"Jika notifikasi ini diperuntukan hanya bagi kelapa sawit untuk bahan bakar saja, maka Pemerintah Amerika harus memberikan penjelasan yang spesifik, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya di Jakarta, Kamis (16/2).
Menurut dia, apabila pemerintah Amerika hanya mempermasalahkan standarisasi, seharusnya komplain tersebut dilakukan sejak lama. Dipertanyakan pula mengapa mereka selama ini tetap menerima hasil CPO Indonesia jika memang tidak sesuai.
Sebelumnya pemerintah Amerika Serikat pada 27 Januari 2012 menerbitkan notifikasi "Enviromental Protection Agency" (EPA) mengenai bahan bakar dari sumber yang dapat diperbarui (renewable fuel standards). Notifikasi menyatakan bahan bakar minyak nabati atau biofuel yang berasal dari minyak sawit Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan.
Standar batas pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan EPA untuk biodiesel dan renewable diesel dari bahan baku sawit 20%, minyak sawit Indonesia hanya mengurangi emisi sebanyak 17% untuk biodiesel dan 11% untuk "renewable" diesel.
Rofi mengatakan bahwa Indonesia pernah beberapa kali menghadapi situasi isu-isu pemboikotan seperti ini, namun seringkali banyak isu seperti ini digunakan hanya sebatas mendiskreditkan komoditas pertanian Indonesia dan mekanisme permainan harga agar mendapatkan penawaran lebih rendah. "Kejadian ini memberikan gambaran bahwa produksi dan pemasaran CPO harus sesuai dengan peruntukan dan standar," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, ada baiknya pelaku industri ini dan pemerintah melakukan sebuah pemetaan yang jelas terkait kebutuhan setiap negara yang mengimpor kelapa sawit dari Indonesia.
Kementerian Pertanian mencatat nilai ekspor hasil perkebunan 2011 mencapai US$ 35,72 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai ekspor hasil perkebunan tahun 2010 sebesar US$ 27,35 miliar. Meski begitu, pencapaian di tahun lalu lebih kecil dibandingkan dengan Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan Tahun 2011 yang ditetapkan pemerintah senilai US$ 37,52 miliar. Kinerja ekspor pertanian pada 2011 masih didominasi komoditas perkebunan terutama minyak sawit, karet, dan kakao.
Menurut Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto, ekspor kelapa sawit atau CPO dan produksi turunannya ditargetkan mencapai angka 800 ribu ton pada tahun 2012. Selama tahun 2011 ekspor ke China meningkat 11% menjadi 2,9 juta, dibandingkan dengan ekspor 2010 sekitar 2,4 juta ton. Pada tahun 2012 ekpor diperkirakan meningkat sekitar 5%. (ant)
Menurut dia, apabila pemerintah Amerika hanya mempermasalahkan standarisasi, seharusnya komplain tersebut dilakukan sejak lama. Dipertanyakan pula mengapa mereka selama ini tetap menerima hasil CPO Indonesia jika memang tidak sesuai.
Sebelumnya pemerintah Amerika Serikat pada 27 Januari 2012 menerbitkan notifikasi "Enviromental Protection Agency" (EPA) mengenai bahan bakar dari sumber yang dapat diperbarui (renewable fuel standards). Notifikasi menyatakan bahan bakar minyak nabati atau biofuel yang berasal dari minyak sawit Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan.
Standar batas pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan EPA untuk biodiesel dan renewable diesel dari bahan baku sawit 20%, minyak sawit Indonesia hanya mengurangi emisi sebanyak 17% untuk biodiesel dan 11% untuk "renewable" diesel.
Rofi mengatakan bahwa Indonesia pernah beberapa kali menghadapi situasi isu-isu pemboikotan seperti ini, namun seringkali banyak isu seperti ini digunakan hanya sebatas mendiskreditkan komoditas pertanian Indonesia dan mekanisme permainan harga agar mendapatkan penawaran lebih rendah. "Kejadian ini memberikan gambaran bahwa produksi dan pemasaran CPO harus sesuai dengan peruntukan dan standar," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, ada baiknya pelaku industri ini dan pemerintah melakukan sebuah pemetaan yang jelas terkait kebutuhan setiap negara yang mengimpor kelapa sawit dari Indonesia.
Kementerian Pertanian mencatat nilai ekspor hasil perkebunan 2011 mencapai US$ 35,72 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai ekspor hasil perkebunan tahun 2010 sebesar US$ 27,35 miliar. Meski begitu, pencapaian di tahun lalu lebih kecil dibandingkan dengan Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan Tahun 2011 yang ditetapkan pemerintah senilai US$ 37,52 miliar. Kinerja ekspor pertanian pada 2011 masih didominasi komoditas perkebunan terutama minyak sawit, karet, dan kakao.
Menurut Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto, ekspor kelapa sawit atau CPO dan produksi turunannya ditargetkan mencapai angka 800 ribu ton pada tahun 2012. Selama tahun 2011 ekspor ke China meningkat 11% menjadi 2,9 juta, dibandingkan dengan ekspor 2010 sekitar 2,4 juta ton. Pada tahun 2012 ekpor diperkirakan meningkat sekitar 5%. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar