SUKOHARJO. Kalangan petani di wilayah Solo Raya, Jateng, sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah yang tidak jadi mencairkan dana insentif pengganti padi puso periode Maret - Agustus 2011.
Hal itu menyusul pernyataan Gubernur Jateng Bibit Waluyo di Klaten dua hari lalu, yang menyebut tidak akan ada penggantian padi puso yang disebabkan oleh bencana alam dan wereng di Jawa Tengah.
"Sebenarnya kami sudah menduga lama bahwa pemerintah tidak pernah serius memikirkan petani. Hal itu sudah dijawab oleh Gubernur Bibit Waluyo sendiri. Dengan begitu, semakin jelas bahwa petani selama ini memang harus mengatasi sendiri persoalan yang mendera mereka," ungkap ketua Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) Irigasi Dam Colo Timur, Sarjanto Jigong, Jumat (24/2).
Hal sama diungkap oleh Ketua HKTI Jawa Tengah, Gunadi Wirjasukardja yang menyesalkan sikap pemerintah yang berlama-lama dan bahkan akhirnya tidak memenuhi janji untuk mengganti padi puso di Jateng yang disebabkan oleh bencana alam banjir dan serangan masif wereng pada periode Maret - Agustus 2011.
"Kalau dananya sudah ada, kenapa tidak jadi dicairkan. Padahal petani sudah berharap, agar kerugian saat gagal panen bisa diminimalkan dengan adanya bantuan dana insentif itu. HKTI akan terus memperjuangkan, dan pemerintah memang harus terus disadarkan," ujar Gunadi.
Sedang Ketua KTNA Sragen Suratno mengingatkan, agar pemerintah berhenti memain-mainkan petani yang sedang menderita, jika menginginkan ketahanan pangan nasional yang digalakkan tetap terjaga dan tidak tergerus oleh kepercayaan petani yang makin menipis.
"Kami khawatir, jika pemerintah selalu ingkar dengan janjinya, terus disikapi dengan cara sama oleh petani. KTNA Sragen selama ini terus berupaya membangkitkan semangat petani agar tidak patah di tengah jalan ketika menghadapi bencana alam dan juga serbuan OPT (organisme pengganggu tanaman ) yang masif. Tapi jika pemerintah terus membiarkan dan bahkan ingkar janji seperti ini, kami khawatir petani akan nglokro, yang gilirannya tentu akan berdampak pada program ketahanan pangan," tandas Suratno.
Setidaknya Widianto, petani Belimbing, Polokarto, kabupaten Sukoharjo mengamini apa yang diungkapkan Suratno dari Sragen tersebut.
"Saat ini jumlah petani semakin susut. Mereka memilih mencari pekerjaan lain, ketika lahan sawahnya tidak pernah menghasilkan panenan yang menjanjikan, karena serangan wereng dan juga bencana alam banjir yang disertai dengan angin topan. MT I ini saya rugi, hanya 50 persen yang bisa dipanen. Kalau yang tahun lalu tidak diganti pemerintah, modal untuk bertanam MT II nanti apa," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Sukoharjo, Giyarti kepada Media Indonesia menyatakan, bahwa yang dinyatakan gubernur Jateng terkait soal dana insentif gagal panen yang disebabkan oleh bencana alam dan serbuan wereng itu, belum pernah didengar.
"Sejak rapat terakhir awal Februari lalu, sampai sekarang belum ada pemberitahuan resmi," terang Giyarti
ketika dikonfirmasi.
Ia menegaskan, hasil rapat terakhir dengan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian di kantor PHP (Penanggulangan Hama Penyakit) Jawa Tengah pada awal Februari menyebutkan, sedang diupayakan adanya revisi pedoman umum (pedum) tentang kebijakan pemberian dana insentif sebesar Rp3,7 juta per hektare.
Revisi pedum sangat sangat diperlukan, mengingat seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah sepakat, dana insentif akan diganti dari uang menjadi bantuan in natura berupa bibit padi, pupuk dan obat-obatan.
"Tanpa ada perubahan Pedum, tentu kesepakatan itu tidak bisa dilaksanakan, dan dana insentif itu tidak akan cair dari kantor
Kementerian Pertanian," imbuh Giyarti lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar