Senin, 31 Oktober 2011

Manisnya Nenas Pakpak
















"Menanam nenas jauh lebih menguntungkan dibanding komoditas hortikultura lainnya. Selain perawatannya mudah dan murah, harga jual nenas juga tinggi. Dan, dalam sehari saya bisa menjual buah nenas sekitar 30 buah dengan harga jual rata-rata Rp 5.000. Tidak hanya itu, nenas Pakpak dari dulu sudah sangat terkenal sehingga tidak sulit untuk memasarkannya."
Itulah pengakuan Jamiatul Banurea, salah seorang petani nenas di Desa Boangmanalu, Kecamatan Salak, Kabupaten Pakpak Bharat yang ditemui belum lama ini di desa tersebut.

Menurut Jamiatul, dengan sistem penjualan langsung yang dilakukannya sendiri laba yang diperoleh jauh lebih banyak ketimbang menjualnya dengan agen atau pedagang pengumpul. Buah-buah nenas yang dipanen dari kebunnya itu dipajangnya persis di depan rumahnya yang memang berada di pinggir jalan raya.

"Kalau kita menjual langsung, harga yang kita buat bervariasi tergantung dari besar kecilnya buah. Kalau ukurannya besar, harganya bisa Rp 7.000 - Rp 8.000 per buah tapi kalau ukurannya kecil biasanya saya jual Rp 10.000 untuk tiga buah," aku pria berusia 45 tahun ini.

Namun, bila dirata-ratakan harga nenas yang dijualnya Rp 5.000 per buah. Dengan harga tersebut, dalam sebulan ia bisa memperoleh pendapatan berkisar Rp 4,16 juta atau berkisar Rp 50 juta dalam setahun. "Uang yang diperoleh lumayan, bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak dan sisanya untuk ditabung," katanya tersenyum.

Biasanya kata dia, pembeli yang datang ke "kios"nya adalah pendatang dari luar daerah Pakpak Bharat, seperti dari Medan untuk dijadikan oleh-oleh. "Mereka (pembeli-red) yakin kualitas nenas yang kita jual tidak akan mengecewakan tidak seperti nenas-nenas dari daerah lainnya yang rasanya terkadang asam," ujarnya.

Budidaya nenas sudah dilakukan bapak dua putra dan tiga putri ini sejak lima tahun silam. Tingginya harga jual nenas dan selalu stabil membuat Jamiatul meninggalkan tanaman kopi ateng yang sebelumnya dibudidayakannya.

Menurutnya, tanaman kopi banyak risiko terutama soal harga yang selalu fluktuatif mengikuti harga luar negeri dan cenderung turun di samping tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk membeli pupuk dan obat-obatan. Apalagi saat ini, tanaman kopi banyak diserang hama dan penyakit sehingga produksinya menurun.

"Tadinya, tidak semua lahan kopi saya gunakan untuk menanam nenas, hanya sebagian saja. Tapi, karena menanam nenas jauh lebih ringan perawatannya maka tanaman kopi yang adapun saya bongkar semuanya dan saya alihkan ke tanaman nenas. Jadi, nenas yang saya tanam sekarang ini masih 4.000 pokok," terang Jamiatul.

Bicara tentang budidaya, Jamiatul mengaku, menanam nenas sangat mudah dan nyaris tanpa biaya yang berarti. Dengan menggunakan bibit lokal unggul, nenas yang ditanam sudah dapat berproduksi saat berumur 1,5 tahun. "Keunikan dari menanam nenas ini adalah anakannya atau tunas-tunas baru yang terus tumbuh. Jadi, kita tidak susah lagi untuk menanamnya kembali saat nenas sudah dipanen. Jumlah anakan yang tumbuh juga banyak dan anakan itu akan berbuah," sebutnya.

Biasanya kata dia, ukuran buah pada anakan pertama, kedua dan ketiga akan lebih besar untuk selanjutnya, ukuran buah berkurang. Namun, soal rasa dan aroma tidak akan berpengaruh, artinya rasa dan aroma nenas Pakpak Bharat tetap manis, renyah dan wangi.

Sedangkan terhadap pupuk yang diberikan, Jamiatul mengaku untuk saat ini tanaman nenasnya belum diberi pupuk dan hanya mengandalkan unsur hara yang ada di dalam tanah saja. Hanya saja yang menjadi masalah selama ini adalah serangan hama berupa tikus dan musang. Tapi itu juga menurutnya tidak terlalu berarti.

Sementara untuk penyakit sejauh ini belum ada. "Intinya, biaya produksi yang saya keluarkan selama menanam nenas ini hanya tenaga dan biaya pestisida untuk membasmi gulma atau rumput. Itu juga tidak terlalu sering dan besar," akunya.

Jadi kata Jamiatul lagi, membudidayakan nenas sangat-sangat menguntungkan tidak seperti tanaman hortikultura lainnya seperti jeruk atau juga tanaman perkebunan seperti kopi yang membutuhkan biaya besar di samping perawatan yang butuh perhatian.

Mengenai bibit yang digunakan, ia mengaku menggunakan bibit nenas lokal. "Nenas Pakpak Bharat dari dulu sudah terkenal dengan rasanya yang manis dan renyah serta aromanya yang wangi. Jadi, kalau untuk bibit saya menggunakan bibit nenas lokal. Apalagi, nenas Pakpak Bharat sudah dipatenkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai produk unggulan lokal Sumatera Utara dalam hal ini Kabupaten Pakpak Bharat," ujarnya.


Puluhan Juta Rupiah tiap Panen

Berdasarkan data yang diperoleh, dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Pakpak Bharat, luas tanaman nenas sejak tahun 2006 hingga 2010 mengalami peningkatkan meskipun tidak signifikan. "Memang penambahan luasnya tidak signifikan, namun dengan adanya peningkatan tersebut menandakan bahwa masyarakat mulai tertarik untuk membudidayakan nenas," kata Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolando Berutu, belum lama ini.

Didampingi Asisten Administrasi dan Pembangunan Sustra Ginting, dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Mukhtar AW, Bupati mengatakan, luas tanaman nenas tahun 2006 hanya berkisar 55 hektare dengan produksi yang dihasilkan mencapai 287 ton.

Kemudian tahun 2007, luas tanaman nenas bertambah menjadi 57 hektare dengan total produksi 304 ton, tahun 2008 menjadi 60 hektare dengan produksi 301 ton. Dan pada tahun 2009, luas tanaman nenas bertambah menjadi 69 hektare dengan produksi 307 ton. Sedangkan untuk tahun 2010 luasnya meningkat menjadi 80 hektare dengan total produksi 299 ton.

"Kalau untuk produksi yang diperoleh tahun 2010 ada penurunan dibanding tahun 2007, karena tanaman belum menghasilkan. Tapi dari segi luas pertanaman terus bertambah dari tahun ke tahun," kata Mukhtar menambahi.

Mengenai sentra pengembangan nenas, Mukhtar mengatakan, hampir menyebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat namun pertanaman yang paling luas ada di Kecamatan Salak. Siempat Rube dan Sitellu Tali Urang Jehe. "Inilah daerah yang menjadi sentra tanaman nenas di Kabupaten Pakpak Bharat," sebutnya.

Terhadap pengembangan nenas di kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi itu, Mukhtar mengatakan, untuk tahun 2012, pihaknya telah memprogramkan pengembangan bibit nenas seluas 2 hektare."Selain itu kami juga telah mengusulkan untuk perluasan tanaman nenas seluas 40 hektare pada tahun 2012 mendatang serta pemberian sarana produksi seperti pupuk organik," jelasnya.

Mukhtar juga menyebutkan, sistem budidaya yang dilakukan tidaklah rumit dalam arti tidak membutuhkan perawatan intensif. Namun, untuk tetap mempertahankan bobot buah dengan ukuran rata-rata 3 - 4 kg per buah, tanaman harus dipupuk terutama dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang.

Di samping itu, tunas-tunas baru atau anakan nenas yang baru muncul yang jumlahnya bisa berkisar antara tiga hingga empat tunas per rumpun harus dipangkas sebagian. "Jangan semua tunas baru itu dibiarkan berbuah, karena hasilnya terutama dari segi ukuran akan kecil.
Sebaiknya, untuk menghasilkan buah dengan ukuran besar hingga mencapai 6 kg per buah, sebaiknya satu atau dua tunas saja yang dibiarkan untuk berbuah," jelasnya.

Kebiasaan petani selama ini, kata Mukhtar, semua tunas atau anakan yang muncul dibiarkan untuk berbuah. Jadinya, ukuran buah mengecil dan itu ditambah lagi dengan tanaman yang tidak diberi pupuk. "Boleh-boleh saja, semua tunas itu dijadikan untuk berbuah, tapi dengan catatan tanaman harus diberi pupuk," kata Mukhtar lagi.

Dikatakannya, dalam satu hektare, nenas dapat ditanam sebanyak 10.000 batang dengan jarak tanam 1 x 1 meter. Dan, biasanya tanaman mulai berproduksi setelah berumur 1,5 tahun. Jadi, dengan jumlah tanaman 10.000 batang dan berat buah rata-rata 4 kg per buah, maka produksi yang diperoleh bisa mencapai 40 ton.

"Dengan harga katakanlah Rp 5.000 per buah dikali dengan 10.000 buah maka omzet yang diperoleh petani bisa mencapai Rp 50 juta per hektare. Sedangkan pada periode berikutnya, nenas dapat dipanen enam bulan sekali. Bayangkan, betapa besarnya omzet yang diperoleh dari menanam nenas ini," katanya.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Berita Pertanian : Tepungisasi Tingkatkan Diversifikasi Pangan

Jakarta. Pakar ekonomi pertanian Bustanul Arifin mengatakan, pendekatan pengolahan sejumlah bahan pangan pokok dengan melakukan "tepungisasi" akan meningkatkan efektivitas program diversifikasi pangan selain beras.
"Melalui "tepungisasi", maka gerakan diversifikasi pangan akan meningkatkan perindustrian pangan dengan mengutamakan peningkatan nilai tambah," kata Bustanul Arifin ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (28/10).

Guru Besar Universitas Lampung itu memaparkan, "tepungisasi" hanya lah simbol untuk menggerakkan orang agar tertarik memakan bahan pangan pokok selain beras.

Ia mencontohkan, rata-rata orang kemungkinan tidak akan tertarik bila hanya diinstruksikan untuk begitu saja mengganti beras dengan bahan lain seperti tepung. "Bila singkong itu secara fisik dibikin menjadi tepung kemungkinan orang akan lebih tertarik," katanya.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang memberikan keleluasaan kepada investor agar dapat meningkatkan gerakan perindustrian pangan bernilai tambah tinggi.
Setelah gerakan perindustrian pangan bernilai tambah tinggi berhasil, barulah pemerintah dapat menjalankan kampanye diversifikasi pangan secara lebih efektif.

Selain itu, Bustanul juga mengatakan bahwa gerakan diversifikasi pangan selain beras juga harus dikaitkan dengan industri kuliner nusantara. "Industri kuliner dapat berkembang dan terhubung dengan sektor-sektor seperti pariwisata, perhotelan, dan promosi daerah," katanya.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR Habieb Nabiel Almusawa menilai program diversifikasi pangan, sebagai upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras, belum berhasil walau langkah itu sudah dilaksanakan selama 50 tahun. (ant)

Fadel Muhammad dirikan Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat















Jakarta
. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, memutuskan mendirikan Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat sebagai wujud keberpihakannya membela petani garam Indonesia.

Menurut Amir Effendi Siregar, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pemberdayaan Garam Rakyat, di Jakarta, Sabtu, yayasan itu bertujuan untuk meningkatkan produksi garam nasional, yang pada gilirannya akan mengangkat harkat hidup dan kesejahteraan petani garam di seluruh Tanah Air.

Ditegaskannya bahwa ini adalah bentuk komitmen dan keberpihakannya terhadap rakyat kecil yang terlemahkan, khususnya bentuk konkret pembelaaanya terhadap petani garam.

Fadel Muhammad sendiri akan terlibat langsung dan aktif sebagai Ketua Dewan Pengurus. "Beliau akan terlibat secara langsung, baik dalam memberikan permodalan, bantuan akses pasar, hingga kontrol pasar. Beliau akan mengomandani langsung. Semua elemen dilibatkan, termasuk petani garam dan ilmuan,? ungkap Amir.

Ia pun membeberkan latar belakang didirikannya yayasan, yakni didasari oleh kecintaan dan keinginan Fadel untuk membela petani garam. Fadel tidak pernag berhenti bertekad meningkatkan produksi garam nasional demi kesejahteraan petani, meskipun kini ia tidak lagi menjabat menteri.

Tatkala menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel berani melakukan melakukan intervensi untuk membantu petani garam.

Fadel mencermati bahwa nasib petani garam semakin terpuruk, terutama sejak 1998, sejak Indonesia mengalami defisit garam. Pemerintah kemudian mengambil jalan pintas mengimpor garam. Petani garam akhirnya tidak mampu lagi memproduksi garam karena garam diimpor dengan harga jauh lebih murah. Garam diimpor seharga Rp300 hingga Rp500 per kilogram, sementara harga jual di pasar mencapai Rp4.000 per kilogram.

Namun tingginya harga jual itu tidak menyejahterakan petani garam, karena harga beli ke petani garam disamakan dengan harga impor. Akibatnya, petani garam tak mampu lagi berproduksi, dan laju impor pun semakin tinggi. Masalah ini ditengarai berkaitan dengan kepentingan besar kaum neo liberalisme (neolib) yang lebih mementingkan keuntungan pribadi ketimbang kesejahteraan petani garam.

"Kemarin sempat ada ribut-ribut dengan Menteri Perdagangan Mari Elka, dan akhirnya dicapai perjanjian untuk menaikkan iuran. Toh, impor masih tetap berjalan lewat jalan macam macam, harga beli tetap rendah," katanya.

Fadel, ujarnya lagi, menyusun rencana bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan negara ini dalam konteks garam adalah meningkatkan produksi garam, sekaligus membantu petani garam.

"Fadel menyadari bahwa masalahnya terletak pada sistem yang menghimpit petani garam dan produksi garam. Oleh sebab itu, sistem inilah yang harus dibongkar, itu beliau sadari betul meskipun harus berhadap-hadapan dengan kaum neolib, dengan pengusaha dan importir garam," tandasnya.

Saat masih menjabat menteri, Fadel sebetulnya sudah melakukan langkah konkret yang berbuah hasil. Dengan mencegah impor, produksi garam nasional tahun ini sudah mencapai 535.000 ton. Jika kelak mencapai 1,2 juta ton untuk garam konsumsi, maka itu sudah swasembada.

Amir mengungkapkan, apa yang dilakukan Fadel selama ini dikenal dengan pendekatan kerakyatan atau dalam aktivitas ekonomi disebut ekonomi kerakyatan.

Yayasan ini, masih kata Amir, juga terbuka untuk bekerjasama dengan siapa saja, baik pemerintah, LSM, maupun pengusaha yang mau ikut mendukung program.

"Selama satu visi dan satu tujuan, siapa saja bisa ikut terlibat membela rakyat dan meningkatkan produksi garam. Tujuan kita adalah membela rakyat, membantu yang lemah dan meningkatkan produksi garam nasional," ujarnya. (ant)

Konsumsi Beras Turun 1,4%

Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir konsumsi beras penduduk Indonesia mengalami penurunan hingga 1,4%.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Ahmad Suryana di Jakarta, Jumat (28/10), mengatakan, pada 2008 konsumsi beras sebanyak 104,9 kg/kapita/tahun, kemudian turun menjadi 102,2 kg/kapita/tahun pada 2009 dan pada 2010 menjadi 100,8 kg/kapita/tahun.

"Penurunan konsumsi beras sebesar 1,4% tersebut hampir mencapai sasaran Perpres No 22 Tahun 2009 yang menargetkan penurunan konsumsi beras sebesar 1,5%/tahun," katanya.

Sementara itu, tambahnya, konsumsi pangan hewani menunjukkan peningkatan seperti daging ruminansia sebesar 7,5% dari 1,6 kg/kapita/tahun pada 2009 menjadi 1,7 kg pada 2010. Begitu juga dengan konsumsi daging unggas meningkat dari 3,9 kg menjadi 4,5 kg/kapita/tahun atau 15,3%, telur naik dari 6,4 kg menjadi 7,3 kg/kapita/tahun, (13,8%).

Konsumsi susu meningkat dari 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8 kg (45,4%) dan ikan meningkat dari 29,1 kg menjadi 30,5 kg/kapita/tahun (4,8%). Peningkatan konsumsi pangan hewani tersebut, tambahnya, rata-rata di atas target yang ditetapkan dalam Permentan 2010 yang mana kenaikan untuk daging ruminansia ditetapkan sebesar 2,7%, daging unggas 5,9%, telur 9,1%, susu 2,1% dan ikan 27,7%.

Peningkatan konsumsi pangan nonberas juga terjadi pada minyak dan lemah dari 7,9 kg/kapita/tahun menjadi 8,2 kg (3,8%), buah-buahan dari 23,1 kg menjadi 27,9 kg/kapita/tahun. Namun demikian konsumsi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat lain selain beras dalam justru mengalami penurunan seperti singkong dari 9,6 kg/kapita/tahun pada 2009 menjadi 9,2 kg (4,1%), sagu dari 0,4 kg/kapita/tahun menjadi 0,3 kg (14,6%).

Konsumsi ubi jalar dan kentang terlihat mengalami kenaikan masing-masing dari 2,40 kg/kapita/tahun menjadi 2,41 kg (0,4%) dan dari 1,73 kg menjadi 1,84 kg/kapita/tahun (6,4%).

Konsumsi kacang-kacangan, gula dan sayuran juga menurun dalam dua tahun terakhir yang mana masing-masing sebesar 1,2%, 3,4% dan 0,8%. Pada 2009 konsumsi kacang-kacangan sebanyak 8,3 kg/kapita/tahun kemudian turun menjadi 8,1 kg pada 2010, gula dari 8,7 kg menjadi 8,4 kg dan sayur dari 49,7 kg menjadi 49,3 kg/kapita/tahun.

Menurut Ahmad Suryana, pemerintah menargetkan skor pola pangan harapan (PPH) pada 2014 sebesar 93,3 meningkat dari saat ini 80,6. Konsumsi beras, tambahnya, ditargekan menurun 1,5% per tahun dan diimbangi dengan peningkatan konsumsi per kapita hasil-hasil ternak, umbi, buah-buahan dan sayuran. "Dengan demikian tercapai pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman," katanya.

Untuk mencapai sasaran tersebut, menurut dia, antara lain dilakukan melalui Program Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Ketahanan Pangan Masyarakat melalui peningkatan keamanan pangan segar.

Selain itu pemanfaatan sumber pangan non beras melalui Percepatan Pengakearagaman Konsumsi Pangan (P2KP) antara lain dengan pemberdayaan kelompok wanita, optimalisasi pemanfaatan pekarangan, kerja sama dengan perguruan tinggi.

Kemudian pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan serta sosialisasi dan promosi penganekaragaman lewat sekolah-sekolah. Program tersebut akan melibatkan kelompok sasaran di 4.020 desa pada 259 kabupaten/kota di 33 propinsi. (ant)

Jumat, 28 Oktober 2011

Banjir Kentang Impor


















Pedagang memindahkan kentang impor saat bongkar muat di dalam kontainer Pasar Induk Buah dan Sayur, Jakarta Timur. Kementerian Pertanian akan merekomendasikan memberlakukan tata niaga komoditas hortikultura yang selama ini rawan serbuan pangan impor. Salah satunya adalah kentang yang belakangan ini ramai diributkan oleh petani kentang lokal karena banjir kentang impor.

Berita Pertanian : Petugas Pengendali Hama Sumut Masih Minim

Medan. Tenaga Pengendali Hama Penyakit (PHP) merupakan ujung tombak perlindungan dan penyelamatan tanaman petani di Sumatera Utara (Sumut). Dari mereka dihasilkan laporan mengenai kondisi pertanian yang paling aktual untuk kemudian dijadikan sebagai rekomendasi apa yang harus dilakukan di suatu wilayah pertanian tersebut.

Karena itu, tenaga PHP harus merupakan orang yang mengenal tanaman dan apapun yang menjadi persoalan pertanian yang diamatinya setiap hari. “Peran mereka sangat penting namun sampai saat ini jumlah mereka masih sedikit. Jadi, masih dibutuhkan ratusan tenaga yang bisa menangani persoalan pertanian di seluruh kecamatan di Sumatera Utara,” kata Gunawan, selaku Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Sumut, Rabu (26/10) di ruangannya Jalan AH Nasution, Medan.

Menurutnya, tenaga yang ada sudah memadai, tapi masih sangat butuh tenaga lagi. “Saat ini tenaga PHP yang bekerja di seluruh kecamatan di Sumatera Utara berjumlah 158 orang. Mereka dibantu oleh Tanaga Harian Lepas (THL) yang jumlahnya dari tahun 2007 sampai 2011 tak lebih dari 94 orang. Sementara, saat ini pemekaran daerah terus terjadi," katanya.

Di Sumut lanjut Gunawan, dengan jumlah kecamatan sebanyak 417, terdapat 2.500 hektare tanaman padi dan hortikultura yang menjadi fokus kegiatan BPTPH Sumut. “Dengan perannya yang sangat penting, idealnya di setiap kecamatan terdapat satu tenaga PHP. Tenaga PHP semestinya diisi oleh lulusan fakultas yang pertanian. Sehingga mereka mengerti tugas yang akan mereka jalankan terkait hama penyakit tanaman," ujarnya.

Penyediaan Pangan Hadapi Ketidakpastian

Jakarta. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menyatakan saat ini penyediaan pangan secara global menghadapi ketidakpastian masa depan sebagai akibat perubahan iklim dan perdagangan. "Prediksi menjadi sangat tidak pasti. Suhu tnggi dan kekeringan secara nyata mengurangi hasil produksi pertanian," kata Mentan dalam sambutan yang dibacakan Kepala Badan Litbang Pertanian Haryono pada seminar internasional ketahanan pangan di Bogor, Kamis (27/10).

Menurut dia, dunia saat ini mengalami krisis yang serius dalam kecukupan pangan yang mana kekurangan pangan di suatu negara pasti akan menimbulkan efek domino di negara-negara lain.
Kondisi tersebut, tambah Menteri Suswono, pada gilirannya akan menciptakan ketidakstabilan. Selain perubahan iklim, sumber ketidakpastian terhadap masa depan pangan yakni peran perdagangan produk pertanian masa depan.

Suswono mencontohkan pada beras, saat ini hanya tujuh persen dari produk padi global yang diperdagangkan. Krisis energi global, tambahnya, dalam beberapa tahun terakhir telah memicu masalah global yang mana tingginya harga bahan bakar minyak mengakibatkan konversi beberapa komoditas pangan untuk bahan bakar hayati. "Kekurangan pasokan pangan dunia berakibat pada lonjakan harga pangan dunia," katanya.

Dengan perubahan iklim dan harga energi yang mahal, tambahnya, harga produk pangan mungkin akan menjadi tidak stabil.

Mentan menyatakan, untuk menghadapi tantangan masa depan pangan maka diperlukan peningkatan koordinasi dan kerja sama tingkat regional dan global. Selain itu, sangat penting untuk terus memacu peningkatan produksi dan produktivitas pangan.

Indonesia sebagai negara tropis terbesar kedua setelah Brazil, menurut Suswono, diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk keamanan pangan global.

Sementara itu dalam seminar bertema The Future of Global Food Security and Savety: Issues and Justification" itu Kepala Balitbang Pertanian, Haryono menyatakan, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan banyak pihak bahwa masalah ketersediaan dan keamangan pangan merupakan persoalan semua bangsa. Oleh karena itu, kerja sama antar berbagai pihak terkait sangat diperlukan dalam menangani permasalahan tersebut.

Terkait dengan hal itu menurut dia, pengembangan produk pangan nasional tidak hanya dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri namun diharapkan berkontribusi nyata dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk dunia.(ant)

Berita Pertanian : Sampah Dimanfaatkan untuk Pupuk Organik

Rejanglebong. Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, memanfaatkan sampah organik yang dikumpulkan petugas di lapangan untuk bahan pembuatan pupuk organik.
"Dengan peralatan yang kita miliki saat ini, potensi pembuatan pupuk organik dalam sebulannya diperkirakan bisa mencapai satu ton. Selain dapat mengatasi masalah penumpukkan sampah, juga dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat," kata Kepala Unit Pelayanan Terpadu pada BLHKP Rejanglebong Suharto, Kamis.

Pembuatan pupuk organik tersebut kata dia, setelah pihaknya melihat potensi sampah yang dibuang petugas kebersihan ke lokasi pembuangan akhir yang perharinya mencapai 10 ton.

Di tempat pembuangan akhir tersebut selain banyak sampah plastik (anorganik) juga sampah yang berasal dari sayur-mayur, limbah rumah tangga (organik). Sampah organik ini selanjutnya mereka kumpulkan di lokasi UPT Tasikmalaya, Kecamatan Curup Utara guna diolah menjadi pupuk kompos.

Pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan sampah ini dalam beberapa bulan terakhir ini setelah pihaknya menerima bantuan mesin pengolahan sampah untuk pupuk organik dari pemkab setempat.

Kendati sumber daya manusia dan peralatan mesin sudah cukup memadai, namun pihaknya masih kesulitan mengangkut bahan-bahan organik karena belum memiliki armada sendiri, sehingga proses pengangkutan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan carteran.

Pihaknya sudah mengajukan permintaan kendaraan operasional UPT guna mendukung pabrik pengolahan pupuk kompos atau organik tersebut ke Pemkab setempat, karena kegiatan ini sekaligus penanggulangan masalah sampah dan menciptakan lapangan kerja. (ant)

Tips Ampuh : Stroberi Minimalkan Bahaya Alkohol















ADA
kabar baik bagi Anda yang masih kesulitan menahan godaan minuman berlakohol seperti wine. Kini Anda bisa meminimalkan risiko kerusakan yang disebabkan oleh alkohol hanya dengan rajin memakan stroberi.

Sebuah tim peneliti dari Italia, Serbia, dan Spanyol telah mengidentifikasi adanya efek pelindung yang dimiliki stroberi pada perut mamalia yang rusak akibat alkohol.

Sara Tulipani, peneliti studi dari University of Barcelona, menjelaskan, "Efek positif stroberi tidak hanya terkait dengan kapasitas antioksidannya, tetapi juga fakta bahwa stroberi mampu mengaktifkan pertahanan antioksidan dan enzim tubuh."

Studi ini juga menunjukkan bahwa makanan yang kaya akan stroberi juga memiliki efek mencegah penyakit lambung yang berkaitan dengan radikal bebas atau spesies oksigen reaktif lainnya, menurut laporan jurnal Public Library of Science edisi Oktober 2011. Buah ini juga memperlambat pembentukan ulkus lambung pada manusia.

Gastritis atau peradangan pada selaput lendir lambung yang disebabkan konsumsi alkohol juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau oleh obat antiinflamasi (seperti aspirin). Maurizio Battino dari Marche Polytechnic University, Italia, menunjukkan bahwa dalam kasus ini, asupan stroberi dapat mengurangi kerusakan selaput lendir lambung.

Berita Pertanian : DPR minta Menteri KKP penuhi kebutuhan ikan domestik

Jakarta. Komisi IV DPR RI meminta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Cicip Sutardjo untuk segera memenuhi kebutuhan ikan domestik.

Permintaan itu akibat kurangnya pasokan, khususnya ikan tangkap dan ribuan pabrik pengolahan ikan mengalami gangguan produksi.

"Saya kira PR (pekerjaan rumah) besarnya adalah bagaimana memenuhi terget industri dalam negeri. Sekarang itu ada ribuan pabrik yang tentunya butuh supply perikanan yang cukup. Kalau kita ke Jawa Timur sekitar daerah Sidoarjo, Banyuwangi itu banyak industri-industri perikanan sekarang paling tidak sekarang hanya berproduksi antara 40-60 persen. Bahkan pabrik banyak yang tutup, mereka buka di kala musim ikan saja tutup pada waktu ikannya langka," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, E Herman Khaeron di kantornya, Senin.

Herman menambahkan, bahwa terbukanya kran impor ikan selama ini salah satunya disebabkan rendahnya pasokan ikan tangkap tersebut. Untuk mengantisipasi berlanjutnya impor ikan, Herman berharap produksi ikan tangkap lokal dapat lebih ditingkatkan.

"Ini yang kemudian menjadikan kran impor tadi. Saya kira kita tidak tabu, hanya genjot saja produksinya seperti apa menggenjot? Dan saya kira satu hal yang perlu dicapai adalah mereview dulu terhadap rencana strategis sampai 2014. Jadi Pak Cicip nanti kita berikan PR itu,” kata politisi Demokrat itu.

Langkah pertama yang dinilai paling efektif, menurut Herman adalah inventarisasi produk yang ada selama ini. Setelah itu, barulah dikaji persoalan yang ada dan solusi untuk meningkatkan produksi.

"Kita meminta untuk menginventarisasi berapa sih besaran kebutuhan untuk industri perikanan. Kalau sudah diinventarisasi kemudian berapa sih kita dapat produksinya, kemudian dimana sih produksinya, ini tentunya butuh kerja keras untuk mencapai itu".

"Paling tidak mereview terhadap target kemudian mengkaji ulang terhadap rencana strategis terhadap 2014 sehingga kita bisa menurunkan pada tahapan-tahap setiap tahun, dan saya yakin Pak Cicip bisa mengadaptasi kepada baik keatas maupun kebawah. Saya kira bisa mampu untuk berbuat lebih baik," ujar Herman. (ant)

Senin, 24 Oktober 2011

Masyarakat Indonesia tidak perlu makan beras

















Gorontalo
. Staf Ahli Menko Perekonomian, Arifin Habibie mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu makan beras sebagai menu sehari-hari.

"Keliru bila kita beranggapan harus makan beras untuk bisa hidup dengan sehat," katanya pada workshop Inovasi Teknologi Pertanian dalam rangka Hari Pangan Sedunia ke-31 di Gorontalo, Sabtu.

Menurutnya, pemerintah harus mempersilahkan setiap daerah untuk memilih pangan utama yang dikonsumsi dan mengkampanyekannya sebagai bagian dari upaya ketahanan pangan.

"Contohnya bila masyarakat Gorontalo memilih untuk makan jagung atau Maluku dengan sagunya ya silahkan saja, itu adalah hak daerah menentukan dan memilih pangan," jelasnya.

Ia menambahkan, tanah Indonesia yang subur memungkinkan masyarakat bisa menanam komoditi apa saja selain beras misalnya ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu dengan mudah.

Jika masyarakat memilih mengkonsumsi sumber karbohidrat selain beras tersebut, kata dia, maka hal itu menunjukkan diversifikasi pangan di Indonesia cukup berhasil.

Selain itu, kampanye makanan non beras juga akan membantu ketahanan pangan di Indonesia, karena setiap daerah tak lagi bergantung pada konsumsi beras yang tinggi.

"Cara pandang masyarakat bahwa kalau makan ubi atau jagung itu orang miskin, harus diubah dengan mensosialisasikan manfaat dan kandungan gizi makanan non beras," lanjutnya.

Hari Pangan Sedunia ke-31 di Provinsi Gorontalo digelar sejak 20-23 Oktober 2011 dan dibuka oleh Wakil Presiden RI Boediono, serta dihadiri sejumlah duta besar negara sahabat, para gubernur dan Menteri Pertanian. (ant)

Pelepah Sawit untuk Pakan Sapi



















Mengembangkan ternak sapi ini, dijelaskan Frisda, tidaklah terlalu sulit kalau saja semua dilakukan dengan serius. Terbukti dengan mengganti pakan sapi dari rerumputan dengan pelepah kelapa sawit membuat pertumbuhan sapi menjadi berkembang.

"Bagaimana kita memanfaatkan kekayaan alam yang ada untuk kebutuhan pakan ternak sapi. Lebih ekonomis karena tidak harus mengimpor rumput atau memelihara sebelumnya hingga panen. Karena pelepah dapat terus diperoleh saat panen buah kelapa sawit setiap harinya,” jelas Frida.

Untuk penggunaan pelepah kelapa sawit dalam riset ini, diungkapnya diperlukan sebanyak 2,5 ton perhari atau 350 batang pelepah sawit. Karena kebutuhan pakan untuk sebanyak 181 ekor sapi yang ada saat ini telah mencapai 2 ton perhari.

"Pelepah diperoleh dari setiap memanen buah sawit. Biasanya pelepah yang bagus itu didapat dari usia tanaman kelapa sawit 12tahun karena proteinnya masih lengkap," ucapnya.

Seperti diceritakan Mandor Pembibitan sapi, Ilyas, di tempat pengolahan pakan Kebun Percobaan Bukit Sentang di Dusun Bukit I, Desa Securai Utara, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat itu, pelepah sawit yang dijadikan pakan ternak sebelumnya digiling ke dalam mesin penggiling. Pelepah sawit yang panjangnya sekitar 3 - 4 meter berubah menjadi serpihan-serpihan kecil hampir seperti bubuk keluar dari lubang pipih di bagian lainnya dari mesin tersebut.

Pelepah sawit yang akhirnya menjadi serpihan tersebut nantinya akan dipermentasikan selama satu hari hingga berubah bau seperti tape. Hal itu dilakukan agar aroma yang keluar nantinya bisa menimbulkan nafsu makan sapi. Untuk kebutuhan pakan yang dibutuhkan perekor sapi nya mencapai 18 kg/ekor setiap harinya tergantung berat badan sapi.

"Disini sapi tidak dibiarkan lepas mencari makannya. Karena kalau sapi dibiarkan lepas, banyak yang jadi korban, antara lain, kalau rumput dibawa habis, ia akan makan daun pelepah yang di atas, selain itu, tanah yang diinjaknya berulang kali akan menjadi padat, ini tidak menguntungkan karena buah sawit akan maksimal kalau pelepahnya cukup dan kepadatan tanahnya tidak terlalu rapat," jelas Ilyas.

Untuk memenuhi kebutuhan banyaknya pelepah sawit, setiap hari beberapa orang anggotanya mengambil pelepah sawit dari kebun meggunakan truk kemudian menempatkannya di dalam tempat pengolahan pakan. "Jadi yang di sini setiap hari habis dan berganti lagi setiap hari," katanya. Dari setiap batang pohon sawit, menurutnya yang bisa diambil tak lebih dari 3 - 4 pelepah. Dengan luas kebun sawit sekitar 493 hektar, pasokan pakan untuk sapi tentunya sangat banyak dan tidak perlu khawatir kekurangan.

Di Kebun Percobaan Bukit Sentang ini terdapat 181 ekor sapi jenis Brahman dan sapi lolal yang terbagi dengan usia bervariasi. Ia menjelaskan, pelepah sawit yang sudah dihaluskan tersebut nantinya akan dimasukkan kembali ke dalam mesin pencampur/mikser. Pelepah yang sudah halus dicampur dengan dedak padi, bungkil sawit, tetes tebu dan garam. Kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung.

"Saat ini fermentasi baru dilakukan dengan menggunakan karung, nantinya kita akan menggunakan bak-bak fermentasi yang sudah dipersiapkan, Cuma saja untuk saat ini belum bisa digunakan karena beberapa hal," katanya.


Dikatakan Sigit, mengembangkan kegiatan integrasi sawit - sapi tidak sebatas untuk swasembada daging, namun untuk peningkatan produksi ternak sapi dalam rangka swasembada daging dan ekspor, melalui pengembangan sistem pertanian berbasis kelapa sawit.

Dengan keberhasilan riset integrasi sawit-sapi-energi ini, pemerintah dapat mengarahkan suatu model integrasi dengan pola usaha ternak dan sistem usaha perkebunan sawit. Pola usaha ternak dibagi menjadi pola usaha pembibitan dan pembesaran anak (cow calf operation/CCO) dan penggemukan (fattening). Sistem usaha perkebunan sawit dibagi menjadi hanya menghasilkan tandan buah segar dan perkebunan yang dilengkapi dengan industri pengolahan sawit. Model integrasi sawit - sapi tidak hanya memberikan nilai tambah usaha ternak sapi, namun juga terhadap peningkatan produktivitas perkebunan sawit.

Stimulan dan bantuan untuk pengembangan integrasi sawit - sapi dapat berupa soft loan, atau paket yang terkait dengan peralatan, perkandangan, atau ternak dan komponen pendukung sebagai "starter" usaha.

"Selain itu diperlukan dukungan berupa pelatihan, pengawalan, koordinasi, serta monitoring dan evaluasi. Dukungan pembiayaan yang berasal dari APBN, APBD, CSR, maupun sumber-sumber pendanaan lainnya harus disesuaikan dengan tupoksi, mandat dan urgensinya," katanya.

Timbulnya gerakan integrasi sawit - sapi secara swadaya akan dapat terwujud apabila pengembangan integrasi sawit - sapi secara teknis mudah pelaksanaannya, secara ekonomi menguntungkan, dan secara konsep pembangunan pertanian bersifat integratif. Sumberdana untuk kegiatan tersebut selain dari dana APBN/APBD juga dapat berasal dari Kredit Perbankan (KKPE dan KUPS), CSR, swadaya petani atau sumberdana lain.

Paket teknologi pembuatan pupuk organik dari limbah ternak dan limbah lainnya telah semakin berkembang, sehingga perlu didorong pengembangan pemanfaatan limbah ternak sapi pada integrasi sawit - sapi untuk pupuk organik, sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk an-organik di perkebunan sawit.

Hasil kunjungan ke PPKS terlihat dengan jelas bahwa teknologi inovatif pengolahan biomassa yang dihasilkan perkebunan kelapa sawit dan industri sawit diantaranya daun/pelepah dan bungkil inti sawit (BIS), telah mampu menyediakan pakan lengkap yang murah, berkualitas, dan berkelanjutan. Pengolahan limbah ternak untuk biogas dan kompos/pupuk organik sangat tepat untuk mendukung usaha perbenihan.

Dalam rangka pemantapan dan sosialisasi manfaat kegiatan integrasi sawit - sapi, maka kegiatan diharapkan akan terus berlanjut baik dalam bentuk pengutuhan maupun perluasan. Melalui kegiatan ini pada waktunya nantinya timbul gerakan serupa oleh seluruh petani kelapa sawit secara swadaya, sehingga akan mampu mempersembahkan manfaat ekonomi dan sosial yang cukup besar dalam bentuk peningkatan produksi daging, pendapatan petani dan wilayah serta hemat energi, dan akhirnya menjadi kluster Desa Mandiri Energi (DME).

Pakan yang difermentasikan juga dapat membuatnya lebih lembut. Dan yang terpenting menurutnya, dari fermentasi tersebut bisa meningkatkan kandungan protein sekaligus menurunkan kadar lemak di dalamnya. "Jangan sampai sapi kelebihan lemak, karena sapi yang tubuhnya kelebihan lemak, kurang mampu menyerap protein yang dibutuhkan, akibat selanjutnya sapi bisa menjadi lemah dan kurang tenaga," jelasnya.

Banjir Thailand Ancam Harga Beras Internasional

JAKARTA. Bencana banjir yang terjadi di Thailand membuat pemerintah setempat kewalahan. Bahkan stok pangan bagi rakyat Thailand sendiri mulai menipis. Belakangan Thailand meminta ASEAN membantu beras di negaranya.

Kondisi tersebut mengancam harga beras di pasaran internasional.

"Buruknya kondisi di Thailand membuat harga beras internasional melonjak. Ini karena Thailand negara produsen beras dunia yang aktif," kata pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanto Siregar, ketika dihubungi, Minggu (23/10).

Menurut Hermanto, banjir di Thailand dapat mengurangi pasokan 6% beras internasional menjadi 4%. Penurunan ini mempengaruhi harga beras lokal di Indonesia nantinya.

"Sekarang saja harga beras kita lebih mahal. Rata-rata harga beras kita Rp6 ribu hingga Rp7 ribu perkilogram. Bagaimana jika harga internasional naik, bisa-bisa ikut naik di atas Rp1.000 per nantinya," lanjut Hermanto.

Kenaikan tertinggi akibat buruknya kondisi di Thailand yakni membuat harga beras dapat tersentuh ke angak Rp10 ribu per kg. Karena itu, Hermanto menilai stok beras Indonesia akan sangat tergantung pada program dan upaya pemenuhan beras domestik.

"Karena itu pemerintah harus membuat peta jalan yang tepat untuk pemenuhan pangan nasional, apalagi melihat perubahan iklim ke depan," ujarnya.

Dikatakan, Thailand akan mengetatkan stok beras nasionalnya lantaran bencana banjir yang membuat beberapa daerah lumbung padinya rusak. Kebijakan Thailand tersebut mempengaruhi harga beras internasional dan mempengaruhi kebijakan ekspor beras mereka.

Kondisi di Thailand membuat pemerintah setempat meminta ASEAN Minister of Agriculture and Forestry (AMAF) memberikan cadangan beras dari negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three Emergency Rice Rescue(APTERR).

Dalam komunitas tersebut memang ada klausul memberikan bantuan pangan bagi negara anggota yang mengalami krisis pangan, termasuk dikarenakan bencana alam.

Sabtu, 22 Oktober 2011

Impor Tanaman Hias Harus Dibatasi

Medan. Banyaknya tanaman hias impor yang masuk ke Medan membuat harga tanaman hias produksi lokal tidak stabil bahkan cenderung menurun. Karena itu, harus ada pembatasan dan seleksi tanaman yang bisa diimpor agar persediaannya tidak terlampau banyak dan harga bisa seimbang. “Tanaman hias impor tersebut kebanyakan berasal dari Thailand, seperti anggrek dendrobium, jenis aglonema, sansievera dan lainnya. Saat ini sedang kami telusuri tetapi belum tahu siapa yang melakukan impor sevara ilegal,” kata Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Sumatera Utara (Sumut) Yulizar kepada, Kamis (20/10) di Medan.

Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi sebagai dampak dari pasar bebas yang memberi peluang masuknya barang-barang dari luar. “Sebenarnya tanaman hias impor tersebut berasal dari Indonesia yang diekspor ke Thailand. Tetapi oleh petani tanaman hias di Thailand disilangkan kembali sehingga menjadi lebih menarik dan kemudian dijual kembali ke Indonesia dengan harga yang lebih murah. Karena itu, petani kita harus bisa membuat inovasi dan mampu mengadopsi teknologi agar mampu bersaing," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Syah Johan dari Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan mengatakan impor tanaman hias bisa masuk melalui Belawan, Tanjung Balai maupun dari Bandara Polonia. "Sejak 4 bulan yang lalu impor tanaman hias sudah menurun," katanya.

Mengenai jumlah impor tanaman hias yang masuk ke pasaran, dirinya masih akan menghitung totalnya.

Sementara itu, Yusman, salah seorang pengusaha tanaman hias mengatakan bahwa tanaman hias impor bisa masuk karena banyaknya permintaan dan importir bisa memasoknya dari luar negeri dengan harga yang lebih murah. Sebagai contoh kata dia, tanaman anggrek dendrobium dari Thailand seharga Rp 30.000 sementara dari Jawa/lokal Rp 40.000. Begitu juga anggrek vanda asal Thailand Rp 110.000 sedangkan dari Jawa/lokal lebih mahal yakni Rp 135.000 dan Anggrek Catleya dari Thailand hanya Rp. 75.000 lebih murah daripada yang dari Jakarta mencapai Rp 100.000. "Pembeli tentunya mencari yang harganya murah," katanya sembari menambahkan saat ini paling tidak ada 4 orang importir tanaman hias di Medan.

Edwin Gultom, salah seorang petani tanaman hias di Jalan Sutomo Ujung mengatakan, jenis tanaman hias yang diimpor sebenarnya sudah banyak dikembangkan di Medan. “Jadi untuk apa lagi ada impor tanaman hias," katanya.

Ia menjelaskan beberapa tanaman hias seperti aglonema, anthorium, sanseivera dan anggrek banyak di pasaran. Jika tanaman sejenis masih juga diimpor, akan mengakibatkan harga semakin turun dan petani semakin merugi. "Tahun 2007, aglonema satu pot harganya Rp 1.700.000, sekarang karena di mana-mana sudah ada, harganya tak sampai Rp 100.000," katanya.

Menurutnya, sudah semestinya pemerintah mengambil kebijakan yang bisa membatasi jenis tanaman hias yang bisa diimpor ke Indonesia.

Penggiliran Varietas Padi Atasi Serangan Hama

















Medan
. Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk (UPT BBI) Padi Murni Tanjungmorawa, Fuad mengatakan, penggiliran varietas dapat memutus rantai hama yang sering menyerang tanaman padi sampai masa panen.

“Salah satu cara yang bisa dilakukan petani adalah dengan melakukan pengantian atau penggiliran varietas padi,” katanya, Jumat (21/10) saat ditemui di Kantor Dinas Pertanian Sumut di Jalan AH Nasution Medan.

Ia menjelaskan, beberapa varietas padi sawah yang banyak ditanam petani saat ini antara lain varietas Ciherang, Cibogo, Mekongga, Cigelis. Sedangkan varietas padi untuk padi tadah hujan antara lain Situ Parenggang dan Situ Bagandit. "Tentu saja penggantian varietas disesuaikan dengan daerahnya," ujarnya.

Ia mengungkapkan, produksi benih di UPT BBI Padi Murni Tanjungmorawa sebanyak 109.500 kg per tahun. “Sejak tahun 2008, UPT BBI Padi Murni Tanjungmorawa sudah mengembangkan benih padi hibrida. Padi hibrida lebih unggul dibandingkan dengan jenis padi lainnya karena volume yang bisa dipanen lebih banyak,” ujarnya.

Misalnya, kata dia, dalam se hektare padi hibrida, petani bisa memanen sebanyak 12 - 14 ton. "Sementara kalau padi jenis lainnya hanya 7 - 8 ton per hektare sekali panen," katanya.

Yang menjadi permasalah petani di kawasan Deli Serdang sekarang ini menurut Fuas, selain hama, adalah irigasi. Sumber air dari Sei Batu Gingging yang mengairi persawahan di desa Perdamaian, Wonosari, Punen Rejo saat ini mengalami sedimentasi yang mengakibatkan debit air berkurang.

"Kita meminta sedimentasinya dikeruk supaya airnya lancar dan bisa mengaliri persawahan petani," ujarnya.

Kamis, 20 Oktober 2011

Peluang Usaha Pertanian : Aneka olahan lidah buaya diekspor ke mancanegara









Selain mempunyai banyak khasiat, lidah buaya alias aloevera juga bisa diolah menjadi berbagai macam produk. Mulai dari produk perawatan wajah dan tubuh, hingga produk makanan. Bahkan, pemasaran produk olahan lidah buaya ini sudah merambah pasar ekspor. Seorang pengusaha asal Pontianak, bisa meraup omzet hingga ratusan juta sebulan dari beragam produk lidah buaya.

Di Pontianak, Sunani mengembangkan berbagai produk dari lidah buaya. Mulanya, ia hanya memproduksi jeli dan dodol dari bahan ini. Kini, perempuan 38 tahun ini juga memproduksi stik, keripik, pilus, cokelat, hingga sabun mandi. Semuanya dari lidah buaya.

Bahkan untuk kulit lidah buaya yang tadinya tidak digunakan, ia kembangkan menjadi berbagai macam kerajinan untuk suvenir. "Saya menggunakan merek usaha I Sun Vera untuk berjualan," ujar Sunani.

Untuk memproduksi berbagai produk tersebut, ia butuh dua ton lidah buaya dalam sehari. Sunani mendapat pasokan bahan baku itu dari Pontianak. Maklum, kota di ujung barat Pulau Kalimantan ini memang terkenal sebagai penghasil lidah buaya berukuran jumbo.

Selain kota-kota besar di Indonesia, kini Sunani telah mengirim produknya ke luar negeri, seperti Malaysia, Brunei, dan Jepang. "Saya harus mengirimkan sabun sebanyak 200 kotak setiap minggu untuk pasar ekspor," ujar Sunani. Dari beragam produk tersebut, ia pun bisa meraup omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.

Selain Sunani di Pontianak, Pranadipa di Semarang, Jawa Tengah, juga memanfaatkan khasiat yang terkandung dalam lidah buaya, Apoteker dan produsen krim perawatan wajah dan tubuh ini juga membuat krim berbahan lidah buaya. "Lidah buaya bisa mempercepat penyembuhan luka karena merangsang pembentukan kulit baru," ujarnya.

Dengan mengusung merek Healby, Pranadipa membuat krim dari lidah buaya untuk kulit kering, bekas luka, dan krim bekas jerawat. Ia menjual produknya itu dengan harga mulai Rp 25.000 hingga Rp 70.000 per pot berukuran 10 gram hingga 15 gram. Soal pasokan lidah buaya, Pranadipa juga tak kesulitan. Beberapa pemasokselalu siap memasok.

Pranadipa memang hanya memproduksi krim. Ia tak membuat sabun, karena berbeda dengan krim yang bisa digunakan sepanjang malam, sabun hanya melekat beberapa detik.

Krim Healby pun telah dipasarkan di beberapa kota besar di Indonesia. "Permintaan selalu ada, karena orang sudah mengetahui khasiat dari lidah buaya," ujar Pranadipa. Sayang, ia enggan menyebutkan omzet yang diperoleh dari penjualannya krim lidah buaya ini.

Seperti Sunani, mengolah lidah buaya menjadi produk makanan juga dilakukan oleh Betty Nur Anisa. Ia memproduksi stick lidah buaya.

Dalam satu hari, Betty sanggup mengolah 20 kilogram (kg) lidah buaya untuk pembuatan stik. Dari bahan sebanyak itu, perempuan yang juga asal Pontianak ini bisa menghasilkan 20 kg stik per hari. Sebulan, produksi stik mencapai 480 kilogram. Ia pun bisa meraup omzet hingga Rp 24 juta tiap bulan. "Omzet dari stik memang besar," tutur Betty.

Maklum, masyarakat Pontianak sangat menggemari camilan lidah buaya ini. Namun, tak hanya terbatas di Pontianak, Betty juga memasarkan produk olahan lidah buaya ini hingga Malaysia, Belanda, dan Australia. "Setiap dua hari sekali, pelanggan saya dari Malaysia datang," katanya senang.(KONTAN)

Masih Kurang, Pemanfaatan Tumbuhan untuk Kesehatan










BOGOR. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menilai budidaya pemanfaatan tumbuhan hasil hutan untuk kesehatan (herbal forest) di Indonesia masih kurang. Kondisi ini bertolak belakang dengan sumber daya alam yang berlimpah akibat iklim di tanah air cukup mendukung.

“Saya akui, pemanfaatan herbal forest masih kurang. Tapi kita sudah memulai berupaya menyediakan bibit-bibit tumbuhan herbal untuk pengobatan. Tak hanya itu kami juga mendukung setiap instansi/institusi non profit seperti Dompet Dhuafa dalam mengembangkan dan memanfaatkan tumbuhan herbal untuk pengobatan,” kata Zulkifli disela-sela acara penyuluhan pengobatan Herbal di Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa (RS RST DD), Parung, Kabupaten Bogor, Kamis (21/10).

Ia menghimbau, agar masyarakat bercermin pada kearifan lokal nenek moyang yang mensyukuri sumber daya alam Indonesia dengan cara memanfaatkan tumbuhan hutan untuk pengobatan.

“Nenek moyang kita sudah mengajarkan menanam tanaman herbal, berternak hewan. Tapi akhir-akhir ini, kita malah kurang menghargai hasil alam. Terlebih lagi ada yang beranggapan, kalau menanam tanaman obat dan berternak hewan disebut ketinggalan zaman,” paparnya.

Pihaknya mendukung adanya lemba non profit yang bergerak di bidang kesehatan dengan memanfaatkan herbal forest. Dengan adanya rumah sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa ini, diharapkan dapat memotori, pengembangan dan pemanfaatan herbal forest di Indonesia.

“Kalau dulu itu sangat jarang dokter, pasti masyarakat memanfaatkan ramuan-ramuan alam untuk mengobati sakit yang dideritanya,” tambahnya.

Direktur RS RST DD, Parung, Bogor Drg Imam Rulyawan MARS menjelaskan penyelenggaraan acara penyuluhan pengobatan herbal ini bertujuan untuk mengenalkan informasi seputar manfaat herbal.

“Di rumah sakit yang kami dirikan ini, tidak hanya melayani pengobatan seperti layaknya rumah sakit lainnya, tapi kita juga mengobati pasien secara terpadu melalui herbal komplementer,” ungkapnya.

RUU Petani Bantu Tingkatkan Produksi Pertanian

Jakarta. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Petani dan Pemberdayaan Petani dapat membantu meningkatkan produksi pertanian apabila kebijakan yang dibuat tepat sasaran. Sekjen Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Nurudin di Jakarta, Selasa (18/10) mengatakan, dengan adanya RUU tersebut maka pemerintah sudah menunjukkan penghargaannya dengan mempedulikan keberadaan para penyumbang sektor pangan terbesar negara itu. "Pemerintah sudah mengakui adanya gabungan kelompok tani (gapoktan) dan pengajuan RUU tersebut dapat meningkatkan kegiatan produksi pertanian," kata Nurudin.

Dalam RUU tersebut disebutkan bahwa para petani diijinkan untuk mendirikan badan usaha milik petani. Badan usaha yang dimaksud tersebut, jelas Nurudin, dapat berupa koperasi atau semacam lembaga ekonomi.

Namun demikian, susunan struktural lembaga tersebut sebaiknya melibatkan sejumlah kelompok tani kecil, guna menghindari keterlibatan kepentingan kelompok-kelompok tertentu, kata Nurudin. "Seharusnya jangan hanya gapoktan di tingkat daerah saja yang dilibatkan karena ketuanya bisa berasal dari mantan pejabat. Ketua gapoktan memang mungkin petani, tapi juga memungkinkan dimasuki unsur politis," tegas Nurudin.

DPR telah menggulirkan RUU Perlindungan Petani dan Pemberdayaan Petani (RUU P3) sebagai salah satu cara untuk menyejahterakan kehidupan petani Indonesia.

Menurut Wakil ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, RUU tersebut diyakini dapat menyejahterakan kehidupan para petani dan mengatasi persoalan pertanian beserta hasil panennya.

Menurut Herman Khaeran, salah satu isi RUU P3 itu adalah menyiapkan para petani agar siap menghadapi perubahan iklim terkait dengan hasil panen. RUU P3 telah berada pada tahap penyelesaian usulan (draft) dan naskah akademik untuk diajukan ke Badan Legislatif (Baleg).
Sementara itu, wakil ketua Komisi IV DPR Anna Mu"awannah, dalam laman DPR mengatakan bahwa sasaran RUU P3 itu adalah petani kecil, pekebun, dan peternak yang tidak memiliki ijin usaha.

Perlindungan petani yang dimaksud, lanjut Anna, meliputi prasarana dan sarana produksi pertanian, kepastian usaha, harga komoditas pertanian, asuransi pertanian, penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi, serta pembangunan sistem peringatan dini akibat dampak perubahan iklim.

Sedangkan pemberdayaan petani dalam RUU itu meliputi pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, fasilitas pembiayaan dan permodalan, akses ilmu pengetahuan dan teknologi dan informasi serta penguatan kelembagaan. (ant)

Produsen Pertanian Harus Punya Strategi Rebut Pasar

Medan. Pemasaran produk pertanian baik dalam bentuk segar maupun olahan memerlukan strategi khusus agar dapat dikenal masyarakat luas. Produsen hasil pertanian harus mencari cara agar produknya mempunyai kekhasan dibanding produk pertanian dari produsen lain sehingga mempunyai keunggulan kompetitif ataupun komparatif sehingga bisa merebut pasar. "Jika produk pertanian yang dihasilkan dan ditawarkan produsen tidak mempunyai keunggulan spesifik maka akan kalah bersaing dengan produsen lain yang mempunyai keunggulan," kata Staf Informasi Pasar Dinas Pertanian Sumut, Zainal Abdi ketika ditemui di kantornya di Medan, Rabu (19/10).

Menurutnya, hal utama yang harus diperhatikan oleh produsen produk pertanian adalah kualitas dari produk itu sendiri sehingga bisa merebut hati konsumen. Jika hati konsumen sudah bisa direbut, otomatis konsumen tersebut tidak akan beralih kepada produk lain.

Selain itu, kata Zainal, tampilan dari produk itu sendiri menjadi salah satu penilaian yang dilakukan konsumen. Saat ini, kata dia, kecenderungan konsumen adalah melihat tampilan suatu produk, jika tampilannya baik akan banyak yang memburu produk tersebut, sebaliknya kalau tampilannya buruk maka peminatnya pun sedikit.

Kalau produk yang dihasilkan berupa produk pertanian olahan dalam kemasan, maka kebersihan dan tampilan kemasan yang didesain semenarik mungkin merupakan salah satu strategi yang harus diperhatikan produsen dalam menarik pelanggan. "Di Sumut, kemasan produk-produk olahan hasil pertanian, khususnya dari industri rumah tangga masih kurang menarik," tambahnya.

Makanya, hingga saat ini, produk-produk lokal dari luar daerah banyak yang mengusai pasar di Sumut hanya karena perbedaan tampilan kemasan. Untuk itu, para produsen produk pertanian sudah harus mempunyai strategi yang baik untuk merebut pasar. "Yang penting, kualitas di jaga, mulai dari kualitas produk itu sendiri hingga kualitas SDM dari industri," ungkapnya.

Dengan begitu, kata Zainal, kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan tetap terjaga bahkan meningkat, sehingga kesejahteraan petani hingga pelaku industri itu sendiri mengalami peningkatan.

Berita Pertanian : Petani Tomat dan Padi di Simalungun Keluhkan Serangan Hama















Simalungun
. Saat ini, tanaman tomat dan padi milik petani di beberapa kecamatan di Kabupaten Simalungun terserang hama dan penyakit. Hal ini membuat petani pasrah untuk menerima risiko jika terjadi gagal panen.

Salah seorang petani tomat di Kecamatan Raya, Sudiahman Saragih, mengaku , kondisi cuaca yang tidak menentu, di mana kadangkala hujan dan selama beberapa hari panas terik, sangat mengganggu pertumbuhan tanaman tomat. Jika kondisi cuaca tidak menentu seperti yang terjadi selama beberapa bulan belakangan ini, kami bisa tidak panen lagi. Karena tanaman tomat kami sulit berbuah dan gampang diserang cendawan, ujar Saragih kepada wartawan, Rabu (19/10).

Tak hanya petani tomat, kata dia, petani padi di Kecamatan Sidamanik juga khawatir dengan kondisi hujan belakangan ini, karena hama tikus biasanya kerap menyerang. Kami saat ini memang sedang cemas menghadapi serangan hama tikus yang biasanya sering terjadi saat musim hujan. Dan, kami terus berjaga-jaga mengantisipasinya, ujar H Siahaan, petani padi di Sidamanik.

Diakuinya, akibat serangan hama ini, bisa jadi petani akan gagal panen. Karena itu, petani di Sidamanik sangat membutuhkan uluran pemerintah agar terlibat dalam pemberantasan hama tikus.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Pemkab Simalungun Amran Sinaga mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan 500 kilogram (kg) racun tikus serta 50 kotak tiram yang akan diberikan secara gratis kepada petani untuk penanggulangan hama tikus tersebut.

Dia mengakui, sesuai dengan laporan yang diterima dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di kecamatan, hama tikus sudah mulai menyerang di sejumlah kecamatan yang menjadi sentra produksi padi di Kabupaten Simalungun, seperti di Jorlang Hataran, Pematang Bandar dan Panei.

Peluang Usaha Pertanian : Darno Kembangkan Sayuran Organik













Medan
. Sejak tahun 2003 lalu, Darno berhasil mengembangkan tanaman sayuran organic seperti gambas, sawi, bayam, buncis, tomat. Dari tanaman yang dikembangkan dengan memanfaatkan lahan yang sebelumnya kosong tersebut, ia bisa meraih laba Rp 600.000 per bulan. Hal tersebut diungkapkan Darno, Senin (17/10) di Rispa I, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor. Ia menjelaskan, sayuran yang ditanamnya itu hanya menggunakan pupuk organik. "Masyarakat sudah semakin sadar pada kesehatan, karena itu kita menanam sayuran organik," katanya.

Untuk pemupukan, Darno dalam sebulannya memerlukan sekitar enam goni pupuk organik berasal dari pupuk kandang. "Pupuknya kita beli dari peternak ayam di Namorambe," ujarnya.

Ia mengatakan, sayur mayur yang ditanamannya itu umumnya dibeli oleh masyarakat setempat dan pelanggan dari luar Medan yang datang 4 kali dalam seminggu. "Untuk kebutuhan sayuran masyarakat sekitar, belinya kemari," katanya.

Berita Pertanian : Petani Diminta Waspadai Penyakit Hawar Daun Bakteri

Medan. Memasuki musim penghujan, petani di Sumatera Utara (Sumut) diminta mewaspadai serangan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada tanaman padi.
"Penyakit HBD ini merupakan penyakit yang tersebar di berbagai ekosistem padi di negara-negara penghasil padi, termasuk di Indonesia," kata Kasie Bidang Data dan Perumusan Program Dinas Pertanian Sumut, Lusyantini ketika ditemui di kantornya di Medan, Rabu (19/10).

Dikatakannya, penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.oryzae (Xoo). Patogen ini dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan tanaman mulai dari persemaian sampai menjelang panen.

Penyebab penyakit (patogen) ini menginfeksi tanaman padi pada bagian daun melalui luka daun atau lubang alami berupa stomata yang merusak klorofil daun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. "Bila serangan terjadi pada awal pertumbuhan, tanaman menjadi layu dan mati, gejala ini disebut kresek," kata Lusi.

Sedangkan pada tanaman dewasa, lanjut dia, akan menimbulkan gejala hawar. Gejala ini mulai terlihat dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun akan menjadi kering. Bila serangan terjadi saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna sehingga menyebabkan gabah tidak terisi penuh atau hampa. Pada kondisi seperti ini petani akan kehilangan hasil (pada proses pengisian gabah-red) antara 50 hingga 70 persen, jelas Lusi
Lebih lanjut dikatakannya, penyakit HBD sering timbul, terutama pada musim hujan. Selain itu, pertanaman yang dipupuk nitrogen (urea-red) dengan dosis tinggi tanpa diimbangi dengan pupuk Kalium (Kcl) menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap penyakit ini. "Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terutama kelembaban yang tinggi sangat memacu perkembangan penyakit ini," tambahnya.

Untuk itu, katanya, guna menekan perkembangan penyakit ini, petani disarankan tidak memupuk tanaman dengan nitrogen secara berlebihan dan menggunakan pupuk Kalium. Selain itu, perlu diperhatikan agar lahan tidak tergenang terus menerus, sebaiknya pengairan dilakukan secara intermiten (berselang-red). "Kalau hal ini benar-benar diterapkan petani, hasil yang akan diperoleh lebih maksimal dan produksi padi petani akan meningkat," ungkapnya.

Berita Pertanian : Atasi Flu Burung, Industri Unggas Perlu Direstrukturisasi















JAKARTA.
Restrukturisasi industri unggas dibutuhkan untuk mengatasi wabah flu burung dan sekaligus memastikan ketahanan pangan karena ayam merupakan sumber protein hewani paling banyak dikonsumsi di Indonesia.

Dalam round table discussion Pentingnya Restrukturisasi Sistem Industri Unggas Menuju Ketahanan Pangan Indonesia yang digelar Indonesian-Dutch Partnership Program on Highly Pathogenic Avian Influenza Control (IDP-HPAI) di Jakarta, Rabu (19/10), telah mendapatkan kesepakatan para ahli.

"Mereka menyepakati pentingnya dilakukan restrukturisasi terhadap praktek industri unggas yang dijalankan di Indonesia selama ini," ujar Project Operation Officer IDP HPAI Ivo Classen di Jakarta, Rabu (19/10).

Ia menyatakan ada bottleneck serius dalam produksi unggas di Indonesia yaitu bagaimana ayam dikirim dan diperdagangkan di pasar dan yang paling penting adalah mengatasi penularan flu burung, karena dari survei 2007, virus flu burung ditemukan di 80 persen pasar unggas Jakarta. (Ant

Berita Pertanian : Perlu Teknologi Alternatif Genjot Produksi Pangan

GORONTALO. Menteri Pertanian RI Suswono mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan teknologi yang adaptif, dalam mengembangkan komoditi penunjang ketahanan pangan.

"Saat ini kita belum menggunakan teknologi yang memadai, sehingga perubahan iklim bisa sangat mempengaruhi produksi pangan di Indonesia," ujarnya saat menghadiri peringatan Hari Pangan Sedunia ke-31 di kantor Badan Pusat Informasi Jagung (BPIJ), Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, Kamis (20/10).

Menurutnya, iklim tidak bisa dikendalikan sehingga pemerintah dan petani harus mencari alternatif teknologi khususnya di bidang pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut serta inovatif.

Sejauh ini, lanjutnya, Indonesia masih mampu bertahan dan menciptakan kemandirian pangan di tengah krisis harga pangan dunia yang berkelanjutan dengan adanya krisis finansial dan ekonomi.

Untuk itu, kata dia, Hari Pangan Sedunia menjadi momen penting dalam membangkitkan kesadaran dan perhatian masyarakat dalam penanganan masalah pangan baik di tingkat global, regional maupun nasional.

Hari Pangan Sedunia diperingati oleh 186 negara anggota Food and Agriculture

Organization (FAO), termasuk Indonesia yang memperingatinya secara nasional

setiap 16 Oktober bertepatan dengan tanggal terbentuknya FAO. (ant)

Berita Pertanian : Indonesia Dihantui Rawan Pangan

GORONTALO. Wakil Presiden Boediono mengatakan hingga saat ini Indonesia masih dihantui kerawanan pangan karena produksi pangan masih pas-pasan.

"Secara umum (ketersediaan pangan) Indonesia sudah mampu mengimbangi pertambahan penduduk meskipun pas-pasan, oleh karena itu kondisi pangan kita masih mengandung kerawanan," kata Wakil Presiden Boediono pada peringatan Hari Pangan Sedunia ke-31 di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Kamis (20/10).

Wapres mengingatkan, sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, keamanan pangan adalah wajib hukumnya. Apalagi dengan pertambahan penduduk di masa depan. Kerawanan pangan akan terus menghantui.

"Tanpa langkah-langkah sungguh-sungguh, sistematis dan kita laksanakan sekarang, kerawanan pangan hampir pasti akan terus menghantui kita," kata Wapres.

Karena itu Wapres menegaskan bahwa keamanan pangan merupakan prioritas tertinggi dalam kepentingan nasionaal.

Indonesia, menurut Wapres, tidak hanya harus mampu memenuhi kebutuhan pangannya namun juga harus dapat memperoleh surplus. Surplus pangan dibutuhkan sebagai bumper untuk berbagai kondisi. (ant)

Berita Pertanian : Ayam Impor Malaysia Tidak Dibutuhkan Batam















BATAM.
Batam tidak membutuhkan ayam impor dari Malaysia, karena kebutuhan selama ini mampu dipenuhi dari Jawa.

Kepala Bidang Peternakan Dinas Kelautan Perikanan Peternakan dan Kehutanan (KP2K) Kota Batam, Sri Yunelli, mengatakan, ayam dan turunannya memang tidak bisa diimpor.

Hal itu disebabkan kebutuhan selama ini bisa dicukupi dari produksi nasional. Hingga saat ini Kementerian Pertanian tidak mengizinkan adanya impor daging ayam.

Yunelli menambahkan, jika ada ayam dari Malaysia yang masuk ke Batam melalui pelabuhan-pelabuhan rakyat bisa dipastikan barang tersebut ilegal.

"Kebutuhan ayam setiap hari mencapai sekitar 50.000 ekor. Sekitar 70-80 persen dipenuhi ayam segar dari peretnak lokal, sedangkan 20-30 persen sisanya dipenuhi ayam beku dari Jawa," tambah Sri Yunelli, di Batam, Kamis (20/10).

Ia menambahkan, jika tidak terjadi gangguan cuaca yang mengakibatkan peternak gagal panen, pasokan ayam di Batam sangat aman dan tidak mengalami lonjakan harga yang signifikan. (ant)

Rabu, 12 Oktober 2011

Peluang Usaha Pertanian : BISNIS KULINER MAKANAN BAYI













Sajikan makanan segar agar si kecil tetap bugar

Bisnis kuliner tak harus menyasar segmen pembeli dewasa. Bisnis kuliner bisa menyasar segmen bayi seperti yang dilakukan produsen makanan bayi segar (baby fresh food). Bisnis kuliner untuk bayi itu ternyata juga mampu mengundang omzet hingga puluhan juta rupiah.

Banyak orang tua ingin putra-putri mereka mendapatkan asupan gizi yang terbaik. Terutama orangtua yang memiliki putra-putri yang masih berusia enam bulan hingga tiga tahun.

Untuk mendapatkan asupan makanan yang terbaik bisa dilakukan dengan cara membuat makanan bayi sendiri hingga dengan membeli. Sayangnya, makanan bayi di pasaran banyak yang cepat saji.

Kekosongan makanan bayi yang dalam kondisi segar itulah yang dilirik produsen makanan bayi segar (baby fresh food), Yuli Herlina.

Pemilik Baby Bar di Jakarta ini menawarkan makanan bayi segar sejak Januari 2011. Lewat bisnis makanan bayi itulah ia mampu meraup omzet Rp 50 juta per bulan.

Omzet ini datang dari penjualan aneka menu makanan bayi. Ia mengklaim, setiap menu dan makanan bayi itu mengandung asupan gizi dan higienis. "Sekarang jumlah menu kami berjumlah ratusan agar bayi tak bosan untuk memakannya," ujarnya.

Yuli menekuni bisnis makanan bayi saat melihat banyak orang tua bayi yang sibuk bekerja. Ia khawatir, kesibukan orang tua bayi itu berimbas pada asupan gizi dan makanan bayinya. "Khususnya ibu muda yang bekerja, jangan sampai asupan gizi bayi berkurang gara-gara sibuk kerja," terang Yuli yang mendirikan usaha itu bersama dua orang sahabatnya.

Untuk membuat asupan bergizi, Yuli membuat makanan bayi dari produk segar seperti buah, ikan, dan sayuran organik. Dari ratusan menu yang ada, yang terlarisnya adalah apple herbal soup, steamed fish cake, dan Broccoli & Banana Oat. "Selain menu utama kami juga punya camilan untuk bayi," terang Yuli yang menjual produknya itu lewat dunia maya.

Untuk pemesanan, Yuli menawarkan sistem pesan antar ke pelanggan yang berdomisili di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Harga makanan bayi itu mulai dari Rp 20.000 per paket hingga Rp 50.000 per paket. "Harga tergantung bahan makanan," jelas Yuli.

Berkat bisnis makanan bayi segar itu, setiap bulan Yuli dan dua rekannya mampu mendulang laba 30% dari total omzet.

Menurut Yuli, usaha makanan segar ini punya peluang bisnis yang ciamik. Apalagi, pemain bisnis ini jumlahnya juga relatif sedikit.

"Produk makanan bayi banyak tetapi mayoritas dalam bentuk instan," jelas Yuli yang punya 15.000 follower di dunia maya itu.

Pemain lain yang menekuni penjualan makanan bayi segar itu adalah Neura Azzahra di Bintaro, Tangerang.

Neura merintis usaha bisnis ini sejak tahun lalu. Sama dengan Yuli, ia merintis usaha makanan bayi karena melihat banyak bayi ditinggal orang tuanya bekerja.

Ada 12 varian menu makanan bayi dalam bentuk segar dan beku yang ditawarkan Neura. Untuk makanan bayi segar, ia menjualnya dengan cara katering. Untuk katering selama lima hari, Neura mengenakan tarif Rp 235.000, khusus wilayah Bintaro.

Adapun untuk makanan bayi beku, Neura melayani pembelian satuan kemasan yang dijual mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 38.000, tergantung bahan. "Dalam sebulan omzet saya bisa Rp 10 juta," jelas Neura.

Saat memulai usaha makanan bayi itu, Neura merogoh modal usaha senilai Rp 3 juta. Uang itu untuk membeli aneka peralatan memasak dan juga untuk membeli kemasan.

Ribuan Kerbau Rusak Sawah, Petani Lapor ke Polisi














BREBES
. Ratusan petani dari sejumlah desa di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Jateng), menggeruduk Kepolisian Resor (Polres) setempat, Selasa (11/10).

Mereka meminta pihak Polres memberi pengamanaan terhadap serangan kerbau liar yang selama ini merusak sawah serta ladang mereka.

Akibat serangan kerbau liar tersebut, para petani mengaku mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Para petani datang dari ssejumlah desa, antara lain Songgom Selatan, welahar, dan Kedungabad. Ketiga desa tersebut masuk wilayah Kecamatan Songgom dan Larangan.

Koordinator para petani, Frendi, mengatakan para petani tersebut sudah kewalahan mengatasi serangan kerbau liar yang merusak tanaman di sawah dan kebun. "Yang diserang semua tanaman, dari padi, jagung, serta palawija," ujar Fren.

Kerbau-kerbau yang menyerang tanaman milik petani sebenarnya ada yang punya. Namun, untuk mencari makan, mereka dilepas begitu saja oleh para penggembala.

"Mereka membiarkan kerbau-kerbau itu merusak tanaman apa saja pada malam hari," tutur Fren. Jumlah kerbau liar tersebut mencapai ribuan.

Kentang impor masuk, petani lokal terpuruk






















Jakarta
. Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar mengecam kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan importasi berbagai komoditas pertanian, diantaranya impor kentang yang saat ini terjadi.

Harga jual kentang di tingkat petani anjlok hingga lima puluh persen akibat gencarnya impor kentang dari China.

"Kebijakan Kemendag memberikan izin terhadap importasi kentang, membuat petani kentang terpuruk dan tidak dapat menikmati harga yang optimum,"katanya.

Untuk kesekian kali Kementerian Perdagangan melegalisasi impor dan ini semakin menegaskan setiap kebijakan tidak berpihak kepada petani namun kepada pasar.

Impor hortikultura terus terjadi terjadi selama kurun waktu hampir 5 tahun terakhir. Kentang menjadi salah satu komoditas yang ikut serta di impor dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Harga kentang lokal mencapai Rp7000 hingga Rp8000 per kilogram, namun saat ini harga kentang lokal berkisar Rp4000-Rp4500 per kilogram.

Harga kentang anjlok di tingkat petani karena gencarnya impor kentang dari China. Kentang impor tersebut harganya hanya Rp2300-Rp2500 per kilogram. Padahal selama ini kentang menjadi komoditas hortikultura yang banyak menyumbang devisa negara.

"Mendag nampaknya tidak punya solusi lain dalam menstabilkan harga komoditas pertanian, selain dengan impor. Kebijakan perdagangan selalu dihiasi dengan impor,"ujarnya.

Impor kentang dilakukan bila kebutuhan tidak mencukupi

















Jakarta
. Walau Indonesia mengklaim diri sebagai negara agraris, nyatanya banyak komoditas pertanian diimpor. Argumen pemerintah sederhana saja, karena keperluan komoditas pertanian itu ada yang belum mencukupi keperluan domestik.

Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan, semua keputusan impor terkait komoditas pertanian termasuk kentang seharusnya ditetapkan dalam rapat koordinasi atas permintaan kementerian teknis apabila kebutuhan dalam negeri belum mencukupi.

"Seharusnya khan Kementerian Pertanian bisa mengantisipasi itu. Karena prinsipnya selalu saya katakan setiap rakor pangan, seluruh pangan kita dari petani harus dibeli, didahulukan, tidak boleh tidak, kalau kurang baru impor," ujarnya di Jakarta, Selasa.

Hatta menegaskan keputusan untuk melakukan impor tidak boleh dilakukan secara sepihak, apalagi dengan ancaman krisis global, pasar domestik seharusnya lebih diutamakan dan dilindungi.

"Kita sedang menghadapi krisis, dimana saya sedang menjaga pasar domestik kita ini harus berkembang, tidak boleh yang namanya petani kita ini, industri kita dan sebagainya mati karena barang impor," ujarnya.

Hatta juga mengaku belum mendapatkan laporan resmi dari Menteri Perdagangan maupun Menteri Pertanian terkait impor kentang yang membuat harga jual di tingkat petani anjlok hingga 50 persen.

"Kita akan cek, apakah ini karena penyelundupan atau karena apa, kita belum tahu," katanya.

Sedangkan, Menteri Perdagangan, Mari Pangestu, belum dapat memberikan konfrimasi dan masih mempelajari mengenai impor kentang yang dimaksud, serta melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Pertanian.

"Kita akan pelajari, ini kan masalah kalau cukup maka tidak usah impor, jadi tidak bermasalah, tapi bagaimana produksi itu ditingkatkan itu kita koordinasikan dengan Kementerian Pertanian," ujarnya.

Sementara, Menteri Pertanian Suswono justru mengaku Kementerian Pertanian belum pernah mendapatkan data akurat mengenai seberapa banyak produksi kentang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas komoditas ini.

"Sejauh ini hampir tidak pernah diajak bicara untuk berapa volume produksi sehingga bisa diketahui berapa kekurangannya. Sekarang faktanya banyak petani-petani kentang yang terpukul karena harga yang murah sehingga tidak membangkitkan semangat dia menanam kentang. Ini yang harus dihindari," ujarnya. (ant)

Selasa, 11 Oktober 2011

Kentang Organik



















Kabanjahe. Budidaya kentang di Simpang Empat Kabupaten Karo Sumut, menggunakan
100 % pupuk organik yaitu Pupuk Organik NPK Plus Daunic. Tanaman kentang ini tanpa menggunakan pupuk lainnya mulai pengolahan tanah sampai panen kentang dan hasilnya
cukup memuaskan dimana produksi naik dari biasanya sekitar 40 %.

Senin, 10 Oktober 2011

Berita Pertanian : Cabai Rawit di Bandar Lampung Capai Rp. 30 Ribu














BANDARLAMPUNG
. Harga cabai rawit disejumlah pasar
Bandarlampung menembus
Rp 30.000 per kilogram.
Di Pasar Pasir Gintung, Bandarlampung, Senin harga cabai rawit
Rp 30.000 harga tersebut melonjak sejak tiga hari lalu. Sebelumnya
harga cabai itu hanya
Rp 14.000 per kilogram.
"Ketersediaan juga tidak begitu banyak, makanya harga cabai rawit belakangan terus meningkat," kata Eko, salah satu pedagang cabai, Senin. Cabe merah besar Rp25.000, sedangkan cabe hijau besar Rp20.000, untuk cabe rawit besar atau cabe jengki Rp18.000
dan cabe kriting Rp24.000.

"Kemungkinan harga cabai rawit akan terus meningkat karena kondisi cuaca yang tidak
memungkinkan, sementara harga cabai jenis lainnya cenderung stabil," ujar Eko.
Hal sama pun disampaikan Ponirah pedagang cabai di Pasar Tugu, menurutnya, minimnya
ketersediaan cabai membuat harga terus naik.
"Sementara pembeli kita inginnya harga terus stabil, padahal
kenaikan itu juga sudah dari penjual pertama," kata dia. Demikian juga dengan Titah,
pedagang cabai di Pasar Koga, dia
mengatakan, mahalnya harga cabai rawit membuat
konsumen beralih
membeli cabai jengki.

"Harga cabai rawit jengki memang murah, beberapa pelanggan saya yang jualan makanan kebanyakan memilih cabai itu untuk pengganti cabai rawit," tutur dia.
Titah menambahkan, atau pembeli mengoplos cabai rawit dengan cabai jengki, mengingat
harga cabai rawit yang cenderung tinggi.
"Makanya saat harga cabai rawit selangit, cabai jengki menjadi alternatif lain yang diburu
pembeli," imbuhnya.

Icha, salah satu pedagang makanan gorengan mengeluhkan kenaikan harga cabai rawit.
"Pembeli sih mau nya cabai yang disediakan cabai rawit, kalau kami beli cabai itu maka
keuntungan minim," imbuhnya.
Dia berharap harga cabai rawit bisa stabil kembali mengingat kondisi cuaca sudah sering
turun hujan dua hari terakhir.

Monyet rusak tanaman warga di Tasikmalaya

Tasikmalaya. Inilah kalau kebijakan tidak didahului sejumlah pengajian. Sejumlah monyet yang sengaja dilepas PT Perhutani di kawasan peristirahatan Hutan Urug, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, meresahkan warga karena merusak tanaman kebun milik warga.

"Kadang-kadang monyet itu turun dari hutan kemudian merusak tanaman yang ada di kebun warga," kata Dedi (48) salah seorang warga Kampung Leuwisari, Kelurahahan Leuwiliang, Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya, Minggu.

Monyet-monyet itu, kata Dedi, sengaja dilepas di kawasan hutan Urug oleh Perhutani Tasikmalaya beberapa bulan terakhir.

Namun keberadaan monyet tersebut justru merugikan warga yang memiliki kebun, karena sering merusak kebun warga yang ditanami berbagai jenis tanaman pangan. Termasuk tanah kebun yang dimiliki Dedi seluas 849 meter persegi ditanami singkong dan pisang dirusak oleh sejumlah monyet yang datang dari kawasan hutan Urug.

Selain merusak kebun, kata Dedi, sempat melihat monyet sedang menangkap ikan di kolam yang masih berada di kawasan kebun, namun ketika mengetahui ada manusia, monyet tersebut langsung kabur.

"Kebun saya saja yang dekat kawasan Hutan Urug juga dirusak, tanaman kebun milik warga lainnya juga sama diserang monyet," jelas Dedi.

Kedatangan monyet ke lahan perkebunan warga itu, menurut Dedi karena lapar, sementara makanan di hutan tidak ada atau tidak disediakan oleh Perhutani.

Ia berharap Perhutani tidak asal melepas monyet, melainkan selalu mengawasi gerakan monyet dan memenuhi kebutuhan makanan monyet di hutan sehingga tidak merusak dan menjarah tanaman kebun milik warga.

"Saya harap Perhutani kalau melepas monyet di kawasan hutan Urug harus disediakan makanan buat monyet, agar monyet tidak merusak kebun warga," katanya.

Sementara itu pemilik kios buah di sekitar jalan raya di bawah kawasan hutan Urug, Heni (37), hampir setiap hari melihat sejumlah monyet turun dari hutan.

Bahkan keberadaan monyet tersebut, kata Heni seringkali mendekati kios buah, seperti meminta atau mau mengambil buah-buahan yang dijajakan di kios.

Kasihan melihat monyet tersebut seperti dalam keadaan lapar, Heni sesekali memberikan buah yang dijualnya seperti Jeruk, Mangga dan Salak kepada monyet tersebut.

"Monyet itu tidak galak, cuma diam aja dekat kios. Mungkin monyet itu karena lapar tidak ada makanan di hutan makanya turun ke jalan," katanya.(ant)

Gerakan Sejuta Gambir

Masih bersama Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda. Dalam obrolannya dengan MedanBisnis, pekan lalu, Remigo mengatakan untuk mendukung pengembangan gambir di daerah itu, pihaknya telah membuat suatu gerakan, yakni Gerakan Sejuta Gambir.
Di mana gerakan yang dicanangkan tahun 2011 ini akan dilakukan secara massal khususnya di daerah-daerah yang memiliki kecocokan agroklimat untuk pengembangan tanaman gambir.

Gerakan sejuta gambir telah dimulai dengan melakukan pengembangan pembibitan gambir.
“Untuk mendukung gerakan sejuta gambir kami telah mengalokasikan dana sekitar Rp 1,3 miliar yang dialokasikan dari Dinas Pertanian. Sementara dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) mulai tahun 2006 sampai dengan 2011 jumlahnya sudah mencapai Rp 2,7 miliar,” jelasnya.

Untuk tahun 2011, dana yang dialokasikan sebesar Rp 1,3 miliar tersebut digunakan untuk pengadaan bibit tanaman gambir, perawatan benih serta sarana dan prasarana pembibitan.
Sedangkan dana yang dari Perindagkop digunakan untuk membeli alat pemroses gambir.

Alat ini menurut Remigo telah dibagikan ke masyarakat tani. Namun sejauh ini petani belum tertarik untuk memanfaat alat tersebut karena dianggap rumit. Padahal alat tersebut mampu menekan kehilangan getah gambir disbanding dengan menggunakan alat tradisional yang tingkat kehilangannya lumayan tinggi.

Begitupun, untuk sementara ini, pihaknya tidak akan memaksa petani untuk menggunakan alat modern tersebut. “Secara perlahan-lahan kami akan memberi pembelajaran kepada petani lewat penyulun-penyuluh pertanian bahwa penggunaan alat modern tersebut sangat penting,” jelasnya.

Dari perbincangannya dengan MedanBisnis, Bupati mengatakan, pengembangan gambir ini sudah dirancang sedemikian rupa. Di mana untuk tahun 2011, program yang dijalankan adalah menanam sejuta gambir secara massal dengan lahan seluas 500 hektare. Dan, untuk tahun 2015 diharapkan telah terbangun industri gambir.

“Kami berharap pembangunan industri olahan gambir bisa terlaksana mengingat getah gambir digunakan untuk industri obat-obatan, industri kosmetik, sebagai zat pewarna pada batik dan lain sebagainya,” katanya.

Bahkan pihaknya kata Bupati dengan Badan Litbang telah membahas olahan yang bisa dibuat dari bahan baku gambir. Dan, ternyata gambir bisa dibuat menjadi teh celup dan vitamin yang berbentuk tablet. “Untuk teh celup sendiri kami sudah cobakan dan hasilnya cukup baik. Dan, untuk industri pengolahan ini kami sudah menjalin kerja sama dengan beberapa pengusaha lokal,” jelasnya.

Tingginya semangat Bupati untuk mengembangkan tanaman gambir ini menurut Remigo dilatarbelakangi beberapa faktor, yakni karena gambir tanaman khas atau spesifik Kabupaten Pakpak Bharat, tanaman mudah dibudidayakan dan relatif tidak ada penyakit, tanaman yang komparatif dan kompetitif. Kemudian, gambir termasuk tanaman bernilai ekonomi tinggi, serta termasuk komoditas ekspor.

“Namun, hal yang paling utama karena gambir merupakan tanaman yang sudah membudaya di masyarakat bahkan sudah turun termurun atau regenerasi,” paparnya.

Tujuan pengembangan tanaman gambir ini menurutnya sangat sederhana, yakni meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan pekerjaan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi Pakpak Bharat.

Mengenai luas dan produksi gambir yang dihasilkan oleh Kabupaten Pakpak Bharat, menurut Remigo tiap tahun mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Seperti tahun 2009, berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pertanian dan Perkebunan Pakpak Bharat, luas tanaman gambir berkisar 1.050 hektare dengan total propduksi 1.523 ton atau rata-rata produktivitas berkisar 1.675,47 kg per hektare per tahun.

Sementara tahun 2010, luasnya bertambah menjadi 1.051 hektare dengan total perolehan produksi mencapai 1.524,50 ton atau rata-rata produktivitas yang diperoleh berkisar 1.677,12 kg per hektare per tahun. “Dengan adanya gerakan sejuta gambir ini dan rencana pembentukan Badan Usaha Milik Daerah yang akan menampung hasil-hasil pertanian unggulan, kami berharap masyarakat semakin tertarik untuk membudidayakannya, apalagi saat ini pasar gambir semakin terbuka,” kata Remigo penuh semangat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Pakpak Bharat Mukhtar AW, sentra pengembangan tanaman gambir berada di Kecamatan Sitellu Tali Urang (STU) Jehe seluas 582 hektare diikuti Kecamatan Kerajaan seluas 117 hektare dan Kecamatan Tinada seluas 114 hektare. “Sedangakan kecamatan lainnya luasannya kecil-kecil,” terang Mukhtar.

Namun, untuk tahun ini, lanjut Mukhtar, pengembangan gambir akan dilakukan seluas 500 hektare. Akan tetapi, untuk tahun 2012 hingga tahun 2014, pengembangan tanaman gambir akan dilakukan seluas 200 hektare per tahun.


“Dalam sehari saya hanya bisa menghasilkan empat kilogram getah gambir,” ucap Ros Boru Boangmanalu ketika ditemui di lokasi pengolahan berikut tananaman gambir miliknya di Desa Bandar Baru Kecamatan STU Jehe.
Dengan harga jual berkisar Rp 17.000 per kg, ibu anak enam ini bisa mengantongi uang sekitar Rp 68.000 dalam sehari. Jumlah itu jauh menurun dibanding bulan Januari hingga April lalu di mana harga gambir mencapai antara Rp 25.000 sampai Rp 27.000 per kg. “Turunnya harga gambir ini sudah berlangsung empat atau lima bulan yang lalu, dan kami tidak tahu penyebab turunnya harga gambir ini,” katanya lagi.

Begitupun, kalau berbicara untung Ros boru Boangmanalu mengaku cukup lumayan mengingat tanaman gambir ini tidak memerlukan perawatan intensif. Bahkan dari serangan hama dan penyakit tanaman gambir nyaris tidak ada. Begitu juga dengan pemupukan yang dilakukan hanya sekali dalam lima bulan dengan menaburkan pupuk urea dan sekali dalam tiga bulan dilakukan penyemprotan gulma (rumput).

Jadi, lanjutnya, biaya untuk perawatan tanaman gambir sangat sedikit. Di samping itu tanaman gambir dapat dipanen saat tanaman berusia dua tahun. Itu juga yang menjadi alasan bagi wanita berusia 35 tahun ini untuk menanam gambir sekitar tujuh tahun yang lalu “Tanaman gambir kami tidak luas hanya berkisar setengah hektare,” akunya.

Bincang-bincang mengenai teknik pengolahan gambir menurut Ros sangat sederhana dan dirinya sendiri masih melakukan dengan cara manual atau tradisional. Untuk mengambil getah gambir, daun yang dipanen dan dilepas dari ranting-ranting daun direbus sekitar satu jam atau sampai mendidih. Kemudian dimasukkan ke dalam karung atau goni lalu dipress. Getah hasil pressan tadi didinginkan sekitar satu malam hingga menjadi bubur.

Setelah itu dicetak sesuai ukuran yang diinginkan untuk selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari hingga gambir benar-benar kering. “Biasanya warna gambir yang baik berwarna coklat kemerah-merahan,” kata Ros.

Dalam sehari, Ros mengaku bisa melakukan perebusan hingga dua kali dengan masing-masing kapasitas olahan 20 kg daun gambir. “Dari 20 kg daun gambir yang kita rebus akan menghasilkan bubur gambir sekitar 10 kg. Nah, bubur gambir ini setelah dicetak dan dikeringkan akan menghasilkan gambir kering sekitar 2 kg,” ucap Ros.

Ros sendiri mengaku rendemen yang dihasilkan dengan menggunakan alat tradisional cukup sedikit. Namun, dirinya belum terbiasa menggunakan alat modern seperti yang telah dibagikan pemerintah daerah kepada para petani gambir.

“Memang dengan alat pengepresan yang modern tingkat kehilangan getahnya sangat sedikit namun petani kurang tertarik untuk menggunakannya karena terasa sulit di samping warna yang dihasilkan kurang menarik. Beda dengan menggunakan alat tradisional, gambir yang dihasilkan warnanya jauh lebih menarik dan toke pun senang membelinya,” akunya.

Dikatakan Ros, untuk memperoleh untung yang lumayan harga jual gambir harus di atas Rp 20.000 per kg. Karena itu, selaku petani, Ros berharap kepada pemerintah agar harga gambir ini bisa tetap di atas Rp 20.000 per kg.

“Kalau harga di atas Rp 20.000 per kg, saya yakin banyak petani yang tertarik untuk mengembangkan tanaman gambir ini,” ujar Ros sembari mengatakan gambir yang mereka produksi dijual kepada agen-agen yang datang ke kampung mereka. Dan, harga gambir menurutnya ditentukan oleh pasar luar negeri.


Tidak salah jika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pakpak Bharat ingin menjadikan gambir sebagai ikon daerah yang baru dimekarkan itu. Alasannya sangat sederhana, karena Pakpak Bharat memiliki potensi yang luar biasa dalam menghasilkan gambir bermutu tinggi.
Bahkan di Indonesia, hanya dua propinsi yang dapat ditumbuhi tanaman gambir yakni Propinsi Sumiatera Utara (Sumut) tepatnya di Kabupaten Pakpak Bharat dan Solok, Propinsi Sumatera Barat (Sumbar). Kedua propinsi inilah yang memberi andil dalam memenuhi pasar gambir di tanah air termasuk pasar internasional.

Pekan lalu kami mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Salak, ibukotanya Kabupaten Pakpak Bharat. Di sana, hampir semua daerah atau kecamatan ditumbuhi dengan tanaman gambir meski skalanya tidak terlalu luas. Namun, secara rata-rata, gambir adalah salah satu sumber penghasilan utama masyarakat setempat di samping kopi.

Meski belum dikelola secara modern namun masyarakat Kabupaten Pakpak Bharat tetap mempertahankan tanaman gambir sebagai penopang kebutuhan hidup keluarganya. Betapa tidak, tanaman gambir yang selama ini dikelola secara regenerasi atau turun temurun memberikan keuntungan yang luar biasa bagi masyarakat setempat. Itu karena dalam budidaya tanaman gambir tidak memerlukan perawatan intensif sementara harga jual relatif tinggi.

“Saat ini harga gambir memang sedang turun berkisar Rp 17.000 per kilogram (kg) dibanding bulan-bulan sebelumnya yang sempat mencapai antara Rp 25.000 hingga Rp 27.000 per kg.
Namun, karena perawatannya sangat mudah dan sederhana, petani tidak akan terlalu dirugikan bila harga turun menjadi Rp 17.000 per kg,” kata Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu memulai obrolannya, di ruang kerjanya, Kantor Bupati Pakpak Bharat.

Begitupun bukan berarti Bupati lepas tangan terhadap turunnya harga gambir tersebut. Saat ini, Bupati bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait tengah merencanakan adanya suatu lembaga untuk menampung seluruh hasil-hasil pertanian unggulan daerah tersebut khususnya getah gambir.

Bahkan menurut Bupati yang saat itu didampingi Asisten II bidang Administrasi dan Pembangunan Sustra Ginting, peraturan daerah (Perda) untuk pendirian semacam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bidang usaha menampung hasil-hasil pertanian khususnya komoditas unggulan telah disahkan. “Ini strategi atau solusi yang akan kami realisasikan untuk mengatasi persoalan harga produk pertanian petani yang kerap anjlok saat panen raya tiba,” katanya.

Dengan adanya lembaga tersebut, lanjut Remigo, petani akan diuntungkan karena harga yang ditawarkan selalu tinggi. Misalnya, bila harga gambir turun seperti sekarang ini yakni Rp 17.000 per kg, sementara harga kontrak yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak perusahaan Rp 18.000 per kg maka lembaga tersebut akan membeli gambir sesuai harga kontrak.

Namun, bila harga pasar lebih tinggi dari harga kontrak yang disepakati katakanlah hingga mencapai Rp 27.000 per kg (harga pasar-red) maka petani boleh menjual getah gambirnya ke pasar meski diawal sebelumnya sudah ada kontrak antara lembaga dengan petani.

Artinya, kontrak atau kesepakatan yang telah disusun sebelumnya tidak berlaku permanen atau bisa berubah jika harga pasar memang lebih tinggi. “Jadi, sebelumnya antara lembaga dengan petani dalam hal ini kelompok tani akan membuat perjanjian terhadap harga getah gambir,” terang bapak tiga anak ini.

Karena hargalah yang selama ini menjadi kekhawatiran petani dalam mengembangkan tanaman gambir secara komersil. “Nah, dengan adanya lembaga ini, harga gambir bisa meningkat dari sekarang, hingga akhirnya petani terpacu untuk memanfaatkan lahannya untuk menanam gambir dan merawatnya dengan baik,” kata Remigo.

Dengan adanya lembaga BUMD tersebut selain dapat meningkatkan pendapatan petani juga mempermudah petani mengakses pasar luar negeri. Apalagi selama ini, getah gambir yang diproduksi petani di Pakpak Bharat tidak hanya mengisi pasar dalam negeri saja tapi juga pasar luar negeri seperti India, yang permintaan akan getah gambir cukup tinggi.

Bahkan 80% dari total kebutuhan gambir India dipasok dari Indonesia termasuk Pakpak Bharat. “Jangankan India, pasar dalam negeri kita saja hingga kini masih kurang apalagi untuk ke depannya, permintaan gambir akan jauh lebih besar mengingat manfaat gambir yang begitu luar biasa,” terang Bupati.

Alasan itu juga yang membuat Bupati Remigo Yolanda menjadikan gambir sebagai salah satu produk unggulan Pakpak Bharat yang siap mengisi pasar internasional. “Pasar sudah ada, tinggal bagaimana kita memanfaatkan pasar tersebut. Karena itu kita harus mempersiapkan sektor hulunya dalam hal ini budidaya tanaman gambir. Sehingga permintaan gambir bisa terpenuhi engan baik,” kata Bupati optimis. (MB)