Medan.
Tingginya konversi lahan pertanian yang terjadi saat ini ternyata juga
tidak terlepas dari peran petani itu sendiri. Banyak petani yang lebih
memilih untuk melakukan konversi lahan sawahnya ke komoditas lain yang
dianggap lebih bernilai jual tinggi, semisal kelapa sawit.
Peneliti
dari Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra), Iswan Kaputra , Kamis (24/5) di ruangannya Jalan Bahagia By Pass, Medan
mengatakan, tingginya laju konversi lahan pertanian umumnya disebabkan
masifnya roda pembangunan properti. "Ini sangat mengkhawatirkan,
bisa-bisa lahan yang produktif untuk pertanian semakin habis," katanya.
Di
Serdang Bedagai (Sergai) misalnya, ia pernah melakukan penelitian
kepada sebanyak 80 petani yang mana ditemukan 8 orang atau 10 %nya lebih
memilih untuk melakukan konversi ke pertanian atau perkebunan,
khususnya kelapa sawit. Ini bukannya tanpa alasan, menurutnya,
perkebunan kelapa sawit bisa jauh lebih menguntungkan daripada
persawahan. Apalagi, jika menilik luasan lahan persawahan petani yang
sempit sulit untuk mendongkrak pendapatan petani lebih tinggi. "Dengan
lahan yang kurang dari 0,5 hektare, petani kesulitan keluar dari
kemelut," katanya.
Dikatakannya, untuk bertani sawah, petani
harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi. Pendapatan yang diperolehnya
saat panen nyaris tidak mencukupi menutupi biaya produksi dari awal
penanaman, perawatan, pemupukan sampai masa panen dan pemasaran. "Adapun
keuntungan tidak seberapa," katanya.
Lain halnya jika lahan
persawahan yang dikelola petani selama ini, menurutnya pendapatannya
akan menjadi lebih tinggi jika diganti dengan pertanaman monokultur.
Kelapa sawit menjadi komoditas favorit petani yang hendak melakukan
konversi karena jaminan keuntungan yang panjang sejak usia produktif
hingga berusia 25 tahun.
Selain kelapa sawit, kata Iswan, komoditas
perkebunan lain yang menjadi incaran petani adalah karet karena dinilai
lebih menguntungkaan daripada sawah.
Menurutnya, ada hal penting
yang tidak boleh dilupakan, di antaranya bahwa pertanaman monokultur
bukannya tanpa risiko. Kelapa sawit menyerap cukup banyak air dalam
pertumbuhannya. Sementara karet lebih sedikit. Namun yang juga penting
diperhatikan adalah secara alamiah pertanaman monokultur berpengaruh
terhadap keseimbangan ekologi. "Sistem monokultur, khususnya untuk
kelapa sawit ini akan membuat suhu menjadi lebih panas," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar