Senin, 07 Maret 2011

Berita Pertanian : Rp 90 Juta dari Tanaman Peuleng Mengalir ke Kantong Bijak


Bertani sepertinya sudah menjadi pilihan tetap dalam hidup Bijak Ginting. Meskipun sebenarnya ia adalah seorang sarjana seni yang sempat mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 11 dan di Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan, namun itu tidak membuatnya puas. Bahkan jerih payah yang diperolehnya dari hasil mengajar tidak mencukupi kebutuhan hidupnya beserta istri dan tiga orang anaknya. Karena itu, pulang ke kampung halaman di Kabupaten Karo dan bertani peleng menjadi pilihan Bijak bersama keluarganya.
Tidak seperti biasanya, pagi itu ladang di mana Bijak menanam peuleng (baca:peleng) dipadati dengan orang-orang yang berpakaian rapi. Mobil-mobil mewah berplat merah berjejer di ruas jalan dusun Kampung Ujung Aji Desa Rumah Berastagi, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Ternyata Rabu (2/3) lalu, Menteri Pertanian Suswono, Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Gatot Pujo Nugroho, Plt Bupati Karo Makmur Ginting Bupati Karo terpilih Kena Ukur Surbakti, unsur muspida setempat serta pejabat instansi terkait lainnya ‘bertandang’ ke lokasi perkebunan Bijak. Bahkan petinggi-petinggi negeri itu melakukan panen sayur peuleng milik Bijak.

Ya, hasil pertanian yang dikembangkan Bijak ternyata salah satu komoditas hortikultura asal Karo yang dikirim lewat perusahaan PT Hortijaya Lestari ke luar negeri, dengan negara tujuan Singapura. Saat itu, luas tanaman peuleng yang dikembangkan Bijak sekitar satu hektar. Namun, yang dipanen hari itu, hanya berkisar 3.000 meter per segi.

“Panen dilakukan secara bertahap, karena memang kami juga menanamnya disesuaikan dengan jadwal pengiriman ke Singapura,” ucap Bijak saat mengawali obrolannya dengan MedanBisnis, sebelum acara panenan dilakukan oleh Menteri Pertanian dan rombongan.

Peuleng menurut bapak tiga putri ini merupakan komoditas yang bernilai jual tinggi di samping pasar yang tidak pernah sepi dari pembeli. Namun, untuk lokal, peuleng belum begitu diminati semua kalangan. Masih kalangan tertentu saja yang menyukai bayam jepang ini. Begitupun, untuk pasar lokal permintaan masih belum terpenuhi. “Ya, karena, produksi peuleng belum banyak. Masih sedikit petani yang mengembangkannya,” jelasnya.

Bagi Bijak, menanam peuleng sudah ditekuninya sejak ia terjun ke dunia pertanian, tepatnya sejak tahun 2003 lalu. Namun, sebelumnya, orangtuanya juga sudah lama menekuni jenis hortikultura yang satu ini. “Harga peuleng nggak pernah anjlok. Kalaupun turun tidak sampai merugikan petani tidak seperti jenis hortikultura lainnya,” aku Bijak.

Pilihan Bijak menanam peuleng ternyata merupakan pilihan yang sama seperti namanya ’bijak’. Betapa tidak, sejak ia menanam peuleng, perusahaan eksportir meliriknya untuk bekerja sama, yakni PT Putra Agro Sejati (PAS). Bijak memproduksi peuleng sesuai dengan pesanan perusahaan tersebut.

Sayang, kerja sama itu tidak berjalan lama. Dua tahun kemudian, kerja sama berakhir karena sesuatu hal menimpa perusahaan tersebut. Begitupun, pria berusia 42 tahun ini tetap menanam peuleng. “Sasarannya ya pasar lokal lah,” katanya tersenyum.

Ketekunan Bijak dalam menanam peuleng tidak sia-sia. Tahun 2010, ia ‘dipinang’ kembali oleh perusahaan sejenis, yakni PT Hortijaya Lestari yang ada di kabupaten tersebut. Bijak ditawari untuk memproduksi peuleng sesuai dengan pesanan perusahaan eksportir itu. “Jadi, sebelum kita melakukan penanaman, ada kontrak kerja sama antara saya dengan perusahaan. Dan, salah satu poin dari kerja sama itu adalah mengenai harga,” sebutnya.

Dalam kerja sama itu, harga kontrak yang disepakati adalah Rp 4.500 per kg. Harga itu menurut Bijak, standar bahkan bila disesuaikan dengan harga pasar masih jauh di bawah harga pasar.

Apalagi, saat ini harga jual peuleng di pasar lokal Berastagi berkisar antara Rp 6.000 – Rp 6.500 per kg. Namun, harga itu tidak bisa bertahan lama. Artinya, ketika produksi berlimpah harga tersebut akan anjlok hingga menjadi Rp 3.500 per kg. Tetapi sebaliknya, ketika produksi sedikit harga akan tinggi mencapai Rp 6.500 per kg.

Begitupun, Bijak tidak terlalu tertarik dengan perkembangan harga pasar lokal tersebut. Baginya, kepastian harga dan pasar jauh lebih penting daripada ketidakjelasan harga. “Tokh, dengan harga kontrak Rp 4.500 per kg, keuntungan yang saya peroleh tetap besar,” akunya.

Kerja sama dalam penentuan harga menurut Bijak, dilakukan per musim tanam. Artinya, harga yang disepakati hanya untuk satu kali musim tanam dan musim panen. Untuk selanjutnya, harga akan disepakati kembali. Tentu saja harga yang ditetapkan disesuaikan dengan harga luar negeri. “Kalau harga luar negeri naik, harga ke kami juga naik. Namun, sejauh ini, rata-rata harga yang kami sepakati dengan pihak perusahaan sebesar Rp 4.500 per kg,” katanya lagi.

Didampingi istri tercinta Evi Yanti Beru Tarigan, Bijak Ginting mengaku, dalam berocok tanam peuleng, bibit dipasok pihak perusahaan dari Jepang. Sehingga kualitas peuleng yang dihasilkan lebih baik daripada menggunakan bibit lokal. “Bibit lokal juga ada, namun karena permintaan perusahaan tempat kita bermitra maka kamipun menanam dengan menggunakan bibit yang mereka pasok,” aku Bijak.
Namun, lanjut dia, bibit bukan diberikan cuma-cuma atau gratis oleh pihak perusahaan melainkan dibayar. Hanya saja, dalam pembayaran, dapat dilakukan setelah masa panen tiba atau lazim disebut yarnen (bayar panen).

Begitupun, dalam pengembangan peuleng, menurut Bijak, jauh lebih menguntungkan dibanding mengembangkan jenis hortikultura lainnya. Keunggulan peuleng ini, selain umur tanam yang singkat hanya sekitar 45 hari, biaya produksi juga murah hanya berkisar Rp 10 juta per hektar. Biaya itu sudah termasuk olah lahan, pembelian bibit, pemupukan, penanaman dan upah tenaga kerja. “Tapi, itu belum termasuk biaya tenaga kerja panen. Untuk biaya panen lain lagi,” jelasnya.

Sedangkan mengenai produksi, dalam satu hektar produksi maksimal bisa mencapai 20 ton. Dengan catatan, pertumbuhan tanaman bagus dengan ketinggian tanaman rata-rata berkisar 30 cm. Begitupun, seburuk-buruknya tanaman, produksi terendah yang dihasilkan bisa mencapai 10 ton dalam per hektarnya.

Terang saja, dengan harga kontrak Rp 4.500 per kg dan produksi 20 ton (= 20.000 kg) per hektar, untuk satu musim tanam atau 45 hari Bijak bisa mengantongi uang berkisar Rp 90 juta. Atau kalaupun produksi anjlok hanya 10 ton (= 10.000 kg) per hektar, Bijak masih bisa mengantongi uang sebesar Rp 45 juta. Dikurangi dengan biaya produksi Rp 10 juta per hektar, keuntungan yang dikantongi Bijak mencapai Rp 80 juta atau Rp 35 juta. Hanya dalam 45 hari.

Tidak hanya itu, dalam setahun peuleng dapat ditanami hingga enam kali. Dengan kata lain, peuleng dapat ditanami secara terus menerus. Itu berarti, Bijak bisa memperoleh penghasilan ratusan juga rupiah dalam setahunnya. “Dibandingkan ketika saya menjadi guru dan dosen, gaji sebesar itu belum pernah saya peroleh. Jadi, wajar saja kalau saya memilih jadi petani peuleng ketimbang guru,” katanya tertawa.

Dengan pendapatan sebesar itu, Bijak, yakin dapat menyekolahkan ketiga putrinya hingga ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bahkan hingga S-3. “Itu harapan dan cita-cita saya,” ucap master hukum ini.

Bincang-bincang mengenai teknik bercocok tanam, dengan lugasnya Bijak menjelaskan ke MedanBisnis. Menurutnya, dalam bercocok tanam, hal pertama yang dilakukan adalah olah lahan. Kemudian dibuat bedengan dengan lebar satu meter. Bedengan tadi selanjutnya diberi pupuk kandang atau ikan busuk (sesuai selera) kemudian ditutup dengan tanah dan diratakan.

Setelah bedengan diberi pupuk dan dibiarkan 2 – 3 hari, bedengan siap ditanami dengan menanam biji peuleng. Kebutuhan biji atau benih, dalam satu hektar lahan berkisar 5 kg. Dan, setelah tiga minggu tanaman diberi pupuk susulan yakni urea dan Citpani. “Jadi, selama penanaman pemupukan hanya dua kali diberikan dan sekali pembumbunan (penyiangan rumput),” jelas alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.

Sedangkan mengenai penyemprotan terhadap hama dan penyakit tanaman, menurut Bijak, yang mempunyai tenaga kerja tetap dua orang ini hanya dilakukan bila tanaman terserang. Dan, biasanya, hama yang menyerang tanaman peuleng berupa ulat jengkal-jengkal dan kupu-kupu kecil. Tetapi, itu sifatnya musiman. Begitupun, untuk mengatasi serangan hama tersebut, Bijak biasanya menggunakan pestisida sintetik dan nabati guna menghindari kandungan kimia yang berlebih dan tidak diingini pasar.

Satu hal yang unik, dalam sistem pertanian yang dilakukan Bijak, yakni pemberian musik. Menurut pengakuan Bijak, ketika tanaman berumur satu minggu dan satu bulan, tanaman peulengnya diberikan lagu-lagu klasik. Percaya tidak percaya, namun alunan musik klasik yang diberikannya saat masa pertumbuhan berlangsung sangat mempengaruhi tumbuh kembang tanaman. Pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.

“Hasilnya jauh lebih baik ketimbang tanaman yang sama sekali tidak diberikan musik. Dan, musik yang diberikan juga harus musik klasik. Dalam dunia kedokteran, ibu yang sedang mengandung juga disarankan untuk banyak mendegarkan musik klasik agar pertumbuhan janin lebih baik. Jadi, tanaman ini saya ibaratkan bayi yang ada dalam kandungan ibunya,” aku Bijak tersenyum. (MB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar