Langkat. Banyak petani sayur yang
kondisinya memprihatinkan saat ini akibat banyak faktor, di antaranya
harga jual yang tidak sebanding dengan biaya tanam, pemupukan, perawatan
tanaman maupun pembelian pestisida. Tetapi petani yang mengembangkan
tanaman rimbang (cepokak) mereka tidak pernah bimbang akan anjloknya
harga maupun tingkat kematian tanaman tersebut.
“Harga jual rimbang saat ini lumayan
bagus. Kami menolak ke penampung paling rendah Rp 9.000 per kilogram.
Memang harga sebelumnya mencapai Rp 12.000 per kilogram.
Saat
ini mengalami penurunan menjadi berkisar Rp 9.000 – Rp 10.000 per
kilogram,” kata Wagimin ( 55), seorang petani rimbang di dusun
Kelantan Desa Pasar Rawa Kecamatan Gebang, Langkat ketika ditemui
Menurut petani rimbang yang pernah
meraih sukses ini, keberhasilan menanam rimbang dikarenakan ketekunan
dan menjiwai tanaman tersebut.
“Jika selama ini banyak petani
yang kurang beruntung dengan tanaman rimbang, dengan alasan mati ketika
tanaman berusia 4 bulan, mereka menduga unsur hara pada tanah tidak
cocok untuk tanaman rimbang. Itu salah besar,” kata Wagimin.
Perlu
diketahui, kata dia, rimbang merupakan tanaman liar di hutan dan semak
belukar, yang biasa tumbuh dengan sendirinya akibat biji buah rimbang
dibawa burung dan hewan pemakan buah-buahan.
Tetapi tanaman liar
itu bisa dikembangkan, jika perawatannya cukup, sepohon rimbang jika
sudah berusia 3-4 bulan bisa memproduksi buah rimbang hampir 1 kilogram
untuk sekali panen.
Artinya, setiap 10 hari buah rimbang yang
ada dalam satu pohon bisa dipanen antara 6 – 9 ons. Karena bunga dan
putik rimbang terus muncul tanpa henti dan tidak mengenal musim. Asal
saja, tanaman rimbang diperoleh dari hasil stek.
Untuk
keberhasilan tanaman lanjut Wagimin, pohon rimbang yang subur dan
menghasilkan banyak buah, bisa dipotong batang mudanya untuk disemaikan
dalam polybag yang sudah berisi tanah gembur bercampur dolomit dan
kotoran ternak.
Setelah tumbuh setinggi 25 centi meter atau selama 1 bulan, bisa dipindah ke lahan yang sudah disediakan.
“Perawatannya
ringan, dan jangan terlalu banyak menggunakan pupuk kimia, usahakan
pupuk kandang. Tetapi penyemprotan pada daun menggunakan pupuk daun dan
racun hama jangan sempat terlambat, setiap pekan harus dilakukan
penyemprotan,” terangnya.
Sebab lanjut Wagimin, daun pohon
rimbang sangat disukai berbagai macam hama dan ulat. Jadi, kalau
petaninya lalai, daun akan kering, tergulung dan layu serta gundul,
hingga menuju kematian.
“Jika ini terjadi masih bisa
diselamatkan dengan menghentikan pemberian pupuk pada batang atau akar
tanaman, tetapi berikan penyemprotan meyeluruh pada pohon rimbang.
Sepuluh
hari kemudian daun akan bertunas dan bercabang baru hingga mengeluarkan
bunga dan putik buah. Asalkan jangan lupa melakukan penyemprotan dan
perawatan rutin. Tanaman rimbang bisa bertahan hingga 4 tahun,”
jelasnya.
Dengan jumlah tanaman 100 pohon saja, jika satu pohon
menghasilkan rata-rata 6 ons, setiap sepuluh hari bisa panen 60 kg,
sekali jual bisa berpenghasilan Rp 500 ribu.
Berarti jika
sebulan berpenghasilan Rp 1,5 juta. “Jika ada lahan seluas 8 rante kan
tanaman rimbangnya sudah bisa mencapai 350 pohon lebih, maka petani itu
bisa meraup uang sebanyak Rp 5 juta setiap bulannya. Petani kelapa sawit
saja tidak sampai demikian penghasilannya,” ungkap Wagimin.
, Senin (29/4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar