Kuala Lumpur, Luas daratan mencapai 191,92 juta hektare, kondisi iklim
dan tanah yang mendukung untuk pengembangan pertanian seharusnya
menjadikan Indonesia pemain utama lumbung pangan dunia, bukan malah
sebaliknya sebagai negara yang kekurangan sumber pangan.
"Ini suatu yang ironi buat Indonesia, karena sampai saat ini
beberapa produk pangan seperti beras, singkong, kedelai masih harus
impor dari negara lain," kata Ketua Badan Perwakilan Komite Nasional
Pemuda Indonesia (KNPI) di Malaysia, Sagir Alva kepada ANTARA di Kuala
Lumpur, Selasa.
Sejak lama, kata Sagir, Indonesia dikenal sebagai negara agraris,
namun saat ini label tersebut harus dipertanyakan kembali dan sepertinya
Pemerintah belum siap mengembangkan dunia pertanian Indonesia.
"Ini memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah dalam menangani
permasalahan pangan masih belum jelas dan mengambang," ungkapnya.
Arah tujuan pembangunan juga masih tidak kelihatan apakah
Indonesia akan dibawa menjadi negara agraris, agraris yang berbasis
industri, negara pariwisata atau negara industri.
Memang saat ini, pemerintah telah menyediakan Masterplan Percepatan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Namun sangat
disayangkan MP3EI ini belum mendukung pengembangan pertanian dan pangan.
Padahal salah satu permasalahan besar yang akan dihadapi oleh
Indonesia pada beberapa tahun mendatang adalah tentang pangan selain
daripada energi.
Dengan pertambahan jumlah penduduk maka masalah ketersediaan pangan
akan menjadi sangat krusial sehingga hal ini harus sudah direncanakan
sejak dari awal lagi.
MP3EI masih belum mencakup perbaikan infrastruktur yang mendukung
dunia pertanian, seperti jalan dari pusat-pusat sentra pertanian ke
pasar sehingga banyak hasil pertanian yang rusak akibat tidak dapat
diangkut.
Irigasi juga masih banyak yang rusak dan perlu perbaikan,
ketersediaan benih berkualitas yang terbatas, harga pupuk masih tinggi.
Selain
infrastruktur, seharusnya pemerintah juga perlu mempunyai cetak biru
(blue print) dan pemetaan pertanian. Ketiadaan tersebut sebenarnya tidak
dapat disalahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat saja, tetapi juga
ada pada pemerintah daerah berkaitan dengan adanya peraturan otonomi
daerah.
"Sepertinya pemerintah pusat tidak dapat mengontrol sepenuhnya pengembangan pertanian di daerah," ungkap dia.
Dalam pengembangan dunia pertanian dan upaya dalam mengatasi
permasalahan pangan, pemerintah juga seharusnya mendorong agar dunia
perbankan dapat memberikan kredit dan pinjaman lunak kepada para petani.
"Keberpihakan perbankan membuat para petani mempunyai modal dalam
usaha mengembangkan pertanian dan ini juga dapat menggerakkan roda
perekonomian rakyat di daerah secara lebih merata," tegasnya(ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar