Jakarta. Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengungkapkan pada tahun 2013 ini
petani akan menghadapi musim yang tidak bersahabat karena adanya
fenomena anomali iklim. Ketua Umum KTNA Winarno Tohir di Jakarta, Selasa (9/4) mengatakan
anomali iklim itu akan menyebabkan mundurnya musim tanam 2012/2013.
"Musim tanam 2012/2013 mengalami kemunduran dua bulan, harusnya Oktober
tapi nanti baru Desember," kata Winarno dalam diskusi tentang pengadaan
gabah oleh Bulog tahun 2013 yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan.
Menurut Winarno, sinyalemen anomali
iklim itu sudah diungkapkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) sejak 2010 bahwa waktu musim hujan akan lebih singkat, sementara
musim kemarau akan lebih lama. "Perkiraan akhir April atau Mei sudah
memasuki musim kemarau," katanya.
Menurut dia, budidaya tanaman
padi membutuhkan air yang relatif banyak, namun dengan berpatokan pada
prediksi BMKG itu, secara hitung-hitungan petani terutama di Jawa, akan
kesulitan memperoleh air.
"Dari 283 zona musim di Indonesia,
sekitar 82,7 persen sudah memasuki musim kemarau. Petani menghadapi
musim tanam yang kurang bersahabat," katanya.
Dia menambahkan,
pemerintah baik pusat maupun daerah perlu secepatnya mengatasi fenomena
anomali iklim ini antara lain dengan memperbaiki saluran irigasi dan
pembuatan embung untuk menampung air.
Selain itu, apabila
memungkinkan modifikasi cuaca di sekitar waduk dengan bantuan Badan
Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT). Sedangkan untuk petani,
tambahnya, diharapkan melakukan penyesuaian pola tanam sesuai karakter
daerah apakah dalam satu tahun petani terus menanam padi atau diselingi
palawija.
Winarno mengingatkan kebutuhan beras di Jawa
berkontribusi lebih dari 60 persen dari total kebutuhan nasional,
apabila budidaya tanam terganggu maka hal itu tentunya akan menganggu
ketahanan pangan nasional.
Sementara itu, Kepala Bidang Bina
Usaha Dinas Pertanian Jawa Barat (Jabar) Dody FN mengatakan pihaknya
tetap optimistis masalah iklim tidak menganggu produksi beras tahun
2013.
Menurutnya, produktivitas padi Jabar mencapai 7,49 ton per
hektare gabah kering giling, melebihi standar nasional sebesar 6,86 ton
per hektare. Meski begitu, tambahnya, pemerintah senantiasa
mengantisipasi segala potensi gangguan dan puso tanaman padi. Upaya yang
dilakukan antara lain dengan memfasilitasi sarana dan prasarana seperti
bantuan traktor ke masing masing kabupaten/kecamatan.(ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar