Bibit dan Slamet jika ibunya meninggal. “Siapa yang akan mengurusi anaknya nanti kalau ibunya sudah enggak ada? Kasihan,” ujarnya.
Luas hutan yang dimoratorium bertambah 379.000 hektare
Jakarta. Revisi kedua perbaikan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru
(PIPIB) pengelolaan hutan pada Mei 2012 menunjukkan adanya penambahan
luas tutupan lahan hutan yang masuk area moratorium seluas 379 ribu
hektare.
Menurut Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, penangguhan pemberian izin pengelolaan hutan yang pada November 2011 baru mencakup lahan hutan seluas 65.374.251 hektare sekarang sudah bertambah menjadi 65.753.810 hektare.
"Saat ini luas tutupan lahan hutan yang dimoratorium seluas 65.753.810 hektare. Dengan begitu izin di kawasan tersebut tidak lagi dikeluarkan," katanya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin.
Ia mencatat, luas area moratorium pengelolaan hutan tersebut mencakup hutan lindung dan suaka pelestarian alam seluas 51.221.334 hektare, lahan gambut seluas 6.252.411 hektare dan hutan primer seluas 8.273.064 hektare.
Kuntoro menjelaskan, peta indikatif penundaan izin pengelolaan hutan direvisi setiap enam bulan untuk meningkatkan akurasi dari data luas kawasan hutan berdasarkan dari penambahan dan pengurangan wilayah yang tercakup dalam moratorium.
Menurut Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, penangguhan pemberian izin pengelolaan hutan yang pada November 2011 baru mencakup lahan hutan seluas 65.374.251 hektare sekarang sudah bertambah menjadi 65.753.810 hektare.
"Saat ini luas tutupan lahan hutan yang dimoratorium seluas 65.753.810 hektare. Dengan begitu izin di kawasan tersebut tidak lagi dikeluarkan," katanya saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin.
Ia mencatat, luas area moratorium pengelolaan hutan tersebut mencakup hutan lindung dan suaka pelestarian alam seluas 51.221.334 hektare, lahan gambut seluas 6.252.411 hektare dan hutan primer seluas 8.273.064 hektare.
Kuntoro menjelaskan, peta indikatif penundaan izin pengelolaan hutan direvisi setiap enam bulan untuk meningkatkan akurasi dari data luas kawasan hutan berdasarkan dari penambahan dan pengurangan wilayah yang tercakup dalam moratorium.
Ditemukan, Katak Berwarna Seperti Jeruk
FRANKFURT. Katak berwarna kuning seperti
jeruk ditemukan di bagian barat Panama. Penemuannya dipublikasikan di
jurnal Zookeys baru-baru ini.
Ilmuwan terkejut ketika menemukan dan memegang katak ini. Mereka menjumpai bahwa warna kuning katak melekat atau tertinggal di jari mereka. Katak jeruk ini dinamai Diasporus citrinobapheus. Pada masa dewasanya, katak ini hanya berukuran 2 cm sehingga sulit ditemukan.
"Walau kami mengetahui bahwa panggilan kawin pejantan spesies ini berbeda dari yang pernah kami dengar sebelumnya, usaha besar dibutuhkan sampai akhirnya bisa menjumpainya di vegetasi," kata Andreas Hertz, pimpinan tim peneliti dari Senckenberg Research Institute di Frankfurt am Main, Jerman.
Jenis katak ini adalah anggota dari famili katak hujan besar yang dalam tahap perkembangannya tak mengalami masa kecebong.
Nama citrinobapheus yang diberikan, dalam bahasa Yunani berawrti "pewarna kuning", didasarkan pada warna kuning yang ditinggalkan pada jari peneliti.
"Kita tak bisa mengatakan bahwa pewarna ini bagus untuk pertahanan dari predator karena kita tak menemukan zat racun di situ," kata Hertz seperti dikutip Mongabay, Selasa (22/5/2012).
Hertz mengungkapkan bahwa pewarna mungkin saja tak memiliki fungsi apapun. Namun, bisa juga pewarna memang berfungsi menghalau predator dengan memiliki rasa pahit, walau tak beracun.
Ilmuwan terkejut ketika menemukan dan memegang katak ini. Mereka menjumpai bahwa warna kuning katak melekat atau tertinggal di jari mereka. Katak jeruk ini dinamai Diasporus citrinobapheus. Pada masa dewasanya, katak ini hanya berukuran 2 cm sehingga sulit ditemukan.
"Walau kami mengetahui bahwa panggilan kawin pejantan spesies ini berbeda dari yang pernah kami dengar sebelumnya, usaha besar dibutuhkan sampai akhirnya bisa menjumpainya di vegetasi," kata Andreas Hertz, pimpinan tim peneliti dari Senckenberg Research Institute di Frankfurt am Main, Jerman.
Jenis katak ini adalah anggota dari famili katak hujan besar yang dalam tahap perkembangannya tak mengalami masa kecebong.
Nama citrinobapheus yang diberikan, dalam bahasa Yunani berawrti "pewarna kuning", didasarkan pada warna kuning yang ditinggalkan pada jari peneliti.
"Kita tak bisa mengatakan bahwa pewarna ini bagus untuk pertahanan dari predator karena kita tak menemukan zat racun di situ," kata Hertz seperti dikutip Mongabay, Selasa (22/5/2012).
Hertz mengungkapkan bahwa pewarna mungkin saja tak memiliki fungsi apapun. Namun, bisa juga pewarna memang berfungsi menghalau predator dengan memiliki rasa pahit, walau tak beracun.
Buah Impor Dilarang Masuk saat Panen
JAKARTA. Pemasukan buah impor tidak bisa dilakukan saat petani lokal sedang panen raya.
Aturan itu sudah dibuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2012 tentang ketentuan produk impor hortikultura yang ditandatangani awal bulan ini.
"Sudah keluar Permendagnya. Kami tidak akan impor produk hortikultura di waktu-aktu tertentu, apalagi sedang panen. Ini yang harus dijaga keseimbangannya. Jangan sampai kita tidak peka dengan keseimbangan," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Istana Presiden, Selasa (22/5).
Gita berharap dengan adanya pemasukan buah impor di waktu-waktu tertentu itu akan menjaga keseimbangan buah lokal yang sedang untung karena panen.
"Kami juga tidak mau (buah impor) ini nanti keluar dari batas kewajaran. Jangan juga di-abuse atau disalahgunakan. Itu pesan-pesan kami ke kawan-kawan di Kementan," lanjut Gita.
Permendag itu untuk merespons rekomendasi dari Permentan Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
Meski sudah ditandatangani, Permendag tersebut baru akan diimplementasikan dalam beberapa bulan ke depan.
Sembari menunggu pemberlakuan, Gita akan melihat juga melihat kesiapan infrastruktur dalam pembatasan tersebut
Aturan itu sudah dibuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2012 tentang ketentuan produk impor hortikultura yang ditandatangani awal bulan ini.
"Sudah keluar Permendagnya. Kami tidak akan impor produk hortikultura di waktu-aktu tertentu, apalagi sedang panen. Ini yang harus dijaga keseimbangannya. Jangan sampai kita tidak peka dengan keseimbangan," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Istana Presiden, Selasa (22/5).
Gita berharap dengan adanya pemasukan buah impor di waktu-waktu tertentu itu akan menjaga keseimbangan buah lokal yang sedang untung karena panen.
"Kami juga tidak mau (buah impor) ini nanti keluar dari batas kewajaran. Jangan juga di-abuse atau disalahgunakan. Itu pesan-pesan kami ke kawan-kawan di Kementan," lanjut Gita.
Permendag itu untuk merespons rekomendasi dari Permentan Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
Meski sudah ditandatangani, Permendag tersebut baru akan diimplementasikan dalam beberapa bulan ke depan.
Sembari menunggu pemberlakuan, Gita akan melihat juga melihat kesiapan infrastruktur dalam pembatasan tersebut
Petani Buah Sambut Baik Pembatasan Impor Produk Hortikultura
Medan.
Masyarakat petani khususnya petani hortikultura Sumatera Utara (Sumut)
menyambut baik adanya pembatasan impor produk hortikultura. Karena
dinilai akan memacu semangat petani untuk meningkatkan produk dan
kualitas buah yang akan dihasilkan.
Hal tersebut dikemukakan Sulaiman Ginting, salah seorang petani jeruk di Kabupaten Karo saat dimintai tanggapannya mengenai keluarnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 03/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Permendag No 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang mana di dalamnya diatur pembatasan impor produk hortikultura.
Sulaiman membenarkan bahwa sejak 4 tahun terakhir, petani buah, utamanya jeruk mengalami keterpurukan mulai dari produksi yang semakin menurun ditambah lagi dengan jatuhnya harga jual yang membuat pendapatan petani semakin kecil.
Dikatakannya, dari sisi produksi yang semakin menurun disebabkan oleh serangan hama yang sulit diberantas. Belum lagi dengan usia tanaman yang sudah tua. Petani, lanjutnya karena terdorong untuk meningkatkan produksi di tengah situasi yang sulit terpaksa menggunakan segala cara mulai dari pemupukan sampai perlakuan-perlakuan yang berlebihan agar produksinya bisa sesuai yang diharapkan. "Biaya produksi yang dikeluarkan petani semakin membengkak sementara harga jualnya tidak layak," katanya.
Hal yang lebih parah lagi kata Sulaiman adalah ketika di pasaran, buah produksi petani lokal kalah saing dibandingkan dengan buah impor. Kekalahan produk petani lokal mulai dari harga, kemasan sampai ragam. "Tentu saja konsumen menginginkan harga yang murah, sementara petani tak mungkin menurunkan harganya, jadi wajar saja jika mereka memilih buah impor," katanya, Selasa (22/5).
Maka itu, dengan adanya pembatasan impor produk hortikultura akan memberi ruang bagi petani lokal untuk memasarkan produknya. Buah-buahan dan sayuran produksi lokal akan lebih banyak di pasaran. Dengan demikian, konsumen juga akan lebih mengenal buah lokal dan mengonsumsi buah dan sayuran yang lebih segar. "Lagipula produk lokal tetap lebih segar daripada yang impor," katanya.
Sementara itu, petani timun di Desa Pematang Jering Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara, Hasan, mengatakan bahwa pembatasan impor hortikultura selain bisa memberi ruang bagi pemasaran juga dapat memacu petani lokal untuk membudidayakan buah dari luar ataupun dengan memaksimalkan pertaniannya.
Ini menurutnya sangat penting karena pasokan buah yang dibutuhkan konsumen tetap banyak dan petani lokal tidak perlu menurunkan harga jualnya karena produk yang sama dari luar tidak beredar di daerah. "Akan banyak hal positif yang bisa dirasakan petani, bukan hanya produknya laku, tapi juga dapat memacu petani untuk lebih kreatif," ujarnya.
Hal tersebut dikemukakan Sulaiman Ginting, salah seorang petani jeruk di Kabupaten Karo saat dimintai tanggapannya mengenai keluarnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 03/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Permendag No 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang mana di dalamnya diatur pembatasan impor produk hortikultura.
Sulaiman membenarkan bahwa sejak 4 tahun terakhir, petani buah, utamanya jeruk mengalami keterpurukan mulai dari produksi yang semakin menurun ditambah lagi dengan jatuhnya harga jual yang membuat pendapatan petani semakin kecil.
Dikatakannya, dari sisi produksi yang semakin menurun disebabkan oleh serangan hama yang sulit diberantas. Belum lagi dengan usia tanaman yang sudah tua. Petani, lanjutnya karena terdorong untuk meningkatkan produksi di tengah situasi yang sulit terpaksa menggunakan segala cara mulai dari pemupukan sampai perlakuan-perlakuan yang berlebihan agar produksinya bisa sesuai yang diharapkan. "Biaya produksi yang dikeluarkan petani semakin membengkak sementara harga jualnya tidak layak," katanya.
Hal yang lebih parah lagi kata Sulaiman adalah ketika di pasaran, buah produksi petani lokal kalah saing dibandingkan dengan buah impor. Kekalahan produk petani lokal mulai dari harga, kemasan sampai ragam. "Tentu saja konsumen menginginkan harga yang murah, sementara petani tak mungkin menurunkan harganya, jadi wajar saja jika mereka memilih buah impor," katanya, Selasa (22/5).
Maka itu, dengan adanya pembatasan impor produk hortikultura akan memberi ruang bagi petani lokal untuk memasarkan produknya. Buah-buahan dan sayuran produksi lokal akan lebih banyak di pasaran. Dengan demikian, konsumen juga akan lebih mengenal buah lokal dan mengonsumsi buah dan sayuran yang lebih segar. "Lagipula produk lokal tetap lebih segar daripada yang impor," katanya.
Sementara itu, petani timun di Desa Pematang Jering Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara, Hasan, mengatakan bahwa pembatasan impor hortikultura selain bisa memberi ruang bagi pemasaran juga dapat memacu petani lokal untuk membudidayakan buah dari luar ataupun dengan memaksimalkan pertaniannya.
Ini menurutnya sangat penting karena pasokan buah yang dibutuhkan konsumen tetap banyak dan petani lokal tidak perlu menurunkan harga jualnya karena produk yang sama dari luar tidak beredar di daerah. "Akan banyak hal positif yang bisa dirasakan petani, bukan hanya produknya laku, tapi juga dapat memacu petani untuk lebih kreatif," ujarnya.
Kesuburan Tanah Pengaruhi Produksi Kopi
Medan.
Kesuburan tanah merupakan faktor penting dalam dunia pertanian. Jika
unsur hara yang sangat dibutuhkan bagi tanaman kurang, pertumbuhannya
tidak akan optimal, seperti halnya pada tanaman kopi.
“Jadi, harus ada
pengelolaan terhadap kesuburan tanah secara berkelanjutan agar produksi
kopi sesuai yang diharapkan,” kata dosen ilmu konservasi tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Abdul Rauf dalam Lokakarya
Nasional Keseimbangan Hara dan Pengelolaan Kesuburan Tanah Berkelanjutan
Pada Kopi Arabika di Sumatera Utara dan Aceh yang diselenggarakan di
Aula Supratman Fakultas Pertanian USU, Selasa (22/5).
Rauf mengatakan, untuk memacu pertumbuhan dan produksi, kesuburan tanahnya harus dikelola sedemikian rupa sehingga dengan komposisinya yang ideal bibit bermutu yang ditanam di lingkungan tersebut lebih optimal. "Unsur hara yang terkandung di dalam tanah harus memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan tanamannya," katanya.
Dikatakannya, dalam pengelolaan hara yang baik dan dapat mempertahankan keberlanjutannya dapat dilakukan dalam 2 tahap, yakni peningkatan unsur hara sampai ke tingkat yang diperlukan tanaman dan tahap lainnya adalah pemeliharaan unsur hara yang tinggi untuk mempertahankan kadarnya dengan pemberian pupuk dengan dosis yang cukup.
Di samping itu, menurutnya terdapat juga faktor-faktor umum yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan hara dan pemberian pupuk, di antaranya ketersediaan fosfor, nitrogen hilangnya amoniak, perkembangan akar tanaman, kondisi air tanah, tingkat pertumbuhan tanaman dan kondisi alam. "Pemberian pupuk yang tepat waktu di awal musim dan di akhir musim, sementara pemupukan di musim kemarau harus disiram agar pupuk larut dan mudah diserap tanaman," ujarnya.
Menurutnya, pupuk yang paling baik bagi tanaman adalah pupuk organik, bisa berupa mulsa yang berasal dari daun-daun, serasah sekitar tanaman kopi, rumput hasil penyiangan, hasil pemangkasan pohon pelindung, serta daging buah kopi yang mengering. "Diberikan diawal dan akhir musim hujan dengan cara menumpuk di sekitar batang kopi setebal 15 cm," katanya.
Ia menerangkan, pentingnya mengetahui pengelolaan hara pada tanaman kopi secara
berkelanjutan ini untuk mengantisipasi jika terjadi gejala kekuranganan unsur hara. Misalnya, daun muda yang mulanya berwarna hijau berubah menjadi hijau pucat karena kekurangan unsur nitrogen (N). Sementara jika kekurangan unsur fosfor (P) pada daun tua, tulang daun berwarna kuning terang dan dalam waktu lama akan sedikit tersisa yang berwarna hijau. "Ditambah lagi dengan bercak kecoklatan yang menjadi tanda matinya sel jaringan daun yang dapat melebar," katanya.
Sikstus Gusli, salah seorang pengajar ilmu fisika tanah dari Universitas Hasanudin yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, selama ini banyak petani yang kurang dalam melakukan pemupukan secara tepat dalam jenis, dosis dan frekuensinya. Padahal, pemupukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan.
Pemupukan itu sendiri, harus dibarengi dengan pemeliharaan pelindung, manajemen pengelolaannya. "Pemupukan yang benar pasti dapat meningkatkan produksi kopi secara optimal," tambahnya.
Rauf mengatakan, untuk memacu pertumbuhan dan produksi, kesuburan tanahnya harus dikelola sedemikian rupa sehingga dengan komposisinya yang ideal bibit bermutu yang ditanam di lingkungan tersebut lebih optimal. "Unsur hara yang terkandung di dalam tanah harus memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan tanamannya," katanya.
Dikatakannya, dalam pengelolaan hara yang baik dan dapat mempertahankan keberlanjutannya dapat dilakukan dalam 2 tahap, yakni peningkatan unsur hara sampai ke tingkat yang diperlukan tanaman dan tahap lainnya adalah pemeliharaan unsur hara yang tinggi untuk mempertahankan kadarnya dengan pemberian pupuk dengan dosis yang cukup.
Di samping itu, menurutnya terdapat juga faktor-faktor umum yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan hara dan pemberian pupuk, di antaranya ketersediaan fosfor, nitrogen hilangnya amoniak, perkembangan akar tanaman, kondisi air tanah, tingkat pertumbuhan tanaman dan kondisi alam. "Pemberian pupuk yang tepat waktu di awal musim dan di akhir musim, sementara pemupukan di musim kemarau harus disiram agar pupuk larut dan mudah diserap tanaman," ujarnya.
Menurutnya, pupuk yang paling baik bagi tanaman adalah pupuk organik, bisa berupa mulsa yang berasal dari daun-daun, serasah sekitar tanaman kopi, rumput hasil penyiangan, hasil pemangkasan pohon pelindung, serta daging buah kopi yang mengering. "Diberikan diawal dan akhir musim hujan dengan cara menumpuk di sekitar batang kopi setebal 15 cm," katanya.
Ia menerangkan, pentingnya mengetahui pengelolaan hara pada tanaman kopi secara
berkelanjutan ini untuk mengantisipasi jika terjadi gejala kekuranganan unsur hara. Misalnya, daun muda yang mulanya berwarna hijau berubah menjadi hijau pucat karena kekurangan unsur nitrogen (N). Sementara jika kekurangan unsur fosfor (P) pada daun tua, tulang daun berwarna kuning terang dan dalam waktu lama akan sedikit tersisa yang berwarna hijau. "Ditambah lagi dengan bercak kecoklatan yang menjadi tanda matinya sel jaringan daun yang dapat melebar," katanya.
Sikstus Gusli, salah seorang pengajar ilmu fisika tanah dari Universitas Hasanudin yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, selama ini banyak petani yang kurang dalam melakukan pemupukan secara tepat dalam jenis, dosis dan frekuensinya. Padahal, pemupukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan.
Pemupukan itu sendiri, harus dibarengi dengan pemeliharaan pelindung, manajemen pengelolaannya. "Pemupukan yang benar pasti dapat meningkatkan produksi kopi secara optimal," tambahnya.
Selasa, 08 Mei 2012
Dipasarkan Benih Sayuran Tahan Virus
JAKARTA--MICOM: Produsen benih
sayuran hibrida Cap Panah Merah PT East West Seed Indonesia meluncurkan
benih sayuran tomat, kacang panjang, dan timun yang tahan terhadap virus
gemini.
"Terdapat sembilan varietas yang Ewindo tawarkan, enam untuk tomat, dua kacang panjang, dan satu mentimun," kata Direktur Sales dan Marketing Afrizal Gindow di jakarta, Senin (7/5).
Afrizal mengatakan bahwa pihaknya akan memperkenalkan produk itu kepada 250 petani yang diundang dalam acara expo innovation for Solution yang digelar perusahaan pada tanggal 8--9 Mei 2012 di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Ia berharap kehadiran varietas tahan virus gemini ini menjadi jawaban atas serangan virus terhadap tanaman sayuran di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan yang mengalami endemi terbesar.
Afrizal mengutarakan bahwa tanaman sayur yang terkena serangan virus itu akan membuat tanaman tidak mampu berproduksi lagi karena menyerang daunnya yang merupakan alat fotosintesis pada tanaman.
"Bahkan, di Kalimantan Selatan akibat serangan virus ini membuat petani setempat mengalami kerugian besar karena tidak mampu panen sama sekali dalam dua sampai tiga tahun terakhir," ujar dia.
Menurut dia, benih hibrida tahan virus sebenarnya telah dikembangkan Ewindo melalui proses riset sejak 2007. Idealnya perusahaan riset memperbarui varietas unggul lima tahun sekali.
Ewindo menyisihkan 30 persen investasi yang ditanamkan untuk riset dan pengembangan memproduksi varietas unggul, seperti untuk varietas tahan virus gemini bersumber dari investasi sembilan tahun lalu, katanya.
Penyebaran virus gemini sendiri hanya dapat diputus dengan menanam benih yang tahan terhadap penyakit ini, penyebaran penyakit virus sulit ditanggulangi meningat media penyebarannya melalui sejenis kutu yang berterbangan di udara, kata Afrizal menjelaskan.
"Kerugian yang dialami petani akibat penyakit ini mencapai Rp30 juta--Rp40 juta per hektare apabila sama sekali tidak panen," ujarnya.
Kondisi demikian, lanjut dia, membuat harga sayuran, terutama tomat, di Kalsel mencapai Rp20 ribu per kilogram karena harus mendatangkan dari luar daerah.
Untuk mengatasi penyakit itu, kata dia, petani harus menggunakan benih yang berkualitas, rajin membersihkan lahan, dan menggunakan pestisida seperlunya. Kemudian kebijakan pemerintah di bidang karantina harus diperketat, terutama untuk jenis tanaman impor agar tidak membawa penyakit baru bagi tanaman di Indonesia.
Afrizal mengaku untuk memenuhi kebutuhan benih unggul bagi petani di daerah pada tahun 2011 mengalami kendala akibat serangan virus sehingga hanya mampi memasok 50 persen dari kapasitas 3.000 ton.
"Pada tahun 2012, Ewindo telah melakukan kerja sama dengan pemerintah Belanda untuk membangun green house di Jember sehingga diharapkan kapasitas dapat ditingkatkan sampai 60 persen," ujar dia.
Seperti diketahui, dalam tujuh tahun terakhir virus gemini atau yang biasa disebut virus kuning mewabah di sejumlah sentra produksi sayuran.
Di Jawa Timur, akhir tahun lalu misalnya, dari sekitar 500 hektar lahan yang ditanami tomat, 70 persen atau seluas 300 ha rusak terserang penyakit ini. Akibatnya, produksi tomat turun signifikan dan harga sayuran ini pun melambung hingga 300 persen.
Kecenderungan serangan virus gemini yang ditandai dengan munculnya warna kuning pada daun, keriting, kerdil, dan tidak bisa berproduksi dari tahun ke tahun terus meningkat.(ant)
"Terdapat sembilan varietas yang Ewindo tawarkan, enam untuk tomat, dua kacang panjang, dan satu mentimun," kata Direktur Sales dan Marketing Afrizal Gindow di jakarta, Senin (7/5).
Afrizal mengatakan bahwa pihaknya akan memperkenalkan produk itu kepada 250 petani yang diundang dalam acara expo innovation for Solution yang digelar perusahaan pada tanggal 8--9 Mei 2012 di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Ia berharap kehadiran varietas tahan virus gemini ini menjadi jawaban atas serangan virus terhadap tanaman sayuran di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan yang mengalami endemi terbesar.
Afrizal mengutarakan bahwa tanaman sayur yang terkena serangan virus itu akan membuat tanaman tidak mampu berproduksi lagi karena menyerang daunnya yang merupakan alat fotosintesis pada tanaman.
"Bahkan, di Kalimantan Selatan akibat serangan virus ini membuat petani setempat mengalami kerugian besar karena tidak mampu panen sama sekali dalam dua sampai tiga tahun terakhir," ujar dia.
Menurut dia, benih hibrida tahan virus sebenarnya telah dikembangkan Ewindo melalui proses riset sejak 2007. Idealnya perusahaan riset memperbarui varietas unggul lima tahun sekali.
Ewindo menyisihkan 30 persen investasi yang ditanamkan untuk riset dan pengembangan memproduksi varietas unggul, seperti untuk varietas tahan virus gemini bersumber dari investasi sembilan tahun lalu, katanya.
Penyebaran virus gemini sendiri hanya dapat diputus dengan menanam benih yang tahan terhadap penyakit ini, penyebaran penyakit virus sulit ditanggulangi meningat media penyebarannya melalui sejenis kutu yang berterbangan di udara, kata Afrizal menjelaskan.
"Kerugian yang dialami petani akibat penyakit ini mencapai Rp30 juta--Rp40 juta per hektare apabila sama sekali tidak panen," ujarnya.
Kondisi demikian, lanjut dia, membuat harga sayuran, terutama tomat, di Kalsel mencapai Rp20 ribu per kilogram karena harus mendatangkan dari luar daerah.
Untuk mengatasi penyakit itu, kata dia, petani harus menggunakan benih yang berkualitas, rajin membersihkan lahan, dan menggunakan pestisida seperlunya. Kemudian kebijakan pemerintah di bidang karantina harus diperketat, terutama untuk jenis tanaman impor agar tidak membawa penyakit baru bagi tanaman di Indonesia.
Afrizal mengaku untuk memenuhi kebutuhan benih unggul bagi petani di daerah pada tahun 2011 mengalami kendala akibat serangan virus sehingga hanya mampi memasok 50 persen dari kapasitas 3.000 ton.
"Pada tahun 2012, Ewindo telah melakukan kerja sama dengan pemerintah Belanda untuk membangun green house di Jember sehingga diharapkan kapasitas dapat ditingkatkan sampai 60 persen," ujar dia.
Seperti diketahui, dalam tujuh tahun terakhir virus gemini atau yang biasa disebut virus kuning mewabah di sejumlah sentra produksi sayuran.
Di Jawa Timur, akhir tahun lalu misalnya, dari sekitar 500 hektar lahan yang ditanami tomat, 70 persen atau seluas 300 ha rusak terserang penyakit ini. Akibatnya, produksi tomat turun signifikan dan harga sayuran ini pun melambung hingga 300 persen.
Kecenderungan serangan virus gemini yang ditandai dengan munculnya warna kuning pada daun, keriting, kerdil, dan tidak bisa berproduksi dari tahun ke tahun terus meningkat.(ant)
Ekonomi BSM Tertarik Biayai UMKM Pertanian
BANDUNG. Bank Syariah
Mandiri (BSM) tertarik menggelontorkan dana untuk pembiayaan usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada sektor pertanian.
"Sudah lama kita meminta kepada Bank Indonesia BI maupun Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk disediakan produk-produk pertanian untuk kalangan menengah ke bawah, UMKM di bidang pertanian. Bukan di bidang industri pertanian yang besar-besar," ujar Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) Yuslam Fauzi, di Bandung, Senin (7/5).
Menurut Yuslam, masih banyak kalangan petani menengah ke bawah yang membutuhkan pembiayaan bank syariah untuk mengembangkan usahanya, mengingat besarnya basis pertanian Indonesia. Hal tersebut disadari betul oleh BSM namun hingga kini pihaknya masih terkendala pada bagaimana membuat produk yang tepat dan saling menguntungkan.
Apa pasal, Yuslam mengungkapkan hal yang harus dimengerti dalam membiayai petani adalah return tidak bisa diberikan dalam periode waktu yang cepat. Ia mencontohkan penanaman sawit hingga bisa dipanen membutuhkan waktu sekitar 4 tahun.
Selama periode waktu tersebut bank tidak bisa hanya berdiam diri menunggu hasil, sebab bank masih mempunyai kewajiban untuk memberikan return kepada penabung atau deposan.
"Bank syariah butuh produk yang di bank konvensional itu bernama interets during construction atau interest during plantation, bunga sepanjang masa belum panen. Di bank konvensional ada produk seperti itu, nah di bank syariah itu belum ada," katanya.
Terkait apakah produk di bank konvensional bisa diterapkan pada bank syariah, Yuslam menilai hal itu bisa saja dilakukan.
"Saya bukan aliran yang namanya syariah harus beda dengan konvensional. Apalagi syariah ini industri yang masih sangat muda. Ketika kita belum bisa menciptakan sesuatu sendiri ya kita ikut saja apa yang sudah ada di konvensional. Itu ada kaidahnya, memelihara apa yang sudah baik dan mengembangkan apa yang sudah baik," jelasnya.
Mengenai formulasi produk yang tepat, BSM berharap ada pencerahan dari BI ataupun DSN. "Ya saya kira semakin cepat semakin bagus," pungkasnya.
"Sudah lama kita meminta kepada Bank Indonesia BI maupun Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk disediakan produk-produk pertanian untuk kalangan menengah ke bawah, UMKM di bidang pertanian. Bukan di bidang industri pertanian yang besar-besar," ujar Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM) Yuslam Fauzi, di Bandung, Senin (7/5).
Menurut Yuslam, masih banyak kalangan petani menengah ke bawah yang membutuhkan pembiayaan bank syariah untuk mengembangkan usahanya, mengingat besarnya basis pertanian Indonesia. Hal tersebut disadari betul oleh BSM namun hingga kini pihaknya masih terkendala pada bagaimana membuat produk yang tepat dan saling menguntungkan.
Apa pasal, Yuslam mengungkapkan hal yang harus dimengerti dalam membiayai petani adalah return tidak bisa diberikan dalam periode waktu yang cepat. Ia mencontohkan penanaman sawit hingga bisa dipanen membutuhkan waktu sekitar 4 tahun.
Selama periode waktu tersebut bank tidak bisa hanya berdiam diri menunggu hasil, sebab bank masih mempunyai kewajiban untuk memberikan return kepada penabung atau deposan.
"Bank syariah butuh produk yang di bank konvensional itu bernama interets during construction atau interest during plantation, bunga sepanjang masa belum panen. Di bank konvensional ada produk seperti itu, nah di bank syariah itu belum ada," katanya.
Terkait apakah produk di bank konvensional bisa diterapkan pada bank syariah, Yuslam menilai hal itu bisa saja dilakukan.
"Saya bukan aliran yang namanya syariah harus beda dengan konvensional. Apalagi syariah ini industri yang masih sangat muda. Ketika kita belum bisa menciptakan sesuatu sendiri ya kita ikut saja apa yang sudah ada di konvensional. Itu ada kaidahnya, memelihara apa yang sudah baik dan mengembangkan apa yang sudah baik," jelasnya.
Mengenai formulasi produk yang tepat, BSM berharap ada pencerahan dari BI ataupun DSN. "Ya saya kira semakin cepat semakin bagus," pungkasnya.
Pengalih fungsi lahan gambut harus ditindak
Jakarta. Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, meminta
pemerintah daerah setempat untuk menindak tegas pelaku alih fungsi lahan
gambut menjadi lahan sawit karena bisa merusak keseimbangan alam.
"Jangan gentar menindak pelaku pelanggaran alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan sawit karena kewenangan semua berada di tangan mereka. Pemda tidak boleh kalah wibawa dengan pihak manapun," kata Menhut di Desa Rawa Tripa, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Minggu.
Saat mengunjungi areal perkebunan sawit PT Kalista Alam dan sarang orangutan itu, Menhut mengungkapkan, lahan gambut setebal tiga meter memiliki memberikan efek yang besar terhadap keseimbangan iklim dan sebagai sumber karbon dunia.
Menhut mengatakan, lahan gambut di Desa Rawa Tripa tersebut terbukti merupakan habitat orangutan, sehingga ekosistem di kawasan itu perlu dijaga agar tetap lestari.
"Kendati bukan termasuk kawasan hutan, areal ini masuk areal pengguna lain yang layak dilindungi karena merupakan habitat orangutan," ucapnya.
Ia meminta Pemda bersunguh-sungguh menegakkan aturan dan mengkaji efek lingkungan alih fungsi lahan gambut itu dengan mengajak perguruan tinggi setempat dan Walhi.
Pada kunjungan kerja itu, Menhut juga sempat memantau kondisi lahan gambut di konsesi milik PT SGM 2 yang terbakar seluas sekitar 1.000 hektare.
Kawasan lahan gambut di Kecamatan Darul Makmur itu merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) itu, dan ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 45 menit dari Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh dilaporkan turut mengancam habitat orangutan dan harimau sumatera.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan, terutama Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam tindakan pembukaan lahan sawit di kawasan ekosistem hutan gambut Rawa Tripa itu.
Dalam perjalanan ke lokasi lahan gambut itu, dua kendaraan rombongan Menteri Kehutanan sempat mengalami insiden saling seruduk.
"Jangan gentar menindak pelaku pelanggaran alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan sawit karena kewenangan semua berada di tangan mereka. Pemda tidak boleh kalah wibawa dengan pihak manapun," kata Menhut di Desa Rawa Tripa, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, Minggu.
Saat mengunjungi areal perkebunan sawit PT Kalista Alam dan sarang orangutan itu, Menhut mengungkapkan, lahan gambut setebal tiga meter memiliki memberikan efek yang besar terhadap keseimbangan iklim dan sebagai sumber karbon dunia.
Menhut mengatakan, lahan gambut di Desa Rawa Tripa tersebut terbukti merupakan habitat orangutan, sehingga ekosistem di kawasan itu perlu dijaga agar tetap lestari.
"Kendati bukan termasuk kawasan hutan, areal ini masuk areal pengguna lain yang layak dilindungi karena merupakan habitat orangutan," ucapnya.
Ia meminta Pemda bersunguh-sungguh menegakkan aturan dan mengkaji efek lingkungan alih fungsi lahan gambut itu dengan mengajak perguruan tinggi setempat dan Walhi.
Pada kunjungan kerja itu, Menhut juga sempat memantau kondisi lahan gambut di konsesi milik PT SGM 2 yang terbakar seluas sekitar 1.000 hektare.
Kawasan lahan gambut di Kecamatan Darul Makmur itu merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) itu, dan ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 45 menit dari Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.
Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh dilaporkan turut mengancam habitat orangutan dan harimau sumatera.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan, terutama Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam tindakan pembukaan lahan sawit di kawasan ekosistem hutan gambut Rawa Tripa itu.
Dalam perjalanan ke lokasi lahan gambut itu, dua kendaraan rombongan Menteri Kehutanan sempat mengalami insiden saling seruduk.
Langganan:
Postingan (Atom)