BLOG Ricky Untuk Pertanian. Blog ini memuat tentang pertanian secara umum dan ada tambahan dari berita pertanian, tips ampuh berhubungan dengan pertanian, lowongan kerja bidang pertanian dan resep makanan-minuman dari hasil pertanian. Yang pasti Pertanian Untuk Negeriku Tercinta Indonesia.
Selasa, 27 Agustus 2013
Perajin tahu-tempe Cirebon terancam gulung tikar
Cirebon - Para perajin tahu tempe di Sindang Jawa Sumber Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terancam gulung tikar akibat harga kedelai semakin melambung.
Sukarna perajin tahu tempe di Cirebon kepada wartawan, Selasa, mengatakan, harga kedelai saat ini melambung akibat impor terhambat, kini dijual sekitar Rp9.200 per kilogram kualitas baik, sebelumnya Rp7.000 per kilogram. Mahalnya harga bahan baku usaha mereka terancam gulung tikar.
Pengalaman tahun sebelumnya, kata dia, memasuki musim kemarau setiap bulan Agustus harga kedelai melambung, sehingga menyulitkan perajin tahu-tempe berproduksi.
Bahan baku tahu-tempe mengandalkan kedelai impor karena produksi kedelai lokal masih terbatas, kata dia, harapanya harga kedelai segera normal supaya produksi mereka aman.
Atin, pedagang tahu-tempe di Cirebon menuturkan, pasokan tahu-tempe dari para perajin semakin sulit karena produksi mereka dibatasi akibat mahalnya harga bahan baku, selama ini mereka mengandalkan kedelai impor.
Pasokan bahan baku terhambat, kata dia, mempengaruhi omzet penjualan karena harga tahu-tempe tersebut naik, harapannya kiriman kedelai kembali stabil sehingga produksi perjian normal.
Sementara itu Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menuturkan, kebutuhan kedelai perajin tahu tempe di Jawa Barat, masih mengandalkan kedelai impor sehingga harga tergantung pasokan, jika terhambat langsung melonjak, harapannya kembali normal, supaya produksi lancar.
"Tanaman kedelai kurang maksimal dikembangkan Jawa Barat, karena cocok dilahan pertanian sub tropis, sehingga tetap mengandalkan impor," kata Ahmad.
Petani Diimbau Waspadai Tingginya Curah Hujan
Medan. Petani khususnya hortikultura di
Sumatera Utara (Sumut) diminta untuk waspada terhadap serangan hama dan
penyakit seiring dengan tingginya curah hujan yang terjadi akhir-akhir
ini. Hama dan penyakit tanaman akan bermunculan dan sulit dikendalikan.
“Imbauan ini juga sesuai dengan surat edaran dari Dirjen Hortikultura agar waspada menghadapi curah hujan yang tinggi. Komoditas hortikultura yang paling diberi perhatian khususnya cabai dan bawang karena kedua komoditas tersebut bisa memicu inflasi," kata Kepala UPT Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT BPTPH) Sumut, Nurhijjah, Senin (26/8) di Medan.
Ia menjelaskan, periode April - Agustus yang cenderung merupakan musim kemarau basah kemudian dilanjutkan dengan curah hujan yang terus meningkat pada bulan September hingga akhir tahun, dapat memicu perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Jenis OPT yang diperkirakan meningkat serangannya antara lain penyakit patek/antraknose, virus kuning, kutu kebul, lalat buah Thrip Aphid pada cabai dan ulat pada bawang, penggerek daun, Thrips, penyakit embun bulu, bercak ungu/trotol dan layu fusarium pada bawang.
Menurutnya, dengan kemunculan serangan hama tersebut, jika pengendaliannya terlambat akan berpengaruh terhadap produktivitas dan akhirnya bisa memicu inflasi.
"Sebagaimana kita tahu, kedua komoditas tersebut rentan terhadap serangan hama dan penanganannya harus cepat," katanya.
Nurhijjah menuturkan, untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit, pihaknya akan terus melakukan pengawalan dan memaksimalkan kerja petugas di lapangan.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan gerakan pengendalian OPT serta menerapkan teknologi pengendalian OPT terbaru dengan tetap menggunakan prinsip Pengendalian Hama Terpadu dan ramah lingkungan seperti penggunaan lampu trap, feromon untuk mengendalikan ulat bawang dan ulat grayak.
Selain itu, pihaknya juga akan menggunakan lekat kuning untuk kutu kebul, penggorok, trips, aphid dan lalat buah. "Peran kelompok tani dan agens hayati harus dimaksimalkan khususnya untuk menerapkan teknologi spesifik lokasi misalnya penggunaan Trychoderma spp, pseudomonas fluorescens, plant growth dan mikoryza," tambahnya.
“Imbauan ini juga sesuai dengan surat edaran dari Dirjen Hortikultura agar waspada menghadapi curah hujan yang tinggi. Komoditas hortikultura yang paling diberi perhatian khususnya cabai dan bawang karena kedua komoditas tersebut bisa memicu inflasi," kata Kepala UPT Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT BPTPH) Sumut, Nurhijjah, Senin (26/8) di Medan.
Ia menjelaskan, periode April - Agustus yang cenderung merupakan musim kemarau basah kemudian dilanjutkan dengan curah hujan yang terus meningkat pada bulan September hingga akhir tahun, dapat memicu perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Jenis OPT yang diperkirakan meningkat serangannya antara lain penyakit patek/antraknose, virus kuning, kutu kebul, lalat buah Thrip Aphid pada cabai dan ulat pada bawang, penggerek daun, Thrips, penyakit embun bulu, bercak ungu/trotol dan layu fusarium pada bawang.
Menurutnya, dengan kemunculan serangan hama tersebut, jika pengendaliannya terlambat akan berpengaruh terhadap produktivitas dan akhirnya bisa memicu inflasi.
"Sebagaimana kita tahu, kedua komoditas tersebut rentan terhadap serangan hama dan penanganannya harus cepat," katanya.
Nurhijjah menuturkan, untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit, pihaknya akan terus melakukan pengawalan dan memaksimalkan kerja petugas di lapangan.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan gerakan pengendalian OPT serta menerapkan teknologi pengendalian OPT terbaru dengan tetap menggunakan prinsip Pengendalian Hama Terpadu dan ramah lingkungan seperti penggunaan lampu trap, feromon untuk mengendalikan ulat bawang dan ulat grayak.
Selain itu, pihaknya juga akan menggunakan lekat kuning untuk kutu kebul, penggorok, trips, aphid dan lalat buah. "Peran kelompok tani dan agens hayati harus dimaksimalkan khususnya untuk menerapkan teknologi spesifik lokasi misalnya penggunaan Trychoderma spp, pseudomonas fluorescens, plant growth dan mikoryza," tambahnya.
Pemakaian Pupuk Cair Enzim mulai merambah Tanah Karo Sumut
Pemakaian Pupuk Cair Enzim BSP-ELF mulai merambah di Kabupaten Karo Sumut. Petani yang sudah memakai pupuk ini menyatakan bahwa setelah memakai Pupuk Cair Enzim BSP-ELF telah meningkatkan hasil panen mereka sebesar 50 - 100%. Keberhasilan peningkatan hasil panen ini berlaku pada setiap jenis tanaman mereka seperti tomat, cabe, kol, kentang, terong, jeruk dan berbagai tanaman lainnya
Pemerintah Targetkan Semua Pupuk Pakai Nano Technology di 2015
Jakarta - Pemerintah kini sedang mengembangkan metode nano bio technology untuk diaplikasikan di produk pangan atau pertanian. Tahun 2015 nanti, metode ini ditargetkan sudah bisa diaplikasikan.
Kepala Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono mengatakan, nano technology merupakan metode pertanian masa depan. Inisiasi ini berangkat dari pertemuan global para pengamat pertanian di Beijing beberapa waktu lalu.
"Awalnya pertemuan global leader for agricultural science and technology, 6 Juni di Beijing. Yang hadir Dirjen FAO, dan lembaga penelitian dunia. Lalu ada 2 Badan Litbang Pertanian. Untuk diskusi mengenai pertanian masa depan. Isu yang diambil itu teknologi ke depan itu apa, nano technology salah satunya," ungkap Haryono sata ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jaksel, (10/6/2013).
Haryono merinci, nano technology ialah suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya agar lebih efisien. Dia mencontohkan, di tahun 2015 nanti, teknologi ini akan diaplikasikan untuk pupuk.
"Contohnya pupuk. Kalau diperkecil itu lebih mudah diserap oleh tanaman. Perbedaannya dengan teknologi nano itu daya serap tanaman terhadap pupuk itu lebih efektif. Jadinya larinya ke efisien cost. Itu sangat menjanjikan untuk mengefisienkan input," katanya.
Metode ini sebenarnya sudah diaplikasikan untuk pupuk beberapa komoditi, namun sayangnya belum begitu masiv. Saat ini, Kementerian Pertanian sedang membangun Leboratorium Penelitian Nano Technology di Bogor yang akan rampung 2014.
"Setelah 2014 lah mudah-mudahan bisa. Itu mulai dari yang terkait dengan pemupukan, keamanan pangan, fortifikasi pangan, lebih kepada pangan fungsional. Jadi sebenarnya boisa diapakaiu ke pertanian," katanya.
Sementara itu, Direktur Perindustrian dan Perdagangan Pandu Tani Indonesia David Kuriniawan Winata mengatakan, dengan teknologi ini, petani bisa menghemat biaya produksi dalam membeli pupuk, selain meningkatkan produktifitas pertaniannya.
"Justru menggunakan teknologi ini bisa efektif. Sehingga pendapatan petani makin meningkat. Mereka bisa cut the cost sampai 50%. Dan meningkatkan produktifitas sampai 100%," katanya.
Kepala Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Haryono mengatakan, nano technology merupakan metode pertanian masa depan. Inisiasi ini berangkat dari pertemuan global para pengamat pertanian di Beijing beberapa waktu lalu.
"Awalnya pertemuan global leader for agricultural science and technology, 6 Juni di Beijing. Yang hadir Dirjen FAO, dan lembaga penelitian dunia. Lalu ada 2 Badan Litbang Pertanian. Untuk diskusi mengenai pertanian masa depan. Isu yang diambil itu teknologi ke depan itu apa, nano technology salah satunya," ungkap Haryono sata ditemui di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jaksel, (10/6/2013).
Haryono merinci, nano technology ialah suatu sistem memperkecil partikel dan mengubah strukturnya agar lebih efisien. Dia mencontohkan, di tahun 2015 nanti, teknologi ini akan diaplikasikan untuk pupuk.
"Contohnya pupuk. Kalau diperkecil itu lebih mudah diserap oleh tanaman. Perbedaannya dengan teknologi nano itu daya serap tanaman terhadap pupuk itu lebih efektif. Jadinya larinya ke efisien cost. Itu sangat menjanjikan untuk mengefisienkan input," katanya.
Metode ini sebenarnya sudah diaplikasikan untuk pupuk beberapa komoditi, namun sayangnya belum begitu masiv. Saat ini, Kementerian Pertanian sedang membangun Leboratorium Penelitian Nano Technology di Bogor yang akan rampung 2014.
"Setelah 2014 lah mudah-mudahan bisa. Itu mulai dari yang terkait dengan pemupukan, keamanan pangan, fortifikasi pangan, lebih kepada pangan fungsional. Jadi sebenarnya boisa diapakaiu ke pertanian," katanya.
Sementara itu, Direktur Perindustrian dan Perdagangan Pandu Tani Indonesia David Kuriniawan Winata mengatakan, dengan teknologi ini, petani bisa menghemat biaya produksi dalam membeli pupuk, selain meningkatkan produktifitas pertaniannya.
"Justru menggunakan teknologi ini bisa efektif. Sehingga pendapatan petani makin meningkat. Mereka bisa cut the cost sampai 50%. Dan meningkatkan produktifitas sampai 100%," katanya.
Senin, 12 Agustus 2013
Langganan:
Postingan (Atom)