Selasa, 17 Juli 2012

Harga Bahan Pokok Dikendalikan Swasta

JAKARTA.  Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan kenaikan harga bahan pokok terutama menjelang Ramadhan disebabkan adanya penentu harga dari pihak swasta yang berakibat pada persaingan pasar tidak kompetitif.

"Adanya pihak-pihak tertentu yang mengendalikan harga, sehingga harga dapat ditentukan sesuai kepentingan mereka, sehingga para pedagang tidak bisa menentukan harga sendiri. Hal itu berakibat pada persaingan pasar tidak sempurna atau tidak kompetitif," kata Enny saat dihubungi di Jakarta, Selasa (17/7).

Enny menjelaskan kenaikan harga musiman, seperti menjelang Ramadhan dan hari raya merupakan bentuk permintaan inelastis, yaitu konsumen akan tetap membeli barang tersebut berapapun harganya mengingat barang tersebut adalah kebutuhan pokok.

Dia menjelaskan para price maker atau pengendali harga tersebut biasanya menimbun barang- barang yang permintaannya cukup besar bagi konsumen, seperti beras, gula, telur dan bahan pokok lainnya.

"Mereka memanfaatkan situasi-situasi dimana sebagian besar masyarakat Indonesia mengonsumsi bahan pokok lebih banyak dari bulan- bulan biasanya," katanya.

Menurut Enny adanya pengendali harga merupakan akibat dari kebijakan pemerintah yang menyerahkan penentuan harga ke pasar, bukan lagi merupakan tanggung jawab Perum Bulog.

Enny juga menambahkan selain kondisi pasar, pendistribusian dan ketergantungan buah impor juga merupakan faktor pendorong harga-harga bahan pokok naik.

"Infrastruktur yang tidak memadai dan adanya pungutan liar juga menyebabkan ongkos pengiriman jadi naik, akibatnya harga barang juga naik," katanya.

Dia menjelaskan masyarakat Indonesia semakin bergantung produk impor, terutama buah dan sayur.

"Pada awalnya memang lebih murah buah dan sayur impor, tetapi sekarang harganya semakin naik. Lagipula, ada biaya-biaya tambahan pengirimannya," katanya.

Enny berharap adanya upaya pemerintah untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan yang cukup.

"Sebetulnya skala ekonomi masyarakat Indonesia bisa meningkat dengan adanya kenaikan harga musiman, hanya harus diimbangi dengan pasokan yang cukup," katanya.

Menurut dia, jika permintaan meningkat tetapi pasokan cukup, maka harga akan murah dan skala ekonomi akan meningkat.

Hal sama juga disampaikan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Investasi dan Transportasi Chris Kanter yang mengatakan kenaikan harga terjadi karena pemerintah tidak melakukan persiapan matang dalam memasok bahan-bahan pokok.

"Seharusnya pemerintah sudah mengantisipasi kapan akan memasok bahan pokok yang banyak permintaannya mengingat Ramadhan dan Idul Fitri ada setiap tahunnya," katanya.

Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan pada 10 Juli, harga rata-rata nasional untuk daging sapi tercatat Rp75.332 per kg, daging ayam Rp27.081 per kg, telur ayam Rp18.301 per kg, gula pasir Rp13.123 per kg, sementara cabai merah keriting Rp28.387 per kg.

Harga barang-barang tersebut naik Rp1.000-Rp3.000 per kg dibandingkan dengan harga pada awal Juni lalu. (Ant

Kembalikan peran Bulog

Jakarta. Menteri Pertanian Suswono menyatakan peran Perum Bulog perlu dikembalikan seperti semula sebagai pengendali bahan-bahan pangan kebutuhan pokok di masyarakat.

Hal itu dikatakan Mentan di Jakarta, Selasa, terkait terjadinya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang dikeluhkan masyarakat belakangan ini, terutama menjelang bulan Ramadhan.

"Kalau (Bulog) diperankan lagi tak akan ada gejolak harga," katanya di sela Konferensi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang digelar pada 16-18 Juli 2012.

Menurut Suswono, jika penguasaan bahan pangan kebutuhan pokok diserahkan pada pedagang, terlebih lagi kartel maka mereka dapat mengendalikan harga di pasaran, maka hal itu sangat berbahaya.

Mengutip pernyataan Badan Pusat Statistik (BPS), dia menyatakan, produksi pangan saat ini dalam kondisi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selain itu, lanjutnya, menurut pengakuan para pedagang pasokan bahan-bahan pangan tersebut juga cukup di pasar.

"Namun demikian mengapa harga-harga di pasaran mengalami kenaikan," katanya mempertanyakan.

Oleh karena itu, Mentan menegaskan, peran Bulog sebagai stabilisator harga sangat diperlukan tak hanya pada komoditas beras namun juga seluruh bahan kebutuhan pokok lainnya.

Untuk mengembalikan peran Bulog sebagai pengendali kebutuhan bahan pokok seperti dahulu, lanjutnya, diperlukan dukungan anggaran maupun dukungan politik.(ant)

Senin, 16 Juli 2012

Menyiasati Kenaikan Harga Jelang dan Selama Ramadhan

Oleh : H. Kliwon Suyoto. 
Harga bahan kebutuhan pokok masyarakat telah mengalami kenaikan di berbagai daerah. Hal ini terkait erat dengan jelang bulan Ramadhan, yang ditengarai akan terus berlangsung selama bulan Ramadhan. Momentum kenaikan harga ini diperkirakan baru akan stabil usai Lebaran, walaupun sering kali harga yang sudah naik tidak pernah turun.
Ada sinyalemen kenaikan harga ini tidak semata-mata berkaitan dengan akan tibanya bulan Ramadhan, tetapi juga ulah para spekulan - para pelaku pasar - yang sengaja menaikan harga demi mendapatkan keuntungan, sehingga diharapkan pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaku pasar secara signifikan.

Tanpa ada upaya dan langkah signifikan dari pemerintah dan para pihak yang terkait dengan dinamika pasar, hal ini akan berdampak buruk pada stabilitas sosial. Sebab, penghasilan rata-rata masyarakat tidak mengalami kenaikan, sementara pengeluaran meningkat akibat kenaikan harga, sehingga berpotensi meningkatkan populasi masyarakat miskin secara statistik.

Padahal kemiskinan selain menjadi aib bagi pemerintah, juga berpotensi pada aneka bentuk kejahatan. Ketika kebutuhan pokok sulit untuk dipenuhi, tidak menutup kemungkinan penghalalan segala cara dilakukan, termasuk tentunya tindak kriminal mengatasnamakan urusan perut.

Peran Pemerintah

Untuk menyiasati semua ini, biasanya pemerintah - baik tingkat pusat maupun di daerah - menggelar operasi pasar. Mengunjungi beberapa pasar untuk mendapatkan informasi seputar harga kebutuhan pokok serta ketersediaannya. Bila dipandang perlu, pemerintah menambah pasokan barang untuk menjaga kestabilan harga di pasar.

Tetapi siasat ini masih dirasa kurang efektif, karena ada keterbatasan - tenaga, waktu juga dana - untuk melakukan kegiatan tersebut. Akibatnya, harga barang hanya normal saat ada operasi dan kembali mengalami kenaikan usai operasi. Maklum, harga pasar lebih ditentukan oleh pelaku pasar, bukan oleh aparat pemerintah.

Terkecuali kalau pemerintah dapat mempersiapkan Posko pengawasan harga pada setiap pasar, yang petugasnya - petugas Posko - senantiasa bergerak (mobile) ke sejumlah los atau kios untuk mengawasi perilaku para pelaku pasar dalam bertransaksi dengan masyarakat. Tapi, mungkinkah itu dilakukan?

Sebab di beberapa kota masih didapati pasar yang belum terorganisir dan tertata secara tertib. Bangunan pasar yang ada belum berfungsi maksimal sesuai peruntukannya, sehingga aktivitas perdagangan lebih banyak digelar di pinggiran jalan. Hal ini tentu sedikit menyulitkan untuk kemungkinan memerankan Posko pengawasan harga.

Kendali Diri

Apapun langkah yang diupayakan pemerintah terkait dengan pengawasan harga kebutuhan pokok masyarakat, tanpa adanya kendali diri dari masyarakat terhadap pola konsumsi dipastikan tidak akan berarti apa-apa. Artinya, sepanjang masyarakat tidak mengendalikan pola konsumsi, para pelaku pasar masih akan tetap leluasa menaikkan harga, mengabaikan pengawasan dari pemerintah.

Kendali diri ini erat hubungannya dengan spirit Ramadhan, yang intinya menahan nafsu termasuk tentunya yang terkait dengan konsumsi makanan dan minuman. Siang hari antara makan sahur dan berbuka tidak ada aktivitas makan dan minum. Aktivitas itu hanya terjadi pada malam hari, antara saat berbuka sampai makan sahur.

Idealnya, ada penghematan konsumsi makanan dan minuman. Kenapa yang sering terjadi justeru sebaliknya, rata-rata pengeluaran rumah tangga selama bulan Ramadhan menjadi lebih besar dari bulan-bulan biasa - Ini disebabkan pola konsumsi yang cenderung "dimewahkan" khususnya untuk konsumsi berbuka puasa. Walaupun Rasulullah SAW berbuka puasa cukup dengan seteguk air dan beberapa butir buah korma.

Bandingkan dengan pola konsumsi rata-rata masyarakat Islam di Indonesia pada bulan Ramadhan. Untuk konsumsi berbuka puasa, ada kolak dan aneka kue, juga aneka minuman segar dan buah-buahan yang seolah menjadi keharusan. Celakanya, aneka menu tadi terkadang tidak disiapkan sendiri, dibeli ke pedagang kuliner yang membanjir jelang waktu berbuka.

Solusinya

Karena berharap pada pemerintah untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok jelang dan selama Ramadhan hampir tidak mungkin. Masyarakat selaku konsumen - utamanya kaum Ibu - harus mengendalikan pola konsumsi, yang dapat dilakukan dengan cara:

Pertama, membuat batas (plafond) pengeluaran harian untuk konsumsi dan dijalankan secara konsisten. Persiapkan catatan pengeluaran harian untuk mengendalikan belanja konsumsi, sehingga kelebihan (surplus) belanja di hari tertentu dapat digunakan untuk menutupi kekurangan (defisit) belanja di hari yang lain.

Kedua, sebisa mungkin hindari berbelanja kuliner untuk konsumsi berbuka, upayakan agar semua menu untuk berbuka puasa disiapkan sendiri. Selain akan lebih hemat, juga ada peluang untuk berbagi pada jiran, tetangga, sekalian beramal sedekah.

Ketiga, hindari berbelanja kebutuhan pokok dalam jumlah banyak - menimbun - barang atas dorongan kecemasan ketiadaan barang. Sebab hal ini akan membuat pelaku pasar semakin berulah dalam menetapkan harga.

Selain tiga hal di atas, khusus para ulama dan tokoh masyarakat diharapkan lebih intensif mengajak masyarakat untuk menyiasati kenaikan harga kebutuhan pokok jelang dan selama Ramadhan. Lewat khutbah Jum"at, ajakan itu disampaikan oleh para khatib. Begitu juga lewat ceramah Ramadhan jelang sholat Tarawih oleh para ustadz atau tokoh masyarakat.

Dari uraian di atas, menyiasati kenaikan harga kebutuhan pokok jelang dan selama bulan Ramadhan tidak dapat sepenuhnya diharapkan dari peran pemerintah. Kendali diri dan perilaku konsumsi masyarakat selaku konsumenlah yang harus lebih disiasati. Sebab kenaikan harga terjadi saat permintaan meningkat, yang dipicu oleh peningkatan pola konsumsi masyarakat jelang dan selama bulan Ramadhan.

Terkait dengan itu, mari kita jadikan spirit Ramadhan - menahan diri - untuk mensiasati kenaikan harga kebutuhan pokok. Kendalikan pola konsumsi sesuai dengan spirit menahan diri, sehingga kebiasaan para spekulan menaikkan harga jelang dan selama bulan Ramadhan tidak kita rasakan sebagai beban. Bagi umat Islam, ini merupakan ujian menuju kemenangan yang kelak dirayakan pada akhir Ramadhan, 1 Syawal lewat momentum Idul Fitri. Semoga !

Impor Jagung Pengaruhi Harga Daging Ayam

JAKARTA. Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia, Don P Utoyo, mengatakan impor jagung mempengaruhi harga ayam dan telur di dalam negeri karena sebagian besar pakan ternak unggas itu masih bergantung pasokan dari luar negeri.

"Kami beli pakan ternak unggas impor karena produksi dalam negeri yang katanya cukup ternyata tidak ada dan kami terpaksa harus membeli secara impor," katanya di Jakarta, Senin (16/7).

Don P Utoyo menjelaskan pada beberapa waktu belakangan ini kondisi cuaca yang buruk terjadi di negara penghasil jagung, seperti Amerika Utara, sehingga pasokan berkurang dan mendongkrak naik harga jagung jenis "Genetic Modified Organism" (GMO) atau jagung rekayasa genetika.

Oleh karena itu, kata Utoyo, harga bibit ayam meningkat. Sebelumnya biaya produksi Rp3.500,00 menjadi Rp4.000,00 per ekor.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan jagung impor sebagai pakan bisa mencapai 50% dari kebutuhan pakan ayam di Indonesia.

Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor jagung untuk pakan ayam sebanyak 3,3 juta ton dengan total kebutuhan jagung untuk pakan ayam se-Indonesia sekitar 7 juta ton.

"Pada semester I-2012 ini kami masih mengimpor juga sekitar 1-1,5 juta ton jagung yang berasal dari Amerika Utara, Brasil, dan India," katanya tanpa menjelaskan harga jagung impor.

Menurut Utoyo, data Kementerian Pertanian menjelaskan produksi jagung dalam negeri bisa mencapai 20 juta ton. Namun, produknya belum pasti.

Kemungkinan pada tahun 2012, lanjut dia, kebutuhan pakan ayam dari jagung bisa meningkat mejadi 7,5 juta ton dan peternak masih akan mengandalkan jagung impor.

Utoyo menilai 1 hektare ladang jagung GMO dapat menghasilkan sekitar 10 ton, sedangkan jagung lokal per hektarnya hanya 2 ton dan jagung hibrida menghasilkan 5 ton per hektare.

Selain harga pakan yang naik, Utoyo juga menjelaskan bahwa harga ayam dan telur yang naik pada waktu belakangan ini terjadi karena sebelumnya terdapat perebutan bibit ayam di kalangan peternak yang mengejar panen pada saat menjelang Hari Raya Idulfitri 1433 Hijriah.

"Harga naik juga dikarenakan peternak menghitung 30--35 hari harus panen pada waktu Lebaran maka mereka rebutan membeli bibit, dan terjadi kekurangan bibit ayam pada waktu sementara," kata Utoyo.

Namun, dia meyakinkan pada dua pekan ke depan harga bibit ayam turun kembali.

Menurut Utoyo, pada saat dua pekan dalam bulan puasa, pembelian bibit ayam biasanya akan menurun sekitar 5--10 persen dan pasca-Lebaran harga ayam akan normal kembali. (Ant)

Kemendag perkirakan harga ayam turun pekan depan

Jakarta.  Kementerian Perdagangan memperkirakan harga ayam dan telur ayam buras turun pada pekan depan.

"Kami khawatir harga ayam dan telur masih tertahan hingga pekan ini," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan, pada pekan depan harga ayam dan telur akan langsung merosot karena produksi yang berlebih akibat menutupi kekurangan pasokan bibit ayam.

Gunaryo menjelaskan, kenaikan harga ayam dan telurnya juga dipicu kenaikan harga pakan ternak unggas yang juga memengaruhi harga bibit ayam.

Upaya mengendalikan harga, katanya, pemerintah akan mendorong distribusi agar pasokan bisa tiba lebih cepat dan memprioritaskan distribusi kebutuhan pokok menjelang Idul Fitri 1433 Hijriah.

Harga telur ayam di sejumlah pasar di Jakarta pada pekan ini sekitar Rp19.000--Rp20.000 per kilogram, naik dari harga satu pekan sebelumnya yang sebesar Rp17.000.

Selain karena pakan, jumlah pembelian yang meningkat dari konsumen menjelang Ramadhan juga dikatakan pedagang membuat harga daging ayam dan telur naik (ant)

Selasa, 10 Juli 2012

Berita Pertanian : Pemerintah impor singkong

Jakarta. Pemerintah mengimpor singkong dari Vietnam dan China, kata legislator.

​"Selama bulan Apri-Mei 2012, pemerintah telah mengimpor singkong dari Vietnam sebanyak 1.342 ton dengan harga 340 ribu dolar AS," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan, pada saat bersamaan, pemerintah juga mengimpor singkong dari negeri Tirai Bambu, China.

"Di waktu yang sama, Indonesia juga mengimpor singkong dari China sebanyak 5.057 ton seharga 1,3 juta dolar AS," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN).

Sementara itu, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), yang juga anggota DPR RI, Martin Hutabarat menyayangkan kebijakan impor singkong tersebut.

"Impor singkong membunuh petani perlahan demi perlahan," kata Martin.

Ia menyebutkan, wilayah Indonesia sangat luas dan tidak kekurangan singkong sama sekali.

"Tidak sulit menggerakkan petani untuk menanam singkong," sebut politisi dari Partai Gerindra itu.

Ia juga menyebutkan, setiap tahun pemerintah Indonesia menghabiskan dana sekitar Rp125 triliun untuk impor kebutuhan pangan.

"Kalau dana itu digunakan dan dibagikan kepada petani, maka dana Rp125 triliun itu akan sangat berguna sekali sekaligus bisa menyejahterakan petani kita," ujar Martin.(ant)

Indonesia seharusnya jadi lumbung pangan dunia

Kuala Lumpur, Luas daratan mencapai 191,92 juta hektare, kondisi iklim dan tanah yang mendukung untuk pengembangan pertanian seharusnya menjadikan Indonesia pemain utama lumbung pangan dunia, bukan malah sebaliknya sebagai negara yang kekurangan sumber pangan.

"Ini suatu yang ironi buat Indonesia, karena sampai saat ini beberapa produk pangan seperti beras, singkong, kedelai masih harus impor dari negara lain," kata Ketua Badan Perwakilan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Malaysia, Sagir Alva kepada ANTARA di Kuala Lumpur, Selasa.

Sejak lama, kata Sagir, Indonesia dikenal sebagai negara agraris, namun saat ini label tersebut harus dipertanyakan kembali dan sepertinya Pemerintah belum siap mengembangkan dunia pertanian Indonesia.

"Ini memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah dalam menangani permasalahan pangan masih belum jelas dan mengambang," ungkapnya.

Arah tujuan pembangunan juga masih tidak kelihatan apakah Indonesia akan dibawa menjadi negara agraris, agraris yang berbasis industri, negara pariwisata atau negara industri.

Memang saat ini, pemerintah telah menyediakan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Namun sangat disayangkan MP3EI ini belum mendukung pengembangan pertanian dan pangan.

Padahal salah satu permasalahan besar yang akan dihadapi oleh Indonesia pada beberapa tahun mendatang adalah tentang pangan selain daripada energi.

Dengan pertambahan jumlah penduduk maka masalah ketersediaan pangan akan menjadi sangat krusial sehingga hal ini harus sudah direncanakan sejak dari awal lagi.

MP3EI masih belum mencakup perbaikan infrastruktur yang mendukung dunia pertanian, seperti jalan dari pusat-pusat sentra pertanian ke pasar sehingga banyak hasil pertanian yang rusak akibat tidak dapat diangkut.

Irigasi juga masih banyak yang rusak dan perlu perbaikan, ketersediaan benih berkualitas yang terbatas, harga pupuk masih tinggi.

Selain infrastruktur, seharusnya pemerintah juga perlu mempunyai cetak biru (blue print) dan pemetaan pertanian. Ketiadaan tersebut sebenarnya tidak dapat disalahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat saja, tetapi juga ada pada pemerintah daerah berkaitan dengan adanya peraturan otonomi daerah.

"Sepertinya pemerintah pusat tidak dapat mengontrol sepenuhnya pengembangan pertanian di daerah," ungkap dia.

Dalam pengembangan dunia pertanian dan upaya dalam mengatasi permasalahan pangan, pemerintah juga seharusnya mendorong agar dunia perbankan dapat memberikan kredit dan pinjaman lunak kepada para petani.

"Keberpihakan perbankan membuat para petani mempunyai modal dalam usaha mengembangkan pertanian dan ini juga dapat menggerakkan roda perekonomian rakyat di daerah secara lebih merata," tegasnya(ant)