Rendahnya serapan pupuk organik di kalangan petani menurut Kepala Dinas Pertanian Sumut M Roem disebabkan, rendahnya pemahaman petani akan pupuk organik itu sendiri. Petani menganggap pupuk organik adalah bahan untuk meningkatkan produksi pertanian. Petani berharap dengan menggunakan pupuk organik, hasil pertanian mereka dapat berlipat. Sementara, kenyataan di lapangan tidaklah demikian.
Bahkan, tidak sedikit petani menurut Roem yang menolak menggunakan pupuk organik subsidi yang diberikan pemerintah padahal harganya sangat-sangat murah, hanya Rp 500 per kg. “Pupuk organik itu dijual kepada petani satu paket dengan pupuk subsidi lainnya, yakni urea, KCl, TSP dan ZA. Namun, banyak petani yang enggan menebus pupuk organik karena dianggap tidak ada gunanya,” kata Roem.
Dalam acara Sosialisasi Pupuk PIM Organik kepada Distributor Aceh dan Sumut yang diselenggarakan oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), pada tanggal 13 Februari lalu di Hotel Darma Deli, Medan, Roem mengatakan, alokasi pupuk organik tahun 2009 berkisar 29.000 ton. Namun, realisasinya hanya berkisar 41,46%
Kemudian tahun 2010, alokasinya bertambah dan menjadi 58.000 ton dan yang terealisasi hanya 29,36%. Kemudian tahun 2011 alokasinya diturunkan dan menjadi 56.140 ton tetapi realisasinya hanya 36%. Sedangkan untuk tahun ini, pemerintah mengalokasi pupuk organik untuk petani Sumut sebanyak 46.800 ton. Dan, realisasinya sampai dengan pertengahan Februari masih berkisar 5,16%. ”Sejauh ini, Kabupaten Karo yang tingkat konsumsi pupuk organiknya paling tinggi dari semua kabupaten/kota di Sumatera Utara,” aku Roem.
Dari realisasi serapan itu kata Roem terlihat bahwa kesadaran petani masih sangat rendah menggunakan pupuk organik. Ketergantungan petani akan pupuk konvensional semakin hari semakin besar. Akibatnya, biaya produksi mereka semakin membengkak. Sementara hasil yang diperoleh stagnan atau tidak memperlihatkan angka yang memuaskan. Akhirnya, margin yang didapat petanipun menurun.
“Kalau modal sudah besar, sementara produksi tidak naik berapa lagi laba yang bisa didapat petani. Yang ada nantinya petani merugi. Karena itu, untuk menekan cost produksi, petani harus beralih menggunakan pupuk organik,” jelasnya.
Roem juga berharap, para produsen pupuk organik bisa lebih gencar lagi mensosialisasikan penggunaan pupuk organik ini kepada petani dengan membuat demplot-demplot. Begitu juga dengan para penyuluh pertanian yang lebih dekat dengan petani. Harus lebih jor-joran lagi memberikan pemahaman akan pentingnya penggunaan pupuk organik ini.
Sebab, hanya dengan pemberian pupuk organik secara terus menerus dan dalam jumlah yang tepat sebagaimana yang direkomendasikan pemerintah baru bisa meningkatkan hasil pertanian. Karena itu, dia lebih sependapat kalau pupuk organik lebih tepat dikatakan sebagai bahan pembenah tanah atau memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan bukan sebagaibahan peningkat produktivitas pertanian sebagaimana yang diharapkan petani selama ini.
Dalam pertanian kata Roem, hal pertama yang harus diperhatikan adalah tanah. Kondisi tanah harus sehat. Kemudian benihnya harus benih unggul dan pemberian pupuk harus tepat dan berimbang. Untuk selanjutnya ketersedian air harus mencukupi. “Jika semua unsur ini telah terpenuhi, maka pencapaian produksi tidak lagi lima ton per hektare tapi potensi pencapaian hasil dari benih unggul sekitar tujuh ton per hektare lebih bisa diperoleh,” tegasnya.
Pupuk organik sangat manjur untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang rusak. Tanah yang selama ini terikat sehingga menggumpal hanya bisa dilepaskan atau diurai dengan bahan-bahan organik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar