Medan. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) utusan Sumatera Utara (Sumut), Parlindungan Purba, menilai pemerintah sudah seharusnya memberlakukan pembelian beras petani dengan harga komersial ketimbang terus melakukan impor. "Jangan lagi mengacu pada HPP (harga pembelian pemerintah) meski sudah ada tambahan harga melalui insentif, pembelian dengan cara komersial akan mendorong petani bertanam padi sehingga swasembada beras semakin cepat dicapai," katanya, di Medan, Rabu (28/12).
Parlindungan menilai, impor beras yang terus dilakukan akan menjadi bumerang bagi pemerintah. Impor tersebut akan membuat pemerintah menjadi ketergantungan dengan produksi negara lain, ini jelas sangat berbahaya bagi ketahanan pangan nasional.
Impor juga membuat petani semakin enggan bertanam padi dan bahkan menjual lahannya untuk kemudian menjadi pekerja baik di pabrikan atau pekerja perkebunan. "Kalau Vietnam, Thailand bahkan India bisa mengekspor beras ke Indonesia dan negara lain, mengapa Indonesia tidak," katanya.
Swasembada bahkan ekspor beras akan sangat mudah dicapai apabila petani merasa bahwa bisnis bertanam padi itu menguntungkan, bukan seperti dewasa ini yang harga jualnya hanya pas-pasan. "Pemerintah harus segera memberi kepercayaan kepada Bulog untuk melakukan pengadaan beras di dalam negeri dengan cara membeli bahan pangan utama itu dengan harga komersial," kata Parlindungan.
Humas Bulog Sumut, Rusli, mengakui, Bulog memang belum membeli beras petani yang tahun ini ditargetkan 20.000 ton setara beras. Tidak bisa dibelinya beras petani itu karena harga jual tetap lebih mahal dari harga pembelian pemerintah meski sudah ditambah insentif. "Harga GKG (gabah kering giling) di petani misalnya sudah Rp4.500 per kg dari harga pembelian termasuk insentif yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp4.100 per kg.Jadi tetap saja belum bisa dibeli," katanya.
Hal yang sama juga berlaku di harga beras, dimana harga insentif sebesar Rp6.100 per kg, sementara harga di petani jauh di atas harga itu. "Kendala pembelian beras itu tetap saja masih di harga jual petani yang masih jauh di atas HPP, bahkan sudah termasuk insentif," katanya.
Pemerintah sendiri mensyaratkan pembelian beras petani dilakukan kalau harga jual di bawah HPP dan termasuk insentif. Menurut dia, memang ada wacana bisa membeli tanpa mengacu pada HPP ditambah insentif atau harga pasar, tetapi hingga dewasa ini belum ada aturan main yang jelas sehingga belum bisa dilaksanakan Bulog.
Meski belum membeli beras petani sebanyak 20.000 ton masing-masing 10.000 ton beras produk petani lokal dan 10.000 ton perdagangan jarak jauh, stok beras Bulog Sumut cukup aman. Stok beras sebesar 105.000 ton atau cukup untuk delapan bulan alokasi daerah itu. Selain stok lama, ketersedian beras Bulog Sumut itu diperkuat dengan adanya pasokan beras impor asal Vietnam dan Thailand. (ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar